Bangkitnya Sang Bayi Dari Kawah Candradimuka
Oleh :
Pak De Sakimun
Dibibir Kawah Candradimuka, Batara Narada termangu-mangu, dengan mata tak berkedip menyapu area kawah dengan pandangannya dengan harapan menemukan bayi yang dibuang oleh Batara Brahma itu. Dan Batara Narada pun masih juga berharap semoga Batara Brahma tidak sungguh-sungguh menceburkan si jabang bayi ke dalam Kawah Candradimuka namun hanya meletakkannya saja dipinggir kawah. Demikianlah harapan Batara Narada semoga si jabang bayi itu masih bisa diselamatkan.
Belum sampai tuntas pandangan Batara Narada ke seluruh sekeliling kawah, tiba-tiba pandangannya terantuk pada sesosok bocah (bukan bayi lagi) yang keluar dari gelegak magma Kawah Candradimuka yang suhunya sekitar 2013 derajat celsius itu, dan merangkak menaikitebing kawah yang terjal dan berbatu tajam yang tajamnya pitung penyukur.
Setibanya di luar kawah, bocah yang (ajaib) sudah pandai berbicara dan berbusana lengkap dan dengan tubuhnya yang masih menyala-nyala karena terbakar lumpur api itu, langsung merenggut jubah kadewatan Batara Narada dan menamparnya sambil berteriak teriak menuduh bahwa Batara Narada yang menceburkannya dirinya di kawah Candradimuka.
“He.. Kek, kamu ya menceburkan saya ke lumpur api ini ya Kek, nih rasakan balasanku” bentak si bocah sakti tadi sambil memukuli Batara Narada.
“Eit,eit sabar, sabaaaaarrr bocah bagus, kamu salah sasaran, bukan saya yang layak kamu pukul, he cucuku bocah baguuuss” sergah Batara Narada sambil mengelak tamparan bocah yang baru keluar dari Kawah Candradimuka itu.
“Tapi tak ada orang lain kecuali kamu yang ada disini, mbaaah”, timpal sang bocah.
“Benar, saya yang ada disini, tapi bukan berarti saya yang menceburkanmu ke dalam kawah. Jangan salah sangka ya cucuku, justru saya yang berupaya ingin menyelamatkanmu mulai dari ketika kamu masih berada dalam guagarba ibumu” jawab dewa pendek yang juga bernama Batara Kanekaputra itu.
“Jadi, kalau begitu siapa yang ingin membunuhku dan apakah orang tuaku tidak membelanya?”
“Adaorang yang tidak menghendaki kamu lahir didunia ini, wahai cucuku, nanti saya ceritakan seterang-terangnya” Narada meyakinkan.
“Coba ceritakan Kek, siapa orang tua saya dan mengapa sampai saya berada disini Kakek pendek?” bocah itu mencecar pertanyaan pada Batara Narada.
“Baik cah nggantheng, memang saya wajib menceritakan apa adanya dan sejelas-jelasnya kepada kamu apa yang telah terjadi terhadap dirimu dan ayah ibumu”
“Oke Mbah, lanjutkan”
“Namun, sebelum kakek melanjutkan ceritanya, alangkah nyamannya jika kamu saya berinama dulu, agar enak ngobrolnya...hahahaha”
“Iya kek saya manut apa kata kakek sajalah, bagaimana baiknya”
“Eyang kamu bernama Batara Brahma artinya geni atau api. Dia salah satu orang yang tidak menginginkan kamu lahir dengan selamat.”Batara Narada melanjutkan ceritanya.
“Dimana sekarang dia kek, orangnya seperti apa biar saya hajar sekarang juga, cepat kek tunjukkan, cepat, cepat, cepaaaaaatt”
“Eit, sabaaaarrr, sabaarr, nanti juga kamu akan ketemu dia dan memang harus ketemu mbahmu. Tapi kamu harus saya berinama dulu. Eyangmu bernama Brahma artinya geni atau api, kamu dicemplungkan kawah Candradimuka yang merupakan lumpur panas dan ada unsur apinya atau geni juga. Namun, kamu tidak mengalami cidera sedikitpun justru kamu malah bertambah kebal dan sakti. Artinya kamu lebih panas dari api, kamu lebih sakti daripada api, berarti kamu layak disebut WISA-GENI, wisa sama dengan bisa atau racun. Jadi mulai sekarang saya memanggilmu BambangWisageni atau Wisanggeni.”
Grrruuuuuggghhh...gludhug..gludhug....clereeeettt....jdeerr...wssssss....wrrrrr..hrrrrgg...ctaaarrr. Disambut oleh geter pater, guruh, petir, bledheg bersahut-sahutan, sebagai tanda jagat merestui dan legalisasi pemberian nama tersebut.
Setelah redanya fenomena alam tersebut, Batara Narada pun melanjutkan ceritanya pada Bambang Wisanggeni.
“Mengapa eyangmu tidak menghendaki kelahiranmu?, karena eyangmu hanya mengikuti perintah atasannya yakni Sanghyang Batara Guru yang ditangisi anaknya bernama Dewasrani lantaran iri pada Raden Harjuna suami sah Dewi Dresanala, yakni ibumu.”
“Ayahku bernama Raden Harjuna” potong Wisanggeni pada Batara Narada
“Ya betul, sebuah perjodohan yang unik. Ayahmu seorang ksatria meskipun dia hanya seorang titah marcapada, sedangkan ibumu seorang bidadari kahyangan yang bernama Batari atau Dewi Dresanala”
“Mengapa seorang titah bisa memperisteri seorang bidadari, kek”
“Itulah sebabnya kenapa Dewasrani iri pada ayahmu, Raden Harjuna itu. Raden Harjuna menjadi isteri Dewi Dresanala itu tidak serta merta, ada sesuatu sehingga Jawata mengijinkan Raden Harjuna memperisteri malah bukan hanya satu orang, tapi tujuh orang bidadari sekaligus”
“Awalnya bagaimana kek”
“Begini, dulu kahyangan Jonggring Salaka atau Suralaya kedatangan seorang raja raksasa dari Negara Imanimantaka yang jejuluk Prabu Niwatakawaca ingin menyunting Dewi Supraba untuk dijadikan permaisurinya, namun Batara Guru dan semua jawata tidak mengijinkan seorang raksasa angkara murka ingin memperisteri bidadari. Alhasil Prabu Niwatakawaca marah kepada dewa, kahyangan akan dibuat karang abang lemah ireng. Maka terjadilah peperangan hebat antara para jawata melawan prajurit raksasa yang di pandhegani Prabu Niwatakawaca”
“Lantas!”sela Wisanggeni sembari mennyimak dengan tekun.
“Tidak seorang dewapun yang bisa mengalahkan Prabu Niwatakawaca. Dalam situasi genting itulah Adi Guru mengutus saya untuk minta sraya mencari bantuan ke marcapada. Bagi siapa saja yang berhasil membunuh Prabu Niwatakawaca akan diberi hadiah tujuh orang bidadari untuk dijadikan sebagai isteri. Dan akhirnya Raden Harjuna lah yang bisa memenangkan peperangan melawan raja raksasa itu. Kahyangan situasinya kembali kondusif seperti sedia kala. Dan Raden Harjuna mendapatkan tujuh bidadari, termasuk Dewi Dresanala, ibumu itu, Wisanggeni”
“Jadi kanjeng rama Harjuna itu besar jasanya terhadap Kahyangan Suralaya, ya kek” Wisanggeni semakin tak sabar ingin bertemu ayahnya.
“Itulah sebabnya saya menentang keras terhadap Adi Guru ketika memaksa Batara Brahma agar segera memisahkan Dewi Dresanaladengan Harjuna”
“Kalau begitu apa yang harus saya perbuat terhadap orang-orang atau dewa-dewa licik dan tidak punya rasa kemanusiaan itu Eyang pukulun” Wisanggeni geram sambil meremas-remas telapak tangan.
“Sebelum kamu mencari ayah dan ibumu, langkah pertama kamu harus membuat perhitungan pada dewa-dewa yang kamu sebut itu terutama kepada Batara Guru dan Batara Brahma kakekmu agar menjadikan sebuah pelajaran dan pengajaran pada mereka yang kurang ajar itu”
“Caranya bagaimana Eyang Narada?” Wisanggeni semakin tak sabar.
“Kamu kan sudah tahu nama ayahmu dan nama ibumu, tapi nanti didepan para dewa kroco-kroco itu kamu pura-pura menanyakan siapa ayah dan siapa ibumu”
“Jika mereka tidak mau atau tidak bisa menunjukkan siapa ke dua orang tuaku bagaimana Eyang?”
“Hajar saja mereka, taboki saja semua dewa-dewa biar tahu rasa mereka....hahaha” Batara Narada memberi semangat.
“Jadi kapan Eyang, kita berangkat menemui para dewa-dewa itu?”
“Kok kapan, ya terpaksa pada episode berikutnya....hahahaha?
*****
Episode sebelumnya :
Bayi Yang Lahir Tidak Diharapkan
*****
Solsel, 26-02-2013
Pak De Sakimun
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H