Sejak masa orde baru sampai 2014 kemarin, Golkar selalu masuk dalam pemerintahan, belum pernah Golkar berada di luar pemerintahan dan menjadi oposisi. Entah karena Golkar didirikan tidak untuk menjadi oposisi? Atau karena kader-kader golkar tidak bisa jauh-jauh dari kue kekuasaan? Kalo jauh badan akan pegal-pegal dan gatal-gatal.
Mulai 2014, setelah kalah di pemilu dan menghadapi pilpres 2014, Golkar di bawah kepemimpinan Aburizal Bakrie (ARB) memutuskan untuk bergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP) dan mendukung Prabowo-Hatta Rajasa sebagai capres cawapres, malah ARB didaulat menjadi ketua presidium KMP. Golkar bersama Gerindra, PKS, PAN dan PPP berkoalisi dalam KMP untuk menjadi oposisi pemerintahan presiden Jokowi-JK yang tergabung dalam koalisi Indonesia Hebat (KIH) bersama PDIP, PKB, Nasdem, Hanura dan PKPI.
Di perjalanan waktu, KMP goyah. Satu per satu anggota koalisi mulai tergiur kue kekuasaan dan merapat ke presiden Jokowi-JK. PPP pun pecah jadi 2, kubu Suryadharma Ali yang pro KMP, dan kubu Romi yang pro KIH. PPP kubu Romi pun akhirnya mendapat kue kecil kekuasaan, menteri agama pun berhasil dipertahankan oleh kader terbaik PPP Lukman Hakim Saifuddin.
Melihat kesuksesan PPP mendapat sedikit kue kekuasaan, Golkar rupanya ngiler juga. Golkar pun pecah jadi 2, kubu ARB yang pro KMP, dan kubu Agung Laksono yang pro KIH. Santer terdengar, Agung Laksono sudah digadang-gadang menjadi menkopolhukam menggantikan menko Tedjo Edhie, atau menko pembangunan manusia dan kebudayaan Puan Maharani.
Putusan sela PTUN Jakarta Utara sudah dibacakan majelis hakim PTUN, inti putusan mengatakan menunda pelaksanaan keputusan menkumham RI sampai ada putusan yang berkekuatan hukum tetap terkait konflik internal pantai Golkar. Dengan kata lain, kepengurusan golkar kembali ke hasil munas Pekanbaru, karena munas Bali dan munas Ancol tidak mengikat lagi.
Golkar terbelah 2, anggota DPR RI-nya juga terbelah 2, ada yang pro ARB, ada yang pro AL. Menyaksikan perpecahan golkar ini saya senyum-senyum sendiri, kadang sampai tertawa ngakak. Otak saya yang cerdas sampai timbul pertanyaan-pertanyaan dasar yang anak SD aja akan mudah menjawabnya.
Berikut pertanyaan-pertanyaan mendasar yang bikin geli kalo saya tanyakan :
1. Kenapa Agung Laksono yang memimpin Golkar satunya lagi?
Satu Indonesia sudah tahu bagaimana kualitas seorang Agung Laksono? Oportunis sejati layaknya Denny Indrayana, yang selalu mengatakan "Yes Boss", "Yes Sir" kepada siapapun yang menjadi atasan yang menguntungkannya. Bahkan kalo atasannya adalah Ruhut sitompul atau Hotman Paris Hutapea, ia akan tetap mengatakan "Yes Boss" atau "Yes Sir"
2. Memang kalo Agung Laksono sah menjadi ketua partai Golkar, lalu keluar dari KMP untuk selanjutnya mendukung pemerintahan Jokowi-JK, Agung Laksono akan mendapat "kue kekuasaan" di pemerintahan Jokowi-JK?
C'mon, wake Up. Jokowi gak bodoh, beliau tahu mana yang berjuang tulus mana yang dengan pamrih. Itulah sebabnya walaupun Denny Indrayana sudah menyebar foto-foto salam 2 jari setelah mencoblos di TPS saat pemilu 9 April 2014, tetap saja Jokowi-JK tidak meliriknya masuk kabinet, juga tidak meliriknya menjadi komisaris BUMN.