Mohon tunggu...
Sungkowo
Sungkowo Mohon Tunggu... Guru - guru

Sejak kecil dalam didikan keluarga guru, jadilah saya guru. Dan ternyata, guru sebuah profesi yang indah karena setiap hari selalu berjumpa dengan bunga-bunga bangsa yang bergairah mekar. Bersama seorang istri, dikaruniai dua putri cantik-cantik.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Memartabatkan Pengemis (dan Pengamen), Bagaimana Mewujudkannya?

22 Februari 2022   15:50 Diperbarui: 23 Februari 2022   05:15 862
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pengamen dengan kostum badut "berkarya" di area traffic light. (sumber: dokumentasi pribadi)

Orangtua kok begitu tega memanfaatkan anaknya untuk mendapatkan uang. Payah! Orangtua demikian merusak martabat anak. Anak yang mestinya dididik dengan benar, malah dibina menjadi pengamen, bahkan lebih ke arah menjadi pengemis.

Selanjutnya, ada juga pengamen yang membawa perangkat audio. Dari perangkat audio tersebut diputar lagu-lagu, yang dijadikan latar pengamen bersangkutan untuk berjoget di antara pengendara yang berhenti di traffic light.

Maksudnya, tentu agar pengendara terhibur dan selanjutnya mengeluarkan uang untuk diberikan kepadanya. Pengamen yang demikian bermodal dulu karena harus membeli perangkat audio.

Dulu ada yang karaokean juga dengan perangkat audio itu. Sembari mendekati  sasaran, pengamen menyanyi dengan iringan musik yang diputar lewat perangkat tersebut.

Kini, gaya begitu sepertinya sudah tak ada. Entah ke mana, ya? Atau, sudah salin rupa. Hanya berjoget dengan memutar lagu dari perangkat tersebut, tanpa karaokean.

Ada juga pengamen yang menggunakan kostum badut dan bertopeng, yang berjoget dengan iringan lagu dari perangkat audio, yang kini sedang ngetren di daerah saya. Cara tersebut boleh jadi merupakan pengembangan lebih lanjut dari mengamen yang berjoget dengan iringan lagu yang diputar dari perangkat audio. Kalau perkiraan saya itu benar, mereka termasuk kreatif ya. Ckckckck!

Sepertinya, perkiraan saya itu benar. Sebab, pengamen anak-anak tetap bertahan memanfaatkan perangkat audio untuk menarik perhatian pemberi belas kasih; sementara, pengamen orang dewasa melengkapinya dengan kostum badut dan topeng.

Bukankah kostum badut biasanya digunakan oleh orang dewasa untuk mbadut dalam acara-acara ulang tahun atau peresmian sesuatu? Sepertinya,  saya belum pernah  melihat ada kostum badut yang dikenakan oleh anak-anak, apalagi kanak-kanak.

Sebab, badut biasanya ditanggap saat ulang tahun anak-anak. Jadi, yang mbadut dalam ulang tahun  tersebut tentulah orang dewasa, bukan anak-anak.  

Itu sebabnya, saya menyebut pengamen orang dewasa kreatif, karena memanfaatkan seragam badut (ulang tahun) untuk mengamen. Mereka sudah belajar strategi pemasaran, sepertinya. Hehehe.

(sumber: dokumentasi pribadi)
(sumber: dokumentasi pribadi)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun