Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sikap Hidup Jauh Lebih Penting daripada Sarana Hidup

14 Februari 2012   05:06 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:41 941
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1329195833609690000

[caption id="attachment_170907" align="aligncenter" width="337" caption="hirotada ototake / Google"][/caption]

Terus terang, kalimat yang saya gunakan sebagai judul tulisan di atas, sangat menginspirasi saya. Pada kenyataannya, teramat banyak orang normal, memiliki kelengkapan anggota tubuh, memiliki kekayaan, namun tidak menemukan kebahagiaan. Mereka berada dalam suasana yang penuh penderitaan dan merasakan kesedihan berkepanjangan, karena menyesali banyak hal yang tidak dimilikinya.

Sementara ada sangat banyak pula orang-orang yang memiliki keterbatasan anggota tubuh, memiliki keterbatasan materi, namun menemukan banyak kebahagiaan dalam kehidupan. Mereka mampu mensyukuri apa yang mereka miliki, dan bersabar atas segala hal yang tidak mereka miliki. Mereka mampu berpikir positif dan berjiwa besar, sehingga mampu mengalahkan segala rintangan kehidupan.

Banyak orang cacat yang awalnya memiliki sikap pesimistis dan menyerah, namun setelah mereka mampu bersikap positif dalam kehidupan, ternyata membuat mereka menjadi orang-orang sukses yang memberi motivasi dan inspirasi dunia. Memang benar mereka memiliki keterbatasan sarana hidup, seperti tidak memiliki kaki atau tangan, tidak memiliki pendengaran dan penglihatan, namun sikap hidup yang positif membuat mereka memiliki dunia yang tidak terbatas.

Sikap Positif Menghantarkan Mereka Menggapai Sukses

Ada banyak keterbatasan pada seorang Helen Keller yang lahir sebagai anak normal dan sehat di Tuscumbia, Alabama, Amerika serikat pada 27 Juni 1880. Penyakit menimpa Helen Keller pada saat berumur 19 bulan, membuat ia menderita tuli dan buta sebelum ia mengetahui cara membaca dan menulis. Dengan bantuan guru Sullivan, ia tumbuh menjadi orang yang mampu membaca huruf latin timbul, menulis, bahkan berbicara. Menyelesaikan pendidikan hingga Akademi, dan mendapatkan gelar Doktor HC dari berbagai Perguruan Tinggi ternama dunia. Buta dan tuli tidak menghalanginya berprestasi mendunia.

Kita juga mengenal komposer dunia, Ludwig Von Beethoven (1770 – 1827). Sebagian besar karya Beethoven justru muncul ketika ia menjadi tuli. Beethoven muda begitu bersemangat menggubah karya-karyannya yang mulai terkenal. Akan tetapi karena sebab yang tidak jelas, di usia dua puluh tahunan pendengarannya berangsur angsur menghilang, sampai akhirnya di usinya ke-40  tahun ia mengalami tuli total. Ia sempat putus asa bahkan berpikir untuk bunuh diri. Tetapi akhirnya ia memutuskan untuk tetap berkarya betapapun sulitnya. Terkadang ia menempelkan telinganya ke piano agar tetap terasa getarannya. Dalam keadaan tuli, ia menghasilkan berbagai karya besar. Sulit dibayangkan, orang tuli bisa menciptakan lagu.

Hee Ah Lee lahir di Korea Selatan pada 9 Juli 1985, dengan kedua tangan menderita lobster claw syndrom di mana masing-masing tangannya hanya memiliki dua jari yang bentuknya mirip capit udang. Selain itu, kedua kakinya hanya sampai batas lutut. Yang lebih menyedihkan, Hee Ah Lee juga mengalami keterbelakangan mental. Melalui perjuangan amat berat dan penuh air mata, Hee Ah Lee berlatih piano setiap hari. Kadang-kadang untuk memainkan sebuah lagu, dia memerlukan waktu satu tahun. Malah untuk memainkan salah satu karya Chopin, dia berlatih sekitar lima sampai sepuluh jam setiap hari selama lima tahun. Hanya untuk satu buah lagu ! Kini ia keliling dunia memainkan piano, hanya dengan dua jari di setiap tangan dan kaki sebatas lutut. Cacat tidak menghalanginya keliling dunia.

Nicholas James Vujicic lahir tanpa dua tangan dan dua kaki karena gangguan tetra-amelia langka, pada 4 Desember 1982. Nick Vujicic belajar di Universitas dan lulus dengan baik. Ia mulai perjalanan sebagai seorang pembicara motivasi. Ia telah berbicara kepada lebih dari tiga juta orang, di lebih dari 24 negara di lima benua. Buku pertamanya berjudul “Life Without Limits”. Ia muncul dalam film pendek "The Circus Butterfly" yang memenangkan Doorpost Film Project's tahun 2009, dan penghargaan Film Pendek Terbaik dan Aktor terbaik di Method Fest Film Festival; juga memenangkan Film Pendek Terbaik di Feel Good Film Festival di Hollywood pada tahun 2010. “No Arms, No Legs, No Worries”, kata Nick.

Jessica Cox adalah seorang perempuan keturunan Filipina – Amerika, yang terlahir tanpa kedua lengan. Namun ia bisa berkegiatan normal seperti orang pada umumnya, bahkan memiliki berbagai kelebihan. Dinobatkan sebagai orang pertama tanpa lengan yang mendapatkan sabuk hitam dari American Tae Kwon-Do Association, ia bahkan dapat menerbangkan pesawat dengan kaki. "Aku yakin bahwa bagaimana kita bereaksi memiliki dampak yang besar di hidup kita dibandingkan batasan fisik kita," kata Jessica. “Kecacatan tidak seharusnya berdiri di jalan menuju sukses. Tidak ada halangan (bagi orang cacat) untuk menjadi sukses," ungkap Jessica.

Hirotada Ototake dilahirkan Jepang pada 6 April 1976 dalam kondisi menderita tetra-melia, suatu kelainan bawaan yang membuatnya hampir tidak memiliki tangan dan kaki. Oto rajin menulis dengan pangkal lengannya, mengikuti lomba maraton di sekolah, bahkan menjadi anggota tim basket sejak sekolah SMP. Sikap hidup Oto yang positif membuatnya meraih sukses dan merasakan kebahagiaan. Oto telah menjadi motivator dunia yang sering menghadiri undangan dari berbagai negara. Buku yang ditulis Oto, berjudul “No One’s Perfect”, berhasil menjadi buku best seller.

Xu Yuehua adalah seorang gadis kecil yang normal seperti teman-temannya. Sampai pada suatu kecelakaan, ia kehilangan kedua kakinya pada usia 13 tahun. Dengan keterbatasan fisiknya, ia menikmati pekerjaan di Xiangtan Social Welfare House sebagai pengasuh anak-anak yatim piatu. Ia telah menghabiskan waktu lebih dari 37 tahun untuk merawat anak-anak yatim piatu di lembaga kemanusiaan ini, dan sudah lebih dari 130 anak yang diasuh dengan penuh kasih sayang oleh Xu. Dengan fisik yang terbatas, ia memberikan kemanfaatan bagi orang lain.

Mereka Mendapatkan Kebahagiaan

Masih banyak orang-orang cacat yang mampu menghasilkan karya tingkat dunia. Dengan berbagai keterbatasan yang mereka miliki, sangat banyak hal bisa mereka lakukan untuk memberikan kemanfaatan bagi orang lain. Benarlah kata Hirotada Ototake, “Beberapa orang dilahirkan dalam keadaan utuh tetapi kemudian menyesali kehidupannya. Beberapa orang, yang sekalipun dilahirkan tanpa tangan dan kaki, menjalani hidupnya di dunia ini tanpa memedulikannya sama sekali. Kondisi cacat tidak ada hubungannya sama sekali dengan kebahagian”.

Mereka mendapatkan kebahagiaan, karena sikap hidup yang positif.

Selamat siang, selamat beraktivitas. Salam Kompasiana.

http://cahyadi-takariawan.web.id/?p=2150

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun