Mohon tunggu...
PAK DHE SAKIMUN
PAK DHE SAKIMUN Mohon Tunggu... pensiunan penjaga sekolah -

Sedang menapaki sisa usia. Mencari teman canda di dunia maya. Hobi apa saja termasuk membaca dan (belajar) menulis. Bagi saya belajar itu tak berbatas usia. Menuntut ilmu dari ayunan hingga liang lahad. Motto : Seribu orang teman sangat sedikit, dan satu orang musuh terlalu banyak.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Resonansi

16 Juni 2014   04:39 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:34 489
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_311285" align="aligncenter" width="600" caption="RESONANSI. edit.prib"][/caption]

Resonansi merupakan sebuah proses bergetarnya suatu benda yang dipengaruhi oleh bunyi atau bergetarnya benda lain.

Sebagai contoh pada gambar ilustrasi diatas. Misalnya, ada beberapa buah gong digantungkan pada sebuah gayor - pada gamelan Jawa tempat menggantungkan gong bernama gayor -  dengan nada berbeda, dan gantungkan pula gong yang nadanya sama dengan salah satu gong tersebut, misalnya gong yang bernada 2 (ro/loro) dengan jarak agak berjauhan, atau terhalang dengan gong yang bernada beda, misalnya nada 1 (ji/siji) atau 3 (lu/telu). Jika gong A (bernada 2/loro)  kita pukul maka gong B (juga bernada 2/loro) akan ikut bergetar meskipun terhalang oleh gong yang bernada 1 (ji/siji). Dan, meskipun gong bernada 1 dan gong bernada 3 lebih dekat posisinya,  tidak akan ikut bergetar lantaran nadanya berbeda.

[caption id="attachment_311286" align="aligncenter" width="500" caption="Demung. dok.pri"]

1402842734952406795
1402842734952406795
[/caption]

Pukul wilahan yang bernada 2 (loro) maka wilahan lain yang bernada sama meski oktaf  berbeda, akan ikut bergetar. Itulah resonansi.

Contoh yang lain proses terjadinya resonansi adalah antara pemancar radio, istilah tekniknya TX (transmitter) dan pesawat radio atau RX (receiver). Meskipun radio dihidupkan dekat dengan pemancar - bila perlu letakkan tepat dibawah antena pemancar - , jika frekuensi radio tersebut tidak sama dengan frekwensi pemancar, maka radio tidak akan bisa menerima atau menangkap siaran dari pemancar tersebut, misalnya transmitter memancarkan gelombang MW (middle wave) pada frekuensi 600 kHz, sedangkan receiver di setel pada gelombang SW (short wave) frekuensi 1,6 MHz.

[caption id="attachment_311350" align="aligncenter" width="500" caption="TX-RX edit.prib"]

1402889684364422557
1402889684364422557
[/caption]

Saya akan memberi contoh yang lain, apakah ini bisa disebut sebagai proses resonansi juga? Mohon tidak  dipolitisasi.

Dua tahun yang lalu, saya menonton sebuah acara berita pada stasiun televisi. Saat itu ada seorang walikota, ya Walikota Solo Joko Widodo yang dicibir oleh Gubernur Bibit Waluyo, karena mengapresiasi hasil karya Siswa SMK. Seharusnya Pak Gubernur bukan mencibir tapi mendorong atau memotivasi agar putra-putra bangsa semakin aktif berkreasi dan berinovasi, bukan malah mematahkan semangat dengan cibiran. Kalau takut tersaingi, ya tingkatkan prestasi sebagai Kepala daerah. Toh yang dilakukan oleh Joko Widodo waktu itu bukan perbuatan yang tidak terpuji atau melanggar hukum.

