[caption id="attachment_163787" align="aligncenter" width="614" caption="gambar pinjam Google"] [/caption]
Malam semakin larut. Saya menengok jam, hampir menunjukkan angka dua dini hari. Namun saya merasa hanyut dalam samudera yang dalam. Sebuah tulisan lancar mengalir, dari seorang ulama kontemporer, Dr. Ahmad Farid, telah menghanyutkan saya. Buku itu berjudul Al Bahrur Ra’iq fiz Zuhdi war Raqa’iq (Samudera yang Dalam dari Zuhud dan Pekerti Luhur). Samudera dalam yang amat kaya dengan mutiara hikmah, membuat saya tak jemu menyelam pada ujung kedalamannya.
Buku itu bertutur secara mendalam tentang hati, dan bagaimana menjaganya agar tidak terkotori. Bagian demi bagian memberikan pengingatan yang sangat berharaga bagi kita yang sering dibuat lelah mengejar dunia.
Hati laksana sebuah cermin, kata Imam Ghazali. Hati yang bersih laksana cermin yang jernih sehingga memudahkan seseorang untuk mengaca diri: adakah cacat di tubuhnya. Hati yang kotor laksana cermin yang buram dan kusam, membuat seseorang sulit mengaca atau bahkan tidak tahu lagi rupa diri apakah ada cacat di tubuhnya.
Dr. Ahmad Farid menuturkan, bila seseorang sudah tidak tahu lagi siapa dirinya, tidak tahu cacat di wajahnya, maka dia sudah tidak lagi mempunyai rasa malu. Merasa dirinya sudah sempurna dan tidak ada tempat lagi untuk mempertimbangkan semua sepak terjang yang dilakukannya. Rusaklah semua aktivitasnya, kotor semua amalnya dan dia bisa bersikap sebagaimana binatang, bahkan lebih sesat darinya.
"Ingatlah bahwa dalam jasad itu ada sekerat daging, jika ia baik, baiklah jasad seluruhnya. Dan jika ia rusak, maka rusaklah jasad seluruhnya. Sepotong daging itu adalah hati".
Ada kalanya hati kita sulit untuk diajak kepada kebaikan. Suatu saat dalam hati terbersit niat baik untuk melaksanakan perintah Allah swt dan menjauhi laranganNya, tetapi terasa begitu berat dan melelahkan untuk merealisasikannya. Kemudian kembali lagi kepada kelalaian dan kesia-siaan, meskipun terkadang diiringi rasa penyesalan yang dalam. Namun kemudian, kelalaian itu terulang lagi, terulang lagi dan selalu terulang.
Jika kondisi sudah sedemikian ini, maka sudah saatnya hati untuk dibersihkan. Jangan lagi menunggu lain waktu, karena keburukan sudah siap untuk menerkam kita ke dalam pelukannya.
"Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya".
Dr. Ahmad Farid menggambarkan hati bagi anggota badan ibarat raja yang mengendalikan seluruh prajurit. Apa pun yang ke luar dari anggota badan adalah hasil instruksi hati sehingga hati bisa mempergunakan anggota badan kepada sesuatu yang dikehendakinya. Darinya, anggota badan akan lurus dan tersesat. Anggota badan pun akan mengikuti tekad yang telah diikat atau dilepaskan oleh hati.
Hati ibarat raja bagi anggota badan sehingga anggota badan melaksanakan apa yang diinstruksikan hati. Ia menerima bimbingan yang datang dari hati. Amal perbuatannya tidak akan lurus sebelum ia ke luar dari tujuan dan niat hati. Hati bertanggung jawab atas semua amal perbuatan anggota tubuh. Karena setiap pemimpin bertanggung jawab atas kepemimpinannya.
Oleh karena itu, perhatian terhadap hati yang sehat dan bersih adalah sesuatu yang penting dalam kehidupan. Menurut Dr. Ahmad Farid, iblis menyadari bahwa hati adalah tempat bergantungnya segala perbuatan dari anggota badan manusia. Karenanya, ia berusaha meniupkan rasa was-was ke dalam hati. Ia menyodorkan ke hadapan hati berbagai macam syahwat, dan memperindah segala tingkah laku dan perbuatan yang dapat menghambat hati menuju jalan yang benar dan lurus. Ia berusaha mengisi hati dengan hal-hal yang dapat menyebabkan tersesat, dan membuat terpental dari jalan hidayah.
Ia memasang jala dan tali di hadapan hati. Kalaulah hati seseorang bisa selamat atau terhindar dari jatuh terperosok ke dalamnya, maka iblis tetap memasang perangkap lainnya sehingga orang itu tidak akan dapat selamat dari semua jala dan tipu dayanya. Upaya iblis akan gagal apabila orang yang dibujuknya senantiasa memohon pertolongan Allah dan berusaha mencari faktor-faktor yang mendatangkan keridhaanNya.
Milikilah hati yang selalu berusaha menyerahkan diri secara totalitas kepada Tuhan dalam setiap gerak dan diamnya. Dengan itu hati akan menjadi bersih dan lurus, terhindar dari ketertipuan, kesesatan dan kejahatan.
Semoga Allah berkenan menjaga dan membersihkan hati kita dari segala kekotoran. Amin.
nDalem Mertosanan, 15 Januari 2012
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H