Saya meyakini di sekolah-sekolah lain, terutama di sekolah-sekolah negeri, dilakukan kegiatan serupa. Karena sangat mungkin, siswanya berasal dari latar belakang agama yang berbeda.
Dalam kegiatan ini, sikap toleran antarsiswa nyata dapat dilakukan, bahkan dikuatkan. Karena, pada dasarnya, siswa sudah memiliki benih-benih bertoleransi dalam kehidupan sehari-hari yang diperolehnya dari keluarga atau masyarakat.
Hanya, memang, masih perlu untuk dikuatkan karena masih anak-anak, yang sering mudah berubah. Hidup bertoleransi yang dikuatkan sejak dini, lewat kegiatan-kegiatan di sekolah sangat efektif.
Sebab, di sekolah mereka dapat bertemu dengan banyak anak sebaya. Yang, sebetulnya memiliki kebutuhan yang hampir sama sehingga mudah untuk dibentuk secara edukatif.
Tambahan di sekolah merupakan tempat mendidik generasi muda. Ada guru dan tenaga kependidikan (GTK) yang memiliki kompetensi untuk membersamai generasi muda dalam mengenyam pendidikan.
Artinya, dari sisi jumlah siswa, konteks lingkungan, dan sisi tenaga yang mendidik dan mengelola, sekolah merupakan area yang sangat efektif untuk menguatkan sikap toleran antarsiswa.
Tentu tak hanya dapat melalui kegiatan tadarusan dan PD bagi siswa. Ada banyak momen yang dapat digunakan, misalnya, saat bagi-bagi takjil.
Ketika membagikan takjil, siswa tentu tak pilih-pilih. Mereka pasti berbagi terhadap setiap orang yang dijumpainya. Bagi-bagi takjil yang dikoordinasikan oleh organisasi siswa intra sekolah (OSIS).
Bahkan, dalam konteks ini, bukan mustahil ada pengurus OSIS yang beragama nonmuslim. Tapi, mereka terlibat dalam kegiatan ini. Ini celah yang dapat juga untuk menguatkan hidup bertoleransi antarsiswa.
Ada juga, yaitu buka bersama (bukber). Yang kini menjadi tren di kalangan masyarakat. Baik tua maupun muda, termasuk anak-anak. Anak saya, yang bungsu, yang masih SMA, sudah memberi aba-aba mau bukber bersama dengan teman-temannya.