Mohon tunggu...
Sungkowo
Sungkowo Mohon Tunggu... Guru - guru

Sejak kecil dalam didikan keluarga guru, jadilah saya guru. Dan ternyata, guru sebuah profesi yang indah karena setiap hari selalu berjumpa dengan bunga-bunga bangsa yang bergairah mekar. Bersama seorang istri, dikaruniai dua putri cantik-cantik.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Gemblong, Lompong, dan Rebung, Semangat Desa yang Menjawab Kerinduan Urban

27 Februari 2022   13:30 Diperbarui: 28 Februari 2022   10:50 2161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rebung atau tunas bambu muda.| Sumber: SHUTTERSTOCK/Linda Mjj via Kompas.com

Tiga produk kearifan lokal yang disebut dalam judul catatan ini, sebagian besar orang sudah mengenalnya. Apalagi yang berlatar belakang dari kehidupan desa. Anda sudah mengenalnya, bukan? Tapi, izinkan saya sekadar mencatatkan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yang dimaksud gemblong adalah penganan yang dibuat dari ketan yang dibentuk bulat lonjong, digoreng, dan dilumuri dengan gula; penganan yang dibuat dari singkong kukus, ditumbuk halus diberi garam, diratakan pada daun pisang kemudian digulung, setelah agak dingin dipotong-potong, dimakan dengan kelapa parut.

Gemblong yang dibuka dari pembungkusnya, daun pisang. (Sumber: Dokumentasi pribadi)
Gemblong yang dibuka dari pembungkusnya, daun pisang. (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Sementara itu, lompong yang merupakan istilah bahasa Jawa, yang dalam bahasa Indonesia disebut talas memiliki arti tumbuhan berumbi, daun muda dan tangkai mudanya dapat disayur, umbinya menjadi makanan pokok di Irian; keladi; Colocasia esculenta.

Selanjutnya, rebung adalah anak (bakal batang) buluh yang masih kecil dan masih muda, biasa dibuat sayur. Buluh sinonim dengan bambu; aur (banyak macamnya, seperti bambu apus, bambu betung, dan bambu duri.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat dipahami bahwa ketiganya bersumber dari desa, khususnya daerah pertanian. Karena ketiganya bersumber dari bidang pertanian. Barangkali kita sepakat bahwa kalau tak ada pertanian, ketiga produk kearifan lokal tersebut juga tak ada.

Kami, saya dan istri, familier dengan ketiga produk kearifan lokal tersebut. Sebab, kami berasal dari desa. Jadi, sejak kecil kami mengenal yang namanya gemblong, lompong, dan rebung.

Yang disebut terakhir, kami sering menyebutnya "bung". Saya kira penyebutan itu diambil dari dua suku kata terakhir kata "rebung". Hingga kini, sebutan "bung" itulah yang digunakan masyarakat, khususnya masyarakat di desa asal kami.

Ketika saya masih kecil, rebung dimasak sebagai sayur santan. Entah siapa kali pertama yang menemukan sayur rebung? Saat itu, tak ada yang menjual rebung. Orang mengambilnya langsung di kebun.

Sekalipun tak punya rumpun bambu betung (bambu yang menghasilkan rebung di desa kami waktu itu) di kebun, orang masih bisa menyayur rebung secara gratis. Sebab, tetangga yang memiliki rebung biasanya menawari atau bahkan menyuruhnya mengambil sendiri di kebun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun