Bingung? Ya, ini tulisan paling membingungkan abad ini. Paling tidak judulnya yang membuat kening berkerut. Akan tetapi bagi yang tahu bahasa daerah (Jawa), judul ini tidak aneh. Betul, judulnya saya ambil dari bahasa daerah (Jawa). Apakah salah? Bukankah bahasa daerah-dari manapun wilayah nusantara ini- merupakan aset budaya bangsa yang perlu dilestarikan?
Umuk, nggedabrus, artinya ngibul. Tepatnya besar omong, omong besar atau omong kosong. Misalnya, ada seseorang mengatakan, “ Saya pernah masuk ke hutan sendirian tanpa membawa senjata, diserang oleh lima ekor harimau, dengan tangan kosong. Ke lima harimau itu berhasil saya robohkan .” , umuk, kecuali yang ngomong itu Wiro Sableng, baru percaya.
Ada lagi misalnya seorang capres, caleg, cabup, cagub, cawalkot, cawat, capung dan ca-ca yang lain memberi janji begini “Andaikata saya diberi amanah oleh rakyat menjadi XXX, semua petani akan saya beri lahan masing-masing dua hektar”, atau “Bila saya terpilih kelak, pendidikan akan saya gratiskan di semua jenjang”, atau “Semua nelayan akan saya beri masing-masing satu buah perahu bermesin”, atau “Petani sawah saya beri traktor masing-masing petani satu unit”, atau “Semua keluarga miskin akan mendapatkan bantuan dua juta rupiah plus beras 10 kilo perkepala perbulan”, atau “Semua Kompasianer akan saya beri pulsa gratis buat internetan” hehehehe.....preett, omong kosong. Jika ada yang bilang begitu berarti umuk!
NDUMUK
Dumuk atau ndumuk, memegang atau menunjuk kening seseorang, artinya tunjuk hidung. Dalam berkompetisi siapapun pasti mengatakan dirinya yang paling bersih, paling hebat, paling pandai, paling kaya, paling gagah, paling berani, dan (merasa) tidak pernah punya kesalahan. Dan pesaingnya paling kotor, paling bodoh, dan paling negatif lainnya. Untuk menutupi kesalahan atau kelemahan yang ada pada dirinya biasanya seseorang mencari kelemahan dan kesalahan lawannya. Jika emosinya masih terkendali, biasanya hanya main sindir saja. Akan tetapi bila emosinya memuncak tak terbendung, maka dia akan ndumuk bathuk (tunjuk hidung) pada seseorang (kompetitor) yang dianggap akan merintangi kemenangannya.
Mumpruk atau mumpluk dari kata umpruk atau umpluk, artinya busa. Mumpruk sama dengan berbusa atau membusa. Contoh, dalam kampanye banyak juru kampanye yang berorasi hingga mumpruk (berbusa-busa). Padahal sudah menggunakan mikrofon dengan power amplifier berdaya 2000 watt, tapi masih bengok-bengok (berteriak-teriak). Katanya sih menyampaikan “VISI-MISI(?)” Terkadang malah tidak jelas apa yang disampaikan. Selain kurang jelas suaranya lantaran berbaur dengan keriuhan suara pengunjung, penyampaian “VISI-MISI” itu tidak cukup hanya dalam waktu satu-dua jam dan hanya garis besarnya saja. Dan, apakah yang tidak menyampaikan (mustahil bila tidak punya) “VISI-MISI” (teriak-teriak) berarti tidak berkualitas atau tidak berkompetensi? Sayang, sudah teriak-teriak hingga mumpruk-mumpruk tidak ada yang mendengarkan, kalah dengan dangdutan.
Njumuk dari kata dasar jumuk. Ada juga yang menyebut jupuk, jukuk, jikuk artinya ambil dalam bahasa Indonesia. NJUMUK sama dengan mengambil. Yang hendak berebut kursi tanggal 9 April nanti apakah murni (hanya) ingin menjadi wakil rakyat? Atau apakah benar-benar ingin memperjuangkan hak-hak rakyat? Maaf bukan berburuk sangka, jangan-jangan mung arep njumuk (hanya ingin mengeruk) haknya rakyat. Kalau memang demi rakyat, kenapa terhadap saudaranya sendiri saling jegal, bahkan ada yang tega membunuh. Lucunya, saling menjelekkan bukan hanya dengan partai lain, tapi dari partainya sendiri pun mereka saling menjelekkan. Takut kalah, takut ora keduman. Apakah ini bisa dibilang tak ada pamrih? NJUMUK!
Amuk.Nah, ini yang sering terjadi di pelbagai kompetisi, terlebih lagi dalam pemilihan apapun yang menyertakan pendukung atau tim sukses. Sudah pasti amuk itu dilakukan oleh pihak yang kalah. Padahal sudah ada wasit, juri, hakim atau apapun namanya yang telah diberi wewenang untuk menentukan kalah atau menangnya suatu kompetisi. Tapi pihak yang kalah selalu protes bahwa ada terjadi kecurangan yang dilakukan oleh pihak tertentu. Semakin membabi buta dan brutal manakala dalam persidangan sengketa pihaknya tetap dikalahkan. Dan ujung-ujungnya terjadi amuk yang melibatkan massa. Ironis, pemilihan yang katanya untuk memperjuangkan kesejahteraan rakyat, justru yang terjadi malah mengadu rakyat dengan rakyat. Dan tak jarang menimbulkan korban jiwa. Ya, rakyat yang menjadi korban. Jadi, yang dianggap rakyat itu adalah yang berpihak padanya atau yang memilihnya, sedangkan yang lain cuma sampah!
Jika terjadi amuk atau kerusuhan yang dilakukan oleh tim sukses atau pendukung seorang kandidat, seharusnya kandidat yang bersangkutan bertanggung jawab, dan harus diberi sanksi hukum atau bila perlu didiskualifikasi. Kalau tidak mau diberi sanksi, andaikata kalah ya jangan NGAMUK.
Ingin jadi pemimpin jangan kakehan UMUK, apalagi dengan NDUMUK sampai MUMPRUK.
Dan tentunya harus ikhlas, jangan ada pamrih, apalagi ada niat untuk NJUMUK.
Serta, siap menang dan siap kalah, dan bila kalah jangan NGAMUK.
Coba bercermin , orang NGAMUK itu wajahnya kayak BEEEER..............GEDEL.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI