[caption id="attachment_350007" align="aligncenter" width="640" caption="Merkurium untuk mengikat debu-debu emas."][/caption]
Tetangga saya ada yang pernah berprofesi sebagai penambang emas tradisional. Bukan profesi tapi hanya coba-coba ikut tren lantaran tergiur oleh rekan-rekannya yang penghasilannya jutaan rupiah, lebih besar dibanding dengan bertani.
Menjadi penambang dibutuhkan nyali besar, tenaga ekstra dan mental baja untuk menaklukkan bongkahan bebatuan keras. Selain harus mempunyai modal besar—sebelum berhasil—yang tak kalah pentingnya adalah modal keberanian.
Setelah mendapatkan tanda-tanda bahwa disuatu tempat tertentu itu bebatuannya mengandung emas—penambang profesional bisa membedakan jenis bebatuan yang tidak dan mengandung emas—maka dimulailah menggali lubang secara vertikal—biasanya bisa puluhan meter dalamnya—dan membuat galian secara horisontal juga pada dinding sumur.
Bongkahan batu yang telah didapatkan lantas dikerek atau dikatrol dengan menggunakan katrol sederhana agar sampai ke atas. Kemudian batu-batu itu dibawa pulang untuk digerus atau digelondong menjadi tepung batu. Alat penghancur atau penggerus batu itu disebut gelondong.
Ternyata untuk mendapatkan sebutir emas saja, selain berat prosesnya juga panjang. Setelah batu-batu itu menjadi tepung, pekerjaan selanjutnya melarutkan dengan air pada saluran yang telah dilapisi karpet. Karpet berfungsi sebagai perangkap debu-debu emas atau logam berat lainnya. Selanjutnya debu atau lumpur yang lengket pada karpet dicuci pada sebuah wadah. Kemudian diendapkan dan airnya dibuang.
Selesai? Belum, masih ada satu tindakan lagi yang harus dikerjakan oleh penambang yakni mendulang. Untuk memisahkan lumpur dengan emas diperlukan suatu bahan yang sering disebut air raksa atau merkurium (mercury). Terkadang magnet juga diperlukan untuk menarik molekul-molekul besi agar tidak bercampur dengan debu emas.
Proses terakhir inilah yang sangat mendebarkan penambang. Apakah pekerjaan yang penuh resiko beberapa hari atau minggu bahkan bulan itu berhasil? Belum tentu. Terkadang jika sedang apes, satu grampun tak mereka dapatkan. Namun manakala sedang bernasib baik, mereka bisa mendapatkan puluhan bahkan ratusan gram emas mentah.
Apa? Tulisan ini tidak sesuai dengan judulnya? Judulnya Jokowi kok larinya ke penambang emas?
Saya hanya mengibaratkan Jokowi memberantas korupsi bagaikan penambang emas. Untuk sekadar mendapatkan debu-debu emas saja prosesnya panjang, melelahkan dan penuh resiko.
Mereka (para koruptor) bukanlah batu. Kalau batu meskipun sekeras apapun masih bisa dihancurkan dengan mesin penggelondong, sedangkan mereka tak hanya mengelak dan berkelit, terkadang justru melakukan serangan balik, bahkan merekapun berani melawan dan merekayasa hukum.
Hati-hati Pak Jokowi, orang-orang yang tidak suka dengan perubahan mengintai Bapak dari segala penjuru.
Kinilah saatnya Bapak Jokowi menjadi “merkurium”, memisahkan “emas” dari cadas-cadas koruptor.
Save KPK, Save POLRI, Save Presiden, Save INDONESIA!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H