Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Setia Tanpa Batas Masa

3 Maret 2015   17:10 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:14 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1425352096128095534

[caption id="attachment_400579" align="aligncenter" width="450" caption="ilustrasi : www.mahmudshah.wordpress.com"][/caption]

Salah satu karakter istri salihah adalah mampu menjadi motivasi dan inspirasi bagi suami. Di kala suami terpuruk, istri salihah akan memberikan semangat dan harapan. Di saat suami mengalami sakit, istri salihah menjadi motivasi dan inspirasi kesembuhan. Di saat suami mengalami kegagalan, istri salihah mampu membakar semangat untuk bangkit menggapai keberhasilan. Di saat suami sudah lemah tidak berdaya, istri salihah tetap setia menemaninya.

Dalam sepanjang sejarah kemanusiaan, kita mengenal seorang istri yang istri luar biasa tangguh. Ia betah dan telaten menjaga serta merawat suami yang terkena penyakit menular dan berbau. Sedemikian parah kondisi sakitnya, sampai tidak ada orang lain yang mau mendekatinya.Bahkan saudara sendiripun tidak ada yang mau mendekati dan merawatnya. Karena sakit yang sedemikian parah, sang suami kehilangan seluruh hartanya hingga jatuh miskin. Sudah sakit parah, berbau, menular dan jatuh miskin. Lengkap sudah penderitaan suami. Media online islamedia memuat kisah selengkapnya sebagai berikut.

Menemani Suami yang Sakit Menular dan Berbau Busuk

Lelaki salih itu bernama Ayyub, ia adalah seorang Nabi. Pada mulanya, Nabi Ayyub hidup penuh kemuliaan dan kekayaan. Ayyub memiliki tanah yang luas di daerah Huran, harta kekayaannya melimpah ruah, binatang ternaknya pun banyak. Karena kondisi ekonomi dan kebaikan Ayyub, menjadikan masyarakat sangat hormat kepada beliau. Namun pada suatu hari Allah mengujinya. Tiba-tiba tubuh Ayyub dipenuhi penyakit, hingga tak ada lagi yang sehat kecuali lisan, akal dan hatinya. Beliau hanya bisa beribadah, berdoa, berdzikir, dan sudah tidak mampu bekerja dan beraktivitas seperti biasanya.

Semenjak beliau jatuh sakit, masyarakat yang tadinya hormat dan dekat dengan Ayyub, perlahan mulai menjauh. Mereka merasa jijik melihat tubuh Ayyub yang berbau. Setelah berkembang isu bahwa penyakit Ayyub bersifat menular, akhirnya mereka tega mengusir Ayyub beserta keluarganya. Sebuah keluarga terpandang dan dermawan, harus pergi meninggalkan kampung halaman karena diusir oleh masyarakat yang dulu sangat mengormatinya.

Kini Ayyub beserta istri dan sembilan anak perempuannya mulai tinggal di pengasingan. Hari demi hari, hartanya semakin berkurang, bahkan akhirnya habis. Dalam suasana kesedihan tersebut, seorang anak perempuan Ayyub tertular penyakit. Ia menderita sakit persis seperti ayahnya. Makin lama bertambah parah, hingga ia meninggal dunia. Tentu saja Ayyub dan sang istri sangat berduka cita. Musibah belum usai. Allah sangat sayang kepada keluarga Ayyub hingga berkenan menguji mereka dengan bertubi-tubi. Tak lama kemudian, anak yang lain menyusul sakit. Ia tertular penyakit yangsemakin parah, sampai akhirnya meninggal dunia. Demikian satu per satu anak-anak Ayyub menghadap Allah karena tertular penyakit yang sama dengan ayahnya. Sembilan anak perempuan itu kini tidak ada yang tersisa.

Menghadapi Musibah Berdua

Di tempat pengasingan, tinggallah Ayyub dan sang istri yang amat setia. Sembilan anak telah tiada, harta benda sudah habis tanpa sisa. Luar biasa, istri Ayyub memang perempuan yang sangat tangguh dan sangat baik akhlaknya. Ia tidak tertular penyakit ini sehingga bisa menjaga dan merawat Ayyub setiap harinya.

Andai diungkapkan dengan kata-kata, mungkin ungkapan yang paling tepat untuk menggambarkan kondisi istri Nabi Ayyub itu adalah, “Aku akan terus bersamamu, seperti apapun kondisimu”. Karena ia yakin ini semua ujian dari Allah yang akan sanggup mereka hadapi bersama. Tinggal di pengasingan, tanpa tetangga, tanpa saudara, tanpa harta benda. Sungguh ujian hidup yang sangat berat.

Masalah berat berikutnya adalah bagaimana mereka berdua bertahan hidup? Tidak ada lagi harta yang mereka miliki, bahan makanan pun sudah tidak ada di rumah mereka. Mau idak mau, sang istri harus keluar rumah untuk bekerja demi menyambung hidup. Dengan seizin sang suami, ia keluar rumah mendatangi masyarakat untuk menawarkan tenaga. Istri Ayyub yang terbiasa hidup dalam suasana serba berkecukupan, harus menjadi pembantu rumah tangga. Tentu ini sesuatu yang sangat berat dirasakan oleh jiwanya, namun ia tidak memiliki pilihan lain. Dari pekerjaan berat sang istri, mereka berdua bisa mendapatkan makanan untuk kehidupan sehari-hari.

Pernah suatu ketika, istri Ayyub meminta beliau untuk berdoa memohon kesembuhan dari Allah. “Wahai suamiku, berdoalah kepada Allah. Jika engkau meminta kesembuhan, pasti Allah menyembuhkanmu,” pinta sang istri.

“Wahai istriku, sungguh aku malu kepada Allah jika harus meminta kesembuhan dari sakit ini. Kita telah hidup kaya, sehat dan bahagia selama 70 tahun, sedangkan ujian ini baru 7 tahun. Mengapa aku tidak bersabar atas ujianNya…” jawab Ayyub tegar.

Kisah sedih keluarga Ayyub belum berakhir. Pada suatu hari, orang-orang baru sadar dan mengetahui bahwa ia adalah istri Ayyub. Dengan alasan khawatir ia menularkan penyakit Ayyub, orang-orang mulai menolaknya. Istri Ayyub tidak lagi bisa bekerja menjadi pembantu. Tidak ada warga masyarakat yang merasa kasihan kepadanya, dan tidak ada yang mau menampung serta memberikan pekerjaan kepadanya. Istri Ayyub bertambah sedih, namun ia tetap tegar dan berpikir keras mencari cara untuk mendapatkan makanan.

Ayyub mengetahui istrinya tak lagi bekerja, karena ia sudah tidak lagi meminta ijin untuk berangkat bekerja. Namun Ayyub merasa heran, beberapa hari ini ia tetap mendapatkan makanan. Ayyub bertanya, dari mana sang istrimendapatkan makanan itu. Sang istri membuka kerudung penutup kepalanya. Betapa terkejut Ayyub, saat menyaksikan sang istri sudah tidak memiliki rambut. Kepalanya gundul tanpa rambut.

“Maafkan aku, wahai suamiku. Kita memerlukan makanan, sedangkan aku tidak bisa lagi bekerja karena orang-orang takut tertular penyakitmu. Maka terpaksa akugunting rambutku, kemudian akujual kepada anak-anak bangsawan yang ingin memiliki rambut panjang. Beberapa kali terpaksa akulakukan itu, untuk mendapatkan makanan. Namun kini rambutku telah habis”, ungkap sang istri.

Sesungguhnya Nabi Ayyub memiliki dua orang saudara. Beberapa kali saudara ini datang untuk menjenguk, namun mereka tidak mau mendekat karena jijik dengan penyakit dan bau Ayyub. Mereka juga tidak mau membantu kesulitan hidup keluarga Ayyub. Hanya sang istri yang mau mendekat dan merawat Ayyub.

Sesudah Kesulitan Ada Kemudahan

Namun di saat kesedihan itu sudah sedemikian berat dan memuncak, di saat itulah Ayyub berdoa, yang diabadikan Allah dalam surat Al Anbiya’ ayat 83. “Inni massaniyadh dhurru wa anta arhamur raahimiin. Wahai Tuhanku, aku tersentuh musibah, sedangkan Engkau Maha Penyayang di antara semua penyayang”. Ayyub adalah Nabi yang sangat lembut hatinya. Doa beliau sangat singkat, tidak bersifat peremintaan, hanya mengadu kepada-Nya.

Alhamdulillah, Allah mengabulkan doa Ayyub. Ia sembuh dan sehat kembali seperti semula. Bahkan Allah membuatnya kembali kaya raya. Dari istri yang setia itu, Allah kembali memberikan sembilan anak perempuan. Subhanallah. Berkat doa Nabi Ayyub disertai kesetiaan sang istri yang luar biasa, mereka mendapatkan kebahagiaan dalam kehidupan.

Kisah kesetiaan istri Nabi Ayyub dalam merawat, menjaga, mengurus dan menemani sang suami dalam kondisi yang sangat kritis itu, benar-benar luar biasa. Tidak terbayang bahwa kisah nyata itu bisa dicontoh oleh manusia zaman modern saat ini. Namun istri salihah selalu berusaha untuk mewujudkannya. Menjadi motivasi dan inspirasi bagi suami di saat suami menghadapi musibah. Menjadi penguat dan penyejuk hati suami di saat suami terkucilkan dan terbuang.

Bahan Bacaan :

http://www.islamedia.co/2014/09/inilah-kisah-kesetiaan-seorang-istri-7.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun