Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengungkapkan Emosi dengan Positif Kepada Pasangan

13 Februari 2014   08:09 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:53 2766
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1392255569662790977

[caption id="attachment_322288" align="alignnone" width="653" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption]

Dalam kehidupan keluarga, suami dan istri kadang saling menyalahkan satu sama lain, ketika berada pada situasi ketidaknyamanan hubungan. Ketika satu pihak merasa tidak suka dengan ucapan atau perbuatan pasangan, apalagi ketika hal itu terjadi berulang-ulang, maka muncullah ungkapan menyalahkan dan menuduh pasangan. Pada titik itu, yang terjadi adalah pengungkapan perasaan atau emosi dengan menyalurkan kepada pasangan.

Satu sisi, mengungkapkan emosi itu adalah bagian dari penyaluran energi yang akan menyebabkan perasaan menjadi lebih lapang, karena telah melepaskan beban yang selama ini dirasakan menghimpit hati. Namun di sisi lain, penyaluran emosi secara negatif justru memindahkan emosi tersebut kepada pasangan, sehingga alih-alih menyelesaikan masalah, yang terjadi justru bisa memperparah permasalahan. Atau bahkan menambah daftar masalah baru.

Luapan Emosi Negatif

Seperti apakah luapan emosi negatif itu? Coba perhatikan ungkapan-ungkapan berikut ini:

“Kamu selalu saja tidak mau mendengarkan omonganku”.

“Kamu egois. Kamu tidak pernah mengerti perasaanku”.

“Kamu tidak pernah berubah. Berapa kali aku bilang supaya kamu tidak bergaul dengan orang itu”.

“Dari dulu kamu selalu membuatku jengkel. Kamu lebih mementingkan fesbuk daripada aku”.

“Kamu memang keras kepala. Kamu selalu membantah keinginanku”.

“Kamu selalu menyakitiku. Aku tidak pernah bahagia menjadi istrimu”.

Kalimat-kalimat tersebut terucap dalam situasi emosi negatif. Ketika “berhasil” mengucapkan kalimat tersebut, suami atau istri merasakan “puas” karena telah menumpahkan emosinya kepada pasangan. Dengan tuduhan itu membuatnya sedikit merasa lebih baik atau merasa sedikit lebih nyaman, padahal sebenarnya yang terjadi adalah memindah emosi negatif tersebut kepada pasangan.

Seringkali, yang terjadi bukan perubahan pada diri pasangan menuju kondisi yang diharapkan. Bahkan itu hanya sekedar pelampiasan emosi sesaat dan hampir tidak ada perubahan yang bisa didapatkan dengan cara penumpahan emosi seperti itu.

Apa Tujuan Anda?

Ketika mengungkapkan emosi dengan kalimat-kalimat di atas, sebenarnya apa yang menjadi tujuan utama anda? Apakah anda ingin mengubah pasangan, atau melihat ada perubahan pada pasangan menuju kondisi yang lebih baik, ataukah sekedar ingin melampiaskan emosi dan kemarahan? Cobalah definisikan tujuan anda secara lebih baik.

Jika tujuan anda adalah memarahi pasangan dengan menumpahkan kalimat emosi seperti contoh di atas, maka anda sudah sukses setelah berhasil mengucapkannya. Anda merasa lega setelah berhasil memarahi pasangan. “Alhamdulillah, lega sekali perasaanku. Aku sudah berhasil memarahi pasanganku”.

Tapi lihatlah, adakah yang berubah dari pasangan? Hampir bisa dipastikan : tidak ada yang berubah darinya setelah anda marahi. Tidak ada orang berubah menjadi baik hanya karena dimarahi atau diomeli. Justru kemarahan atau omelan tersebut menambah masalah baru dalam hubungan anda dengan pasangan. Luapan emosi tersebut bisa menambah luka dan perasaan tersakiti atau tersinggung dari pasangan. Bukan menyelesaikan masalah, justru semakin memperparah kondisi.

Bukankah tujuan anda sebenarnya ingin melakukan perubahan? Anda ingin melihat perubahan pada pasangan anda menuju kondisi yang lebih baik seperti harapan anda? Jika memang tujuan anda adalah merubah sikap pasangan, maka ungkapkan emosi anda dengan cara yang positif. Jangan mengungkapkan dengan cara yang negatif.

Ingat, pemilihan kata dan kalimat sangat besar pengaruhnya dalam membuat perubahan pada pasangan.

Ungkapkan dengan Positif

Sekali lagi, pilihan kata-kata sangat penting dalam pengungkapan emosi. Jika diungkapkan secara negatif, yang terjadi hanyalah pemindahan emosi itu kepada pasangan dan bahkan bisa menimbulkan masalah baru. Semestinya, kita belajar mengungkapkan emosi dengan bahasa yang positif dan menghindari pengungkapan dengan bahasa negatif.

Untuk bisa mengungkapkan emosi dengan bahasa yang positif, kita harus cermat dalam pemilihan suasana jiwa dan pemilihan kosa kata. Beberapa petunjuk ini mudah-mudahan bermanfaat untuk melatih kita mampu mengungkapkan emosi secara positif.

1.Hindari Kata-kata yang Memastikan

Perhatikan contoh-contoh kalimat di atas. Pengungkapan emosi tampak dilakukan secara negatif, salah satunya adalah dengan menggunakan kata-kata yang bermakna “memastikan” secara negatif. Atau dalam kalimat lain, menggunakan kalimat pengingkaran secara pasti. Kata yang dimaksud adalah : “selalu” dan “tidak pernah”. Perhatikan dua contoh di atas:

Kalimat. “Kamu selalu saja tidak mau mendengarkan omonganku”, jelas-jelas memberikan kepastian secara negatif. Ini tentu saja tidak benar secara hakiki, karena kenyatannya ia pasti pernah mendengar omongan pasangan. Kata “selalu” menunjukkan suasana memastikan, dan sekaligus pengingkaran, seakan-akan ia tidak pernah mendengarkan omongan sama sekali. Ini berdampak menyinggung perasaan pasangan.

Kalimat, “Kamu egois. Kamu tidak pernah mengerti perasaanku”, juga memberikan pengingkaran atas realitas kebaikan pasangan. Tentu saja ia pernah mengerti perasaan anda, tetapi diingkari begitu saja. Ini berpotensi menyinggung perasaan pasangan yang dianggap tidak pernah mengerti.

2.Hindari Kata-kata Vonis

Kata-kata yang memvonis juga semestinya dihindari dalam pengungkapan emosi. Contoh-contoh kalimat diatas banyak menggunakan kata vonis, tentu ini akan sangat tidak mengenakkan bagi pasangan. Ia merasa diadili dan merasa dipojokkan dengan kata-kata vonis tersebut.

“Kamu egois”.

“Kamu tidak pernah berubah”.

“Kamu memang keras kepala”.

Kalimat di atas menggunakan vonis yang menyakitkan. Kondisinya tentu saja tidak selalu seperti itu, karena ada banyak hal yang melatarbelakangi setiap kejadiannya. Kalimat “Kamu egois”, itu memvonis pasangannya berlaku semau sendiri tanpa peduli dirinya. Padahal kondisi itu bisa jadi hanya dua atau tiga kali kejadian, situasi umumnya tidak seperti itu. Pasangannya sangat perhatian, hanya karena dua kali tampak tidak perhatian, lalu divonis sebagai egois. Ini tentu menyakitkan hati pasangan.

3.Hindari Awalan “Kamu”

Cobalah untuk tidak menggunakan kata awalan “kamu” dalam mengungkapkan emosi, karena itu langsung menyerang. Tapi gunakan kata “aku merasa” pada awalannya, agar yang tersentuh pertama kali adalah diri kita, bukan pasangan. Perhatikan contoh kalimat di atas:

“Kamu tidak pernah berubah. Berapa kali aku bilang supaya kamu tidak bergaul dengan orang itu”.

Kalimat itu pertama kali langsung menyerang pasangan : “Kamu”. Lebih baik jika anda mengungkapkan dengan :

“Aku merasa tidak nyaman kalau kamu sering bergaul dengan orang itu”.

Demikian juga kalimat berikut :

“Dari dulu kamu selalu membuatku jengkel. Kamu lebih mementingkan fesbuk daripada aku”.

Kalimat itu juga langsung menyerang pasangan dengan kata “kamu”. Cobalah mengungkapkan dengan kalimat “aku merasa” sebagai berikut:

“Aku merasa kamu sangat sibuk dengan fesbuk, sehingga engkau kurang memperhatikan aku”.

Penggunaan kalimat ini sangat penting untuk membuat suasana lebih nyaman. Pengungkapan emosi tetap terjadi, namun dalam bentuk yang lebih positif. Tanpa menyerang pasangan, tanpa memvonis dan lebih halus dirasakan.

Cobalah belajar mengungkapkan emosi dengan kalimat positif. Hasilnya akan berbeda dengan apabila menggunakan kalimat emosi secara negatif.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun