Si ragil tiba-tiba mengatakan bahwa ada (salah) satu teman sekolahnya yang pindah alamat satu tahun lalu mendekati salah satu sekolah menengah favorit.
Si ragil, yang sebentar lagi masuk ke jenjang sekolah menengah, tampaknya sudah mengetahui tujuan kepindahan satu temannya itu.
Saya terkejut. Sebab, hal ini bukan mustahil si ragil mengaitkannya dengan penerimaan peserta didik baru (PPDB).
Pengetahuan tentang ini sepertinya (memang) sudah diketahui oleh anak-anak seusia si ragil. Bukankah mereka sering lebih pintar daripada orangtua?
Sehingga, ketika si ragil menyampaikan hal itu disertai raut wajah dan nada bicara kurang bersahabat, saya menandainya sebagai hal yang wajar. Mungkin ia merasa iri.
Sebab, saya yakin si ragil sudah menghitung-hitung tentang jarak rumah ke sekolah favorit tersebut. Jarak rumah kami lebih dekat ketimbang jarak rumah satu temannya itu.
Tetapi, karena satu temannya itu pindah (alamat) mendekati lokasi sekolah favorit yang dituju, sudah pasti ia masuk melalui jalur zonasi.
Dalam pengakuannya kemudian, ada beberapa temannya yang (lain) melakukan hal yang sama. Anak-anak memang tidak mudah menyimpan sesuatu yang semestinya dirahasiakan kalau sudah berkumpul.
Sebab, boleh jadi hal itu justru dianggapnya sebagai kebahagiaan. Karena dengan kepindahan, mereka berpikir sangat bisa diterima di sekolah tujuan. Bukankah ini sebagai kebahagiaan?
Dalam konteks ini, ada dua alasan kepindahan. Pertama, kepindahan hanya sekadar agar anak diterima di sekolah tertentu melalui jalur zonasi. Kedua, kepindahan karena pindah rumah atau pindah domisili.