Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Indeks Kepemimpinan Nasional Indonesia (IKNI) versi Lemhannas RI

6 Januari 2012   23:39 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:14 2122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1325893094701683591

[caption id="attachment_161872" align="aligncenter" width="494" caption="gambar : Google"][/caption]

Impian masyarakat Indonesia akan hadirnya pemerintahan yang bersih (clean goverment) dan pemerintahan yang baik (good governance) pada masa reformasi seakan kian meredup. Maraknya berita korupsi dan kolusi di berbagai lembaga pemerintahan menjadi keputusasaan sendiri bagi sebagian kalangan masyarakat. Korupsi seakan sudah menjadi “akhlak” bagi para pejabat publik di Indonesia. Kolusi masih kuat mewarnai kehidupan birokrasi.

Dalam kondisi seperti itu, muncullah pertanyaan logis, masih adakah harapan mewujudkan pemerintahan yang bersih dan baik? Darimana memulai perbaikan pemerintahan? Inilah beberapa pertanyaan yang harus dijawab untuk memberikan keyakinan kepada masyarakat bahwa harapan perbaikan masih ada dan selalu ada.

Problem Kepemimpinan

Salah satu harapan itu terletak pada bagusnya kepemimpinan. Memang kepemimpinan tidak bisa menyelesaikan semua persoalan bangsa dan negara, namun bagus dan kuatnya kepemimpinan akan menjadi harapan perbaikan. Tidak bisa dipungkiri, tipe masyarakat Indonesia masih sangat kuat terpengaruh oleh para pemimpin.

Sangat disayangkan demokrasi kita terjun bebas. Pilkada yang sangat demokratis tidak berhasil memilih pemimpin terbaik, terbukti sangat banyak kepala daerah yang kemudian terbukti bermasalah setelah menjabat. Sistem demokrasi beserta perangkat aturan teknisnya ikut bertanggung jawab atas munculnya pemimpin yang tidak amanah dan tidak kredibel tersebut.

Namun masyarakat juga harus ikut menanggung beban tersebut, karena merekalah yang memilih pemimpin secara langsung. Tidak fair kalau yang disalahkan hanya kepala daerah yang bermasalah, atau sistemnya, namun juga harus dievaluasi mentalitas masyarakat secara luas. Dalam sistem pemilihan langsung, jika masyarakat sepakat menolak hadirnya pemimpin yang tidak memiliki moralitas dan kapabilitas memadai, pasti orang-orang bermasalah itu tidak akan mungkin terpilih menjadi kepala daerah.

Problem sistemnya adalah tidak diberlakukannya penilaian yang cukup serius dalam meloloskan calon pemimpin, baik di lembaga eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Persyaratan kepala daerah sangat simpel dan tidak ada mekanisme penyiapan yang memadai di berbagai lembaga pemerintah, ormas, parpol maupun lembaga sosial kemasyarakatan lainnya. Dampaknya, “siapapun” bisa menjadi calon bupati, walikota, juga gubernur.

Corak politik transaksional akhirnya menjadi wajah umum dalam setiap prosesi pilkada yang digelar secara langsung. Uang dan fasilitas bertaburan dari para calon, yang diberikan kepada masyarakat pemilih dan kepada pihak-pihak terkait untuk melancarkan kemenangan. Pihak yang kalah akan segera menghimpun pendukungnya untuk melakukan protes kepada KPU, dengan menuduh terjadi kecurangan atau money politic yang dilakukan oleh pihak pemenang. Tidak ada pihak yang mau kalah, karena semua calon mengeluarkan uang dalam jumlah yang sangat banyak.

Indeks Kepemimpinan Nasional Indonesia

Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI sebagai lembaga resmi negara yang menyiapkan calon pemimpin nasional, sesungguhnya telah menawarkan sebuah cara menilai kualitas dan kapasitas kepemimpinan. Sebagaimana diketahui, salah satu fungsi Lemhannas RI adalah mendidik, menyiapkan kader dan memantapkan pimpinan tingkat nasional melalui berbagai kegiatan seperti program pendidikan, penyiapan materi pendidikan, operasional pendidikan dan pembinaan peserta dan alumni serta evaluasi.

Lemhannas RI telah mengkristalkan kualitas kepemimpinan dalam bentuk Indeks Kepemimpinan Nasional Indonesia (IKNI), yang bisa digunakan sebagai acuan dalam menyiapkan pemimpin dan menjadi kriteria dalam memilih calon pemimpin. Indeks ini memuat sejumlah kriteria kepemimpinan, yang meliputi aspek moralitas dan akuntabilitas kepemimpinan.

Nilai-nilai atau parameter moralitas dan akuntabilitas kepemimpinan nasional Indonesia, dalam IKNI tersebut, diperinci atas dasar 4 (empat) macam kategori yaitu:

Pertama, Indeks Moralitas dan Akuntabilitas Individual

a.Taqwa kepada Tuhan YME dan berwawasan Iptek (imtaq dan iptek);

b.Memiliki etika dan nilai-nilai personal yang jelas (tentang adil-tidak adil; baik-buruk; dan sebagainya);

c.Memiliki kondisi kesehatan prima baik jasmaniah maupun  rohaniah;

d.Memiliki nilai kejujuran dan integritas yang tinggi termasuk integritas dan kejujuran intelektual yang selalu berusaha menyampaikan  kebenaran dan bukan pembenaran;

e.Dapat dipercaya, memiliki kecakapan dan kemampuan serta berani secara terukur;

f.Memiliki tingkat kecerdasan yang memadai dan berpendidikan yang cukup, sehingga mampu dan yakin untuk berpikir strategis dalam pengambilan keputusan;

g.Mampu menyampaikan pemikiran-pemikirannya secara jernih dan mampu memperdebatkannya secara elegan dengan orang lain dan menghormati pendapat yang berbeda;

h.Kualitas penampilan yang menonjol dalam kampanye dan pidato;

i.Dapat memadukan secara serasi hard and soft power. Hard power bersifat koersif (mengutamakan paksaan), ancaman terhadap perilaku orang dan soft power yang bersifat tidak langsung dengan pendekatan budaya dan ideologis, dengan mendayagunakan daya tarik, kooptasi dan komunikasi baik dalam kehidupan nasional maupun internasional;

j.Memiliki keluarga yang harmonis;

k.Selalu bersikap merendahkan diri dan santun.

Kedua, Indeks Moralitas dan  Akuntabilitas Sosial

a.Mampu berkomunikasi dan berinteraksi secara baik dengan lingkungan sekitarnya, dalam rangka penyerapan aspirasi;

b.Dapat membangun simpati dan dapat diterima oleh masyarakat yang dipimpinnya;

c.Selalu bertanggung jawab terhadap apa yang telah dilakukannya;

d.Professional atas dasar ekspertis, rasa tanggung jawab sosial dan kebersamaan atas dasar kode etik yang berlaku;

e.Dapat membangun solidaritas dan menumbuhkan harapan baru untuk kemajuan yang lebih baik;

f.Memiliki semangat dan kemampuan untuk men-ciptakan kader;

g.Kehadirannya selalu lebih bersifat fungsional dari semata-mata simbolik;

h.Mampu menggali karakter kepemimpinan yang bersumber dari nilai-nilai agama dan budaya atau kapital sosial bangsa Indonesia;

i.Kedudukannnya yang menonjol dalam survei akseptabilitas;

j.Tingkat dukungan lintas partai/golongan dalam rangka membangun kualisi yang signifikan.

Ketiga, Indeks Moralitas dan Akuntabilitas Institusional

a.Selalu taat pada konstitusi dan perundang-undangan yang berlaku;

b.Bersifat transparan, akuntabel, dan responsif;

c.Setia pada Ideologi Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sesanti Bhinneka Tunggal Ika;

d.Konsisten terhadap cita-cita dan tujuan nasional yang berwawasan nusantara, dan sadar terhadap konsep ketahanan nasional, atas dasar pemikiran yang sistemik dan komprehensif-integral;

e.Selalu peduli dan menghormati nilai-nilai dasar demokrasi;

f.Tidak berpikir dan bertindak feodalistik (hubungan patron-klien dengan rakyat);

g.Selalu sadar terhadap dinamika politik bangsa serta menjunjung tinggi supremasi hukum dan HAM (termasuk kesetaraan gender);

h.Imaginative dan visioner dengan konsep dan pemikiran baru.

i.Mampu meningkatkan kinerja dalam kondisi krisis dan kritis dengan keputusan yang tegas dan tepat waktu serta konsisten;

j.Rekam jejak yang positif pada jabatan politik sebelumnya;

k.Mampu mengembangkan keunggulan pribadi untuk melakukan terobosan atau kemampuan untuk melakukan sesuatu yang tidak terduga dalam kondisi krisis dan kritis;

l.Mampu berpikir transformasional dengan visi yang jelas;

m.Mampu memberikan inspirasi, stimulasi, dan selalu  membangun serta mengarahkan subsistem kepemimpinan yang mendukungnya.

Keempat, Indeks Moralitas dan Akuntabilitas Global

a.Memiliki wawasan regional dan global dengan semangat membangun kepemimpinan bersama;

b.Selalu menjaga semangat kemitraan dengan meng-hormati keragaman budaya;

c.Pemahaman dan konsistensi wawasannya dalam politik luar negeri yang bebas aktif;

d.Memiliki karakter negarawan yang karya dan kepribadiannya dihormati oleh negara lain;

e.Mampu meningkatkan kedudukan Indonesia di mata internasional dengan tidak mengorbankan jatidiri nasional dalam menghadapi proses globalisasi;

f.Memiliki kesadaran terhadap bahaya keamanan yang komprehensif, baik bahaya tradisional yang membahayakan negara maupun bahaya non-tradisional yang membahayakan umat manusia.

Demikianlah upaya Lemhannