Jika boleh diklasifikasikan, sekolah swasta ada dua kelompok. Kelompok pertama adalah sekolah swasta yang masih dapat menyeleksi calon siswa. Sedangkan, kelompok kedua adalah sekolah swasta yang mencari siswa.
Sekolah swasta yang masih dapat menyeleksi calon siswa berarti masih menjadi rebutan masyarakat. Sekolah ini ditengarai oleh masyarakat memiliki lulusan yang berkualitas.
Tapi, ada juga sekolah swasta yang menjadi rebutan masyarakat karena faktor lokasi. Maksudnya, lokasi sekolah dapat dijangkau secara mudah dan tak terlalu jauh dari permukiman masyarakat. Maka, sekalipun lulusannya biasa-biasa saja masih diminati oleh masyarakat.
Sejak diberlakukan jalur zonasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) di sekolah negeri, beberapa sekolah swasta juga mendapat limpahan calon siswa.
Calon siswa yang gagal diterima di sekolah negeri lewat jalur zonasi, yang juga tak memungkinkan menembus jalur prestasi di sekolah negeri, mendaftarlah mereka ke sekolah swasta.
Polarisasi siswa mendapatkan sekolah yang seperti digambarkan di atas sangat mudah dibaca. Kalau calon siswa gagal masuk ke sekolah negeri ini, pasti masuk ke sekolah swasta itu. Kalau calon siswa gagal masuk ke sekolah negeri itu, pasti masuk ke sekolah swasta ini.
Secara khusus, dalam satu dekade ini, dapat terlihat cara sekolah swasta mencari siswa. Awalnya, mereka memasang banner yang berisi tentang informasi waktu dan tempat pendaftaran serta beberapa keistimewaan sekolah di lokasi yang dekat dengan lokasi sekolah yang diduga banyak calon siswa.
Tentu dimaksudkan agar banner tersebut diketahui dan isi banner dibaca oleh calon siswa. Orangtua yang mengantar dan/atau menjemput juga menjadi target mereka. Melalui cara itu, diharapkan calon siswa dan orang tuanya memiliki hasrat untuk mendaftar sebagai siswa.
Tapi, tak semua sekolah swasta yang mencari siswa melakukan cara seperti itu. Sebab, cara seperti itu membutuhkan anggaran dan penuh dengan spekulasi.
Sekolah swasta yang tak menganggarkan tentu tak berani mengambil risiko terlalu berat. Karena, bisa-bisa, selain kehilangan anggaran, juga tak mendapatkan siswa. Rugi dua kali.