Melaksanakan Natal selalu diawali dengan pembentukan panitia Natal. Sebab, panitia Natal itu yang selanjutnya bekerja untuk merencanakan dan mewujudkan kegiatan Natal.
Umumnya, panitia Natal yang dianggap sukses dalam penyelenggaraan Natal, pada acara Natal tahun berikutnya diusulkan lagi untuk menjadi panitia.
Ini terjadi juga pada orang per orang. Jika seseorang dianggap sukses merencanakan dan mewujudkan kegiatan Natal, pada tahun berikutnya, orang tersebut diminta lagi untuk membidani kegiatan yang sama.
Kebiasaan kurang arif ini, di gereja tempat saya dan keluarga berjemaat, pada kegiatan Natal 2023, sudah diubah. Dengan memulai mempraktikkan prinsip bahwa semua orang (jemaat) --tanpa terkecuali-- memiliki potensi yang perlu diberi ruang.
Kesadaran seperti ini muncul karena setiap tahun dalam pembentukan panitia Natal mengalami kesulitan. Terutama, dalam  menemukan anggota jemaat yang (mau) menjadi ketua panitia.
Perubahan termaksud dapat dilakukan di gereja kami karena gereja kami memiliki beberapa kelompok. Kelompok-kelompok yang sudah ada sejak zaman dulu, yang dibentuk oleh para leluhur, ini dimaksudkan untuk lebih mengefektifkan aktivitas pelayanan.
Di gereja-gereja yang lain, yang pernah saya mengerti, sepertinya juga memiliki kelompok-kelompok meski menggunakan istilah yang berbeda. Prinsipnya, ada bagian-bagian kewilayahan.
Wilayah atau kelompok, atau apalah sebutannya, yang lokasinya dekat dengan lokasi gereja, sering dianggap yang paling senior, yang memiliki potensi menjadi yang terdepan karena lebih aktif berkegiatan.
Sekalipun mungkin tak selalu seperti itu. Karena, ada juga kelompok yang lokasinya dekat dengan lokasi gereja, tapi kurang aktif terlibat kegiatan di gereja.
Sayang, pandangan mengenai yang dekat dengan lokasi gereja lebih aktif dalam kegiatan gereja sudah telanjur melekat di pikiran dan benak jemaat. Sehingga, yang terjadi, kemudian, tak jarang orang-orang yang ada dalam wilayah itu yang selalu diberi peran.