Mohon tunggu...
PAK DHE SAKIMUN
PAK DHE SAKIMUN Mohon Tunggu... pensiunan penjaga sekolah -

Sedang menapaki sisa usia. Mencari teman canda di dunia maya. Hobi apa saja termasuk membaca dan (belajar) menulis. Bagi saya belajar itu tak berbatas usia. Menuntut ilmu dari ayunan hingga liang lahad. Motto : Seribu orang teman sangat sedikit, dan satu orang musuh terlalu banyak.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kåyå Gabah Dén Intêri

4 Desember 2015   21:21 Diperbarui: 4 Desember 2015   21:34 724
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebelum beras ditanak terlebih dahulu dibersihkan dari segala macam kotoran atau sampah. Mungkin ada beberapa butir antah, sekam, melukut dan terkadang ada juga kutu beras dan kerikil dalam beras yang akan kita tanak itu. Jika itu tidak dibersihkan atau disortir terlebih dahulu kelak akan mengganggu pada saat dikunyah, dan juga kelak akan mengganggu pencernaan yang bisa menimbulkan penyakit.

Untuk membersihkan kotoran beras secara tradisional cukup ditampi dengan nyiru. Pekerjaan itu akan memisahkan beras dari kotoran-kotoran yang mengganggu. Dan kotoran itu biasanya akan memisahkan diri dan berkumpul sesama kotoran. Misalnya, ketika beras ditampi antah atau gabah berkumpul sesama gabah, sekam berkumpul sesama sekam, demikian juga kerikil akan berkumpul sesama kerikil, sedangkan dedaknya akan terbang bersama kibasan atau goncangan nyiru. Tidak percaya? , tanyalah pada ibu-ibu yang suka masak didapur.

Judul tulisan ini menggunakan bahasa Jawa, paribasan “Kåyå Gabah Dén Intêri” jika diindonesiakan menjadi “Bagaikan Antah Ditampi”. Bahasa Jawa memang banyak menggunakan simbol-simbol atau perumpamaan-perumpamaan. Salah satunya “Kaya Gabah Den Interi” untuk menggambarkan suasana atau situasi tertentu

Jika boleh saya akan menganalogikan situasi politik saat ini—setelah terbongkarnya kasus “papa minta saham” atau mungkin malah jauh sebelum itu, awal-awal pencapresan Jokowi—situasinya “Kåyå Gabah Dén Intêri”. Artinya, untuk mendapatkan sesuatu yang bersih, konsekuensinya harus ada yang dibersihkan. Nah ini masalahnya, mana ada orang yang mau mengaku kotor, semua pasti mengaku bersih, malah terkadang mengaku paling bersih. Makanya sulit sekali membersihkan sampah-sampah bernyawa itu. Dan masalah lainnya adalah surplus napi defisit rutan.

Untuk mendapatkan beras menjadi nasi membutuhkan proses. Sebelum dipususi (dicuci), beras terlebih dahulu ditampi, bahasa Jawanya diinteri. Melakukan penampian beras, nyiru harus digoyang kanan kiri, di putar-putar, sesekali dihentak-hentakkan untuk memisahkan sampah —antah, sekam, melukut, kerikil, kutu dll—agar tidak ikut tertanak dalam periuk yang akan menimbulkan masalah kelak.

Jangan-jangan Jokowi saat ini sedang “ngintêri”, menyortir kerikil-kerikil kecil yang akan menimbulkan masalah “pencernaan” kelak. Memang, akan terjadi gocangan kecil—konsekuensi—menjelang pemisahan antara kutu-kutu dengan beras. Jelas, mereka yang tereliminasi akan marah dan melakukan serangan balik karena kenyamanannya terusik.

Oleh sebab itu marilah kita sebagai juragan (mereka kan pelayan), berkontribusi ikut mengawasi kerikil-kerikil dan kutu-kutu itu agar tidak terbawa ke dalam piring nasi. Minimimal menuliskan sesuatu untuk mengingatkan mereka. Halah kayak dirinya bersih, padahal....hehehehe.

Makanya jika tidak ingin tersingkir ya jangan jadi menir. Jika tidak ingin dibelenggu ya jangan jadi kutu. Jika tidak ingin diberantas jadilah beras.

Semoga situasi “Kåyå Gabah Dén Intêri” ini hanya terjadi pada kelompok berandal-berandal penggarong uang negara.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun