Anak-anak sekolah sepak bola (SSB) masih alami, bersih, belum tercemar. Sehingga, mereka belajar sepak bola secara sungguh-sungguh. Hanya fokus ke aktivitasnya. Energi fisik dan psikis tercurah ke sepak bola.
Tentu saja anak-anak SSB adalah anak-anak yang memang menyukai sepak bola. Tidak karena diperintah oleh guru. Tidak juga karena diperintah oleh orangtua atau saudara.
Tetapi, mungkin saja ada yang mendapat pengaruh dari teman mereka. Karena teman tergabung dalam SSB, mereka lalu ikut. Dan, setelah itu, mereka melanjutkan secara serius karena mulai menikmati dan menyenanginya.
Kesenangan tersebut yang akhirnya mendorongnya terus menekuninya. Sesibuk apa pun kegiatan belajar di sekolah dan aktivitas di rumah, misalnya, tidak mengurangi semangatnya dalam sepak bola.
Salah seorang teman menceritakan bahwa salah satu anaknya bergabung ke salah satu SSB di daerah kami. Ia masih kelas II (sekolah dasar). Masih kecil. Tetapi, semangat berlatihnya luar biasa.
Kadang menaiki sepeda sendiri dari rumah hingga lokasi berlatih. Relatif jauh jaraknya. Tetapi, si anak melakukannya dengan senang hati. Kadang juga diantar-jemput.
Teman saya senang. Sebab, saat bergabung latihan, anaknya belajar banyak hal. Di antaranya, belajar mengontrol emosi, melatih kekuatan jantung, bekerja sama, melatih kekuatan fisik, mengoptimalkan motorik dan kecerdasan, serta melatih daya juang.
Dalam kebersamaan seperti itu, anak-anak terlihat akrab, rukun, dan gembira. Sekalipun, mereka berasal dari latar belakang yang berbeda.
Perbedaan yang ada bisa lebur dalam satu semangat berlatih sepak bola. Begitulah kesaksian teman saya mengenai aktivitas anaknya bersama anak-anak yang lain dalam SSB tempat mereka bergabung.
Saya tidak menampik kesaksian itu. Saya mengamininya. Begitulah anak-anak ketika berada dalam satu aktivitas yang didasari semangat yang sama. Perbedaan tidak mengurangi semangat mereka.