Mohon tunggu...
muhammad ali ma'sum
muhammad ali ma'sum Mohon Tunggu... -

penikmat kopi, pencuri sepi, dan pemikir yang tidak akan pernah berhenti berpikir.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Nasihat (Ampuh) Seorang Sahabat

5 November 2015   01:59 Diperbarui: 5 November 2015   02:50 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Malam ini masih sama seperti malam-malam biasanya, aku duduk diteras kosan berteman secangkir kopi dan satu bungkus rokok pabrikan Indonesia. Mungkin ini memang rutinitasku beberapa bulan terakhir. Dan mungkin juga hanya ini yang bisa aku lakukan sebagai media refleksi atas apa yang aku lakukan selama ini. Seorang mahasiswa semester akhir yang bagi sebagian orang hampir mustahil untuk bisa menyelesaikan masa studi yang hanya tinggal satu tarikan nafas. Bagaimana tidak, tahun ini adalah tahun terakhir dan aku dituntut harus melengkapi kekurangan sebanyak 30 kredit sks untuk bisa mengambil Tugas akhir dan merampungkannya.

Aku bukan berasal dari keluarga berada, pun bukan tergolong dari kalangan kasta menengah kebawah. Aku hanya seorang manusia dari kampung yang mencoba peruntungan menambah wawasan lewat bangku kuliah sebuah PTN yang cukup ternama dikota metropolitan. Namun ternyata jalanku tak semulus bayanganku dulu. Dimana aku membayangkan bisa merampungkan masa studi dalam waktu delapan semester setelah itu bisa mencari receh dengan menjadi buruh berposisi di salah satu perusahan bonafit. Tapi ternyata semua itu hanya bayangan, yah, hanya bayangan seorang anak muda polos dari kampung.

Aku masih ingat bagaimana pertama kali aku pamit pergi dari rumah ke tanah rantau untuk menjemput bayangan manisku. Saat itu abah berpesan dalam bahasa jawa “nang, bapak ora ngakon kowe lulus cepet, yo ora ngakon kowe IP ne kudu duwur, tapi sing bapak pengin kowe bisa mengembangkan awakmu”, yang dalam bahasa Indonesia kurang lebih seperti ini artinya “ Nak, Bapak tidak mengharuskan kamu lulus cepat, bapak juga tidak mengharuskan kamu dengan nilai IP (Indeks Prestasi) yang tinggi, yang bapak ingin kamu bisa mengembangkan dirimu”. Pesan seorang ayah yang sangat visioner, benar karena beliau besar dari organisasi, meskipun hanya dari sebuah ormas keagamaan.

Mungkin karena pesan itu aku terbuai untuk berproses mengembangkan diriku sampai aku tidak memperhatikan kuliahku. Benar memang, diawal kuliah saja aku sudah mengikuti beberapa kegiatan yang disediakan dikampusku, bahkan tidak segan aku mengikuti kegiatan komunitas sosial yang lingkupnya sudah bukan kampus lagi. Hasil positifnya, aku punya nilai positif diluar, tapi negatif didalam. Nilaiku per semester pasti ada beberapa yang jeblok, meskipun tidak semua. Tapi itu sangat berpengaruh untuk semester2 berikutnya. Dan peribahasa “sedikit demi sedikit lama lama menjadi bukit” itu memang benar adanya dan aku mengalaminya.

Semester demi semester masih aku jalani seperti bisaa, masih dengan ngampus yang ala kadarnya dan berkegiatan diluar semaksimal yang aku bisa. Mungkin saat itu aku masih terlalu santai menjalani kuliahku. Dan semuanya mulai berubah ketika aku memasuki semester delapan, satu persatu temanku menyelesaikan tugas akhirnya. Ya, mereka lulus mendapat gelar sarjana dan melanjutkan jalannya menuju cita-citanya masing-masing. Semenjak itu aku mulai mengurangi kegiatanku diluar satu persatu dan mencoba fokus menjalani rutinitasku sebagai seorang mahasiswa.

Memasuki semester sepuluh, aku hampir kehilangan asa untuk melanjutkan perjuanganku mendapatkan gelar sarjana teknik dari PTN tersebut. Hal itu bukan tanpa sebab, kekurangan kredit sks yang terlampau banyak itulah yang menjadi pemeran utama dalam keputus asaanku tersebut.

Hari hariku saat itu menjadi tidak karuan, sosialisasiku dengan sekitar memburuk, dan yang paling parah adalah tekanan batin yang semakin hari semakin besar layaknya bom waktu yang sewaktu waktu bisa meledak kapan saja dia mau. Bahkan untuk berkeyakinan “aku pasti lulus” pun hampir mustahil ada dalam kepalaku.

Sampai pada akhirnya ada seorang sahabat yang mendatangiku diruang pesakitanku. Seorang sahabat lama, ia jauh jauh menyempatkan datang ke kosanku hanya untuk berpamitan karena ia akan melanjutkan studinya ke salah satu perguruan tinggi ternama di negara Thailand. Kami pun hanyut dalam nuansa hangat yang memaksa kami untuk saling bercerita tentang kehidupan masing-masing setelah kami pisah dulu.

“selama kemungkinan belum nol persen, kejar terus”, pesan yang ia sampaikan setelah ia mendengar semua ceritaku, cerita tentang keputus asaan yang hampir saja memakan habis hasratku untuk mendapatkan gelar sarjana. Gaya bahasa yang sangat ringan, tapi itu seolah menjadi cambukan untukku agar aku tidak kalah dimakan rasa putus asa.

Dan benar, dari pesan singkat itu, aku terus melanjutkan perjuanganku sampai detik ini. Semester tiga belas, atau lebih tepatnya tahun terakhirku harus merampungkan semua tanggungan untuk gelar sarjana yang aku dan orang tuaku harapkan. Dari situ pula keyakinanku kembali muncul, meski mungkin itu terdengar konyol, tapi aku akan terus berusaha. Aku tidak mau mengecewakan orang tua ku dan orang orang yang menaruh harapan besar dipundakku.

Bapak, ibu, tunggu aku memberi kabar baik atas kelulusanku. Aku tidak pernah berpikir untuk mengecewakan kalian. Sederhana inginku, aku hanya ingin melihat kalian tersenyum tatkala menemaniku berfoto memakai toga. Sahabatku, terimakasih, terima kasih untuk pesan singkat yang kuanggap sebagai nasihat untukku. Karenamu aku bisa mencoba berdiri untuk mengambil ancang ancang berlari, karenamu pula aku aku mempunyai keyakinan baru yang lebih kuat untuk menahan gempuran keputus asaan yang terus menyerang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun