Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Konseling di Rumah Keluarga Indonesia

27 April 2012   21:50 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:01 1226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pagi ini saya berangkat ke Surabaya untuk memberikan Pembekalan Konselor Rumah Keluarga Indonesia (RKI) Propinsi Jawa Timur. Para konselor yang dikumpulkan oleh RKI untuk mendapatkan pembekalan ini adalah para relawan sosial yang akan diterjunkan ke masyarakat sebagai konselor, yang akan membantu masyarakat mengatasi persoalan keluarga.

Rumah Keluarga Indonesia (RKI) memandang persoalan keluarga semakin lama semakin banyak dan kompleks. Padahal keluarga adalah pondasi utama untuk memperbaiki masyarakat, bangsa dan negara. Oleh karena itu, harus ada upaya serius untuk memperkokoh ketahanan keluarga, dalam rangka menguatkan ketahanan nasional. Konseling merupakan salah satu kegiatan yang dihadirkan RKI yang bertujuan membantu masyarakat (kader dan umum) untuk mengoptimalkan kebahagiaan dalam keluarga mereka.

Apakah Konseling ?

Konseling adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang pembimbing (konselor) kepada seseorang konseli atau sekelompok konseli (klien, terbimbing) untuk mengatasi problemnya dengan jalan wawancara, dengan maksud agar klien atau sekelompok klien tersebut mengerti lebih jelas tentang problemnya sendiri dan mampu memecahkan problem sesuai dengan kemampuannya, dengan mempelajari saran-saran yang diterima dari Konselor.

Yang perlu kita ketahui, klien adalah klien dan bukan pasien. Klien hanyalah seseorang yang sedang tidak mampu menggunakan sumber daya yang dimiliki untuk menyelesaikan masalahnya dengan baik. Dia bukanlah orang yang sakit. Jika seseorang teridentifikasi mengalami sakit kejiwaan, maka yang diperlukan bukanlah konseling, namun terapi medis. Diperlukan seorang dokter jiwa untuk mengobati sakit kejiwaannya, bukan lagi seorang konselor.

Bang Julianto Simanjuntak pernah menulis di Kompasiana beberapa waktu yang lalu tentang perbedaan antara psikiater, psikolog dan konselor. Psikiater adalah dokter yang sudah mengambil spesialis kedokteran jiwa. Gelar mereka biasanya ditulis dr. Warih Andan, SpKj. Singkatan: Spesialis Kedokteran Jiwa. Psikiater berhak memberikan (resep) obat kepada pasien atau klien. Psikolog dan konselor sama sekali tidak berhak mengeluarkan resep.

Psikolog adalah gelar profesi yang diberikan kepada seseorang yang sudah lulus sarjana Psikologi. Setelah lulus S1 Psikologi perlu mengambil kuliah profesi untuk mendapatkan gelar profesi Psikolog. Gelar mereka adalah Siti Urbayatun, S.Psi, Psikolog. Psikolog biasanya menggunakan pendekatan sosial dari permasalahan kejiwaan. Kalau psikiater memberikan obat atau medikasi medis, maka psikolog menggunakan pendekatan konseling intervensi, terapi tertentu hingga alat tes.

Konselor ada dua jenis. Pertama, konselor profesional, yaitu profesi konselor yang didapatkan dengan belajar di Perguruan Tinggi. Di dunia pendidikan umum dikenal dengan jurusan BK, Bimbingan Konseling. Sudah ada program sertifikasi BK dengan lembaga bernama ABKIN, Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia. Kedua, konselor sebagai pekerjaan sosial, yaitu kegiatan konselor yang dilakukan oleh warga masyarakat untuk membantu pihak lain dalam menyelesaikan masalah dan meningkatkan kapasitas kebaikanmereka. Dalam tulisan ini, kita memfokuskan konselor sebagai pekerjaan sosial.

Konseling Sebagai Aktivitas Sosial

Kegiatan konseling sebagai pekerjaan sosial sebenarnya sudah dilakukan oleh banyak kalangan masyarakat setiap hari. Di majelis taklim, di warung makan, di kafe, di kantor, di pasar, bahkan di gardu ronda, sudah lazim ada orang mengobrol menyampaikan keluhan masalah kepada teman, dan direspon oleh teman itu dengan sejumlah nasihat. Seorang tukang potong rambut bisa menjadi konselor bagi pelanggan setianya. Seorang sopir taksi bisa menjadi konselor bagi pelanggannya, dan seterusnya. Ketika seseorang sering menjadi tempat curhat, maka sesungguhnya ia telah menjadi seorang konselor.

Namun demikian, tidak tepat menyatakan bahwa semua orang bisa menjadi konselor. Karena untuk bisa menjadi konselor diperlukan sejumlah pengetahuan, persiapan dan pelatihan yang memadai. Konselor sebagai pekerjaan sosial, bisa menjadi profesional karena terus mengikuti pelatihan, pembekalan dan penyiapan, serta menerjunkan diri dalam dunia konseling. Bahkan bisa lebih profesional dibandingkan dengan mereka yang memiliki ijazah akademik sebagai konselor, namun tidak terjun dalam dunia konseling.

Tujuan Konseling

Kegiatan konseling tentu memiliki sejumlah tujuan yang positif. Dari berbagai kepustakaan, didapatkan berbagai tujuan konseling, di antaranya:

1.Tujuan perkembangan yakni klien dibantu dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya  serta mengantisipasi hal-hal yang akan terjadi pada proses tersebut (seperti perkembangan kehidupan sosial, pribadi, emosional, kognitif, fisik dan sebagainya)

2.Tujuan pencegahan yakni konselor membantu klien menghindari kondisi-kondisi yang tidak diinginkan

3.Tujuan peningkatan yakni klien dibantu oleh konselor untuk meningkatkan ketrampilan dan kemampuan memecahkan masalah.

4.Tujuan perbaikan yakni klien dibantu mengatasi dan/atau menghilangkan perkembangan atau kondisi yang tidak diinginkan.

5.Tujuan penyelidikan yakni menguji kelayakan tujuan untuk memeriksa pilihan-pilihan, dan mencoba aktivitas baru yang berbeda dan sebagainya.

6.Tujuan penguatan yakni membantu klien untuk menyadari apa yang dilakukan, dipikirkan dan dirasakan sudah baik

7.Tujuan kognitif yakni menghasilkan pondasi dasar pembelajaran dan ketrampilan kognitif

8.Tujuan fisiologis yakni menghasilkan pemahaman dasar dan kebiasaan untuk hidup yang lebih baik

9.Tujuan psikologis yakni membantu meningkatkan motivasi hidup, mengembangkan ketrampilan sosial yang baik, belajar mengontrol emosi, mengembangkan konsep diri positif dan sebagainya.

Selamat pagi, selamat melakukan konseling untuk membantu masyarakat menguatkan ketahanan keluarga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun