[caption id="attachment_404369" align="aligncenter" width="546" caption="Foto dari kompas.com"][/caption]
"PSK juga manusia"
Kalimat tersebut dikatakan oleh seorang perempuan pemuas nafsu syahwat om-om penyuka daun muda di ibukota. Perempuan ini biasa disebut PSK, yang saya temui minggu lalu di Social House (Soho) Grand Indonesia East Mall lantai 1 Jakarta, untuk keperluan wawancara, karena Saya tertarik untuk melakukan penelitian kecil-kecilan sebagai bahan pembuatan buku "Jakarta Untold Story" tentang kehidupan PSK Ayam Kampus di Jakarta. Buku ini saya perkirakan bakal lebih sukses dari buku "Jakarta Undercover" yang ditulis Moamar Emka.
Singkat kata singkat cerita, setelah cipika, cipiki, cining dan cibir, saya memanggil waiter untuk memesan makanan dan minuman. Sebelumnya saya bertanya ke Dina, PSK ayam kampus yang kampusnya di daerah Selatan Jakarta "Adik mau pesan makan apa? Minum apa?" Sambil menyulut sebatang rokok marlboro menthol ke korek Zippo menyala yang saya sodorkan mendekatinya, Dina menjawab "Aku makan samain aja ama mas, minumnya teh botol sosro."
Sambil pesan makanan dan minuman, saya ngobrol sebentar dengan waiter :
P : mas, saya pesan steak sirloin, masak welldone yah.
W : baik pak. Sepertinya bapak sudah makan steak mentah yah (mata melirik ke gadis di sebelahku), makanya pesannya yang mateng. Lokal atau impor pak dagingnya?
P : enak mana mas, lokal atau impor? Kalo impor pasti lebih mahal kan?
W : harga mahalan impor pak, tapi kalo rasa tergantung selera.
P : kira-kira selera saya gimana mas?
W : maaf yah pak, dilihat dari tongkrongan bapak. Selera bapak pasti bagus. Bapak lebih cocok daging impor saja.