Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Terlalu Banyak Pahlawan Perempuan, Bukan Hanya Kartini

21 April 2014   15:58 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:24 1653
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1398045342958322685

[caption id="attachment_332571" align="aligncenter" width="204" caption="ilustrasi : www.sevenmomentum.blogspot.com"][/caption]

Hari Kartini lagi. Saya selalu teringat tulisan Tiar Anwar Bahtiar, MA, “Mengapa Harus Kartini?” yang pernah dipublikasikan di Republika beberapa tahun silam, juga tulisan Widi Astuti, “Tak Hanya Kartini”. Tulisan Tiar dan Widi tersebut tidak bermaksud menggugat kiprah perjuangan Kartini yang selalu diperingati tiap tanggal 21 April oleh bangsa Indonesia. Namun lebih merupakan upaya meletakkan segala sesuatu secara proporsional. Agar peringatan Hari Kartini diposisikan secara lebih akademis.

Demikian pula sudah sangat banyak tulisan yang mencoba “mengkritisi” peringatan Hari Kartini dalam konteks : seakan-akan hanya Kartini perempuan hebat dalam sejarah Indonesia. Padahal kenyataannya dalam sepanjang sejarah Nusantara, bertebaranlah para perempuan hebat yang tidak kalah heroik dengan Kartini.

Perjuangan Kartini kita kenal tertuang dalam buku yang memuat surat-surat Kartini kepada sahabat-sahabatnya di Eropa, Door Duisternis tot Licht, yang oleh Armijn Pane diterjemahkan menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang. Buku ini diterbitkan semasa era Politik Etis oleh Menteri Pengajaran, Ibadah, dan Kerajinan Hindia Belanda Mr. J.H. Abendanon tahun 1911.

Buku ini dianggap sebagai pemikiran besar yang layak menempatkan Kartini sebagai orang yang sangat berpikiran maju pada zamannya. Konon, saat itu, tidak ada wanita yang berpikiran sekritis dan semaju itu. Benarkah klaim ini? Klaim yang selalu diajarkan di semua sekolah kita setiap memperingati Hari Kartini.

Berikut ini adalah cuplikan dari tulisan Tiar Anwar Bahtiar, MA dan tulisan Widi Astuti, ditambah beberapa data dari referensi lain.

Ada Banyak Perempuan Hebat dalam Sejarah Indonesia

Beberapa sejarawan sudah lama mengajukan bukti bahwa klaim semacam itu tidak tepat. Ada banyak perempuan yang berpikiran sangat maju. Sebut saja Dewi Sartika di Bandung, Rohana Kudus di Padang, dan Siti Aisyah We Tenriolle di Sulawesi Selatan, Malahayati di Aceh dan lain sebagainya. Para perempuan ini pemikiran dan kisah perjuangannya memang tidak banyak dipublikasikan. Tapi yang mereka lakukan tidak kurang heroik dari yang dilakukan Kartini.

Kita ingat Sekolah Kartini baru berhasil didirikan tahun 1915, setelah 11 tahun dari wafatnya Kartini. Bisa dikatakan Kartini belum berhasil mewujudkan cita-cita besarnya saat masih hidup. Kedua adiknya --yaitu Kardinah dan Rukmini-- dibantu oleh TH Van Deventer serta JH. Abendanon yang mewujudkan mimpi-mimpi Kartini melalui Yayasan Kartini. Berbeda dengan Rohana Kudus. Ia berhasil mendirikan Sekolah Kerajinan Amal Setia di tahun 1911 ketika Rohana berusia 27 tahun.

Rohana Kudus (1884-1972) hidup sezaman dengan Kartini, usianya lebih muda lima tahun. Ketika Kartini mencetuskan ide-ide perjuangannya melalui korespondensi surat dengan para sahabat Belandanya, maka Rohana mengeluarkan ide-ide perjuangannya melalui koran yang ia pimpin.

Rohana Kudus mendirikan Sekolah Kerajinan Amai Setia (1911) dan Rohana School (1916). Selain itu ia menjadi jurnalis sejak di Koto Gadang sampai saat ia mengungsi ke Medan. Ia tercatat sebagai jurnalis perempuan pertama di negeri ini. Rohana Kudus menyebarkan idenya melalui koran-koran yang ia terbitkan sendiri sejak dari Sunting Melayu (Koto Gadang, 1912), Wanita Bergerak (Padang), Radio (padang), hingga Cahaya Sumatera (Medan).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun