Mereka dibagi. Ada yang piket pada hari kesatu, ada yang piket pada hari kedua, dan ada yang piket pada hari ketiga. Ini dalam hal mengelola penerimaan zakat dari siswa.
Pembagian ini didasarkan pada tingkat kelas. Agar, zakat yang diberikan oleh siswa tak bercampur. Zakat dari Kelas 7 disendirikan. Pun demikian zakat dari Kelas 8 dan Kelas 9, juga disendiri-sendirikan.
Bagi kami, pembagian tugas piket (saja) dalam mengelola penerimaan zakat dari siswa juga menghayatkan terhadap diri pengurus OSIS mengenai cara mensyukuri tugas atau jabatan yang disandangnya.
Menjadi pengurus OSIS tak untuk gagah-gagahan. Tapi, sebagai amanah yang perlu disyukuri melalui melakukan tugas-tugas sosial seperti yang sedang diembannya kali ini, yaitu mengelola zakat. Dan, kami menanamkannya dalam diri mereka.
Tak semua siswa kami, yang berjumlah 798 anak, memberi zakat lewat sekolah. Sebagian kecil ada yang memberi zakat di tempat tinggal mereka masing-masing. Artinya, sebagian besar siswa memberi zakat lewat sekolah.
Zakat siswa ada yang berupa beras, jumlahnya sesuai takaran orang berzakat. Ada juga yang berupa uang setara dengan nilai beras sesuai takaran orang berzakat. Zakat yang berupa uang dibelikan beras.
Yang disebut terakhir ini tak dikelola langsung oleh Pengurus OSIS. Tapi, terlebih dulu ditangani oleh guru. Yang, kemudian setelah berupa beras, dikelola oleh Pengurus OSIS.
Siswa yang berzakat, baik berupa beras maupun uang, tak sekadar mengumpulkan begitu saja. Setelahnya (langsung) selesai. Tidak. Tapi, melalui guru agama, mereka dipahamkan tentang alasan dan tujuan berzakat. Pada poin ini rasa bersyukur ditanamkan terhadap diri siswa.
Hal ini bukan berarti mengungkapkan rasa bersyukur itu hanya melalui zakat pada masa Ramadan. Tapi, berzakat pada momen Ramadan tentu lebih "bermakna" karena di ujung-ujung (akhir) ibadah puasa dapat berbagi kepada sesama yang sangat membutuhkan.
Dan, kita menyadari bersama bahwa pemberian zakat tentu sangat membantu sesama termaksud ketika memasuki Lebaran.