Cibiran Pak Gubernur yang sangat menyakitkan, dan hingga saat ini masih membekas di memori saya adalah“Awas (mobilnya) nabrak kebo dijalan”. Setelah itu kok ada getaran aneh pada diri saya, jantung saya berdegup kencang. Yang dicibir Jokowi, kok saya ikut merasakan sedih dan nelangsa. Langsung saya simpati pada Jokowi, dan merasa kesal pada Pak Gubernur Bibit Waluyo. Lho apa hubungannya dengan saya? Untuk melampiaskan kekesalan saya pada (cibiran) Pak Gubernur itu saya buat sebuah tulisan 12 Kebo Ditabrak Jokowi”. Apakah getaran ini bisa disebut sebagai resonansi? Karena frekwensi Jokowi sama dengan frekwensi saya? Sehingga bisa menggetarkan jiwa saya? Ah, bodoh!

Ya, mungkin saya bodoh atau istilah anak sekarang lebay. Bagaimana tidak bodoh?, kenal saja tidak, bertemu belum pernah, tempat tinggal saya diseberang lautan, jaraknya mungkin ribuan kilometer. Dan bagi saya sebetulnya tidak ada untung-ruginya atas kejadian itu, kenapa saya peduli akan hal itu?

Bukan hanya berhenti disitu, ternyata getaran itu semakin menjadi-jadi, sinyalnya semakin melumatkan logika berfikir pada umumnya manakala Walikota Solo itu mencalonkan diri menjadi Gubernur DKI bersama Ahok dan dikeroyok oleh beberapa gabungan partai yang akan menjegalnya. Berbagai sindiran, cibiran dan fitnahan deras menghujani  Jokowi. Dan akhirnya saya pun  terharu bangga dan ikut bahagia karena Jokowi terpilih sebagai Gubernur DKI Jakarta. Bodoh? Ya, saya akui saya guobloog!

Setelah melihat kinerja Jokowi belum sampai 2 tahun menjadi Gubernur DKI, dengan cara yang  sangat berbeda dengan Kepala Daerah lain, dan hasil kerjanya yang patut dibanggakan, saya pernah bergumam sendiri “Jika Jokowi menjadi presiden, mungkin Indonesia akan cepat maju dan bebas dari korupsi”. Mimpi?, ya mungkin saya sedang bermimpi.

Ternyata saya bermimpi tidak sendiri, banyak rakyat yang berharap Jokowi memimpin negeri ini. Dengan ketulusan, kejujuran, kegigihan, dan kesederhanaannya Jokowi memang layak menjadi panutan dan tauladan. Jokowi tidak seperti yang disebut-sebut oleh pembencinya. Jokowi  ya Jokowi, hanya manusia biasa seperti kita, punya kekurangan punya kelebihan dan bisa salah juga. Akan tetapi Jokowi meski belum maksimal telah menunjukkan prestasi dari dua periode menjadi Walikota Solo hingga menjadi Gubernur DKI. Ada pepatah Jawa mengatakan “Bathok Bolu Isi Madu” Meskipun secara fisik kerempeng wajah ndeso, tapi baik budinya, santun tutur katanya, tidak pendendam dan kebak madu (ilmu).

Jadi,  saya simpati dan mendukung capres Jokowi bukan anut grubyug tanpa rembug (ikut-ikutan tanpa arah). Benar-benar dari hati, terserah orang mau bilang apa.  Mungkin karena ada kesamaan frekwensi, ada kesamaan nada, sehingga getaran yang dipancarkan oleh transmitter aura Jokowi beresonansi pada receiver harapan kami bangsa Indonesia.

Dan saya semakin mantap lantaran dibelakang Jokowi banyak orang-orang yang memiliki frekwensi  sama, memiliki nada yang sama. Diantaranya Ada Anies Baswedan, ada Dahlan Iskan, Khofifah Indar Parawansa dan masih banyak lagi orang-orang baik dan bersih lainnya.

Semoga resonansi transmitter Jokowi menggetarkan receiver seluruh nusantara.

Pukul wilahan yang bernada 2 (loro) maka wilahan lain yang bernada sama meski oktaf  berbeda, akan ikut bergetar. Itulah resonansi.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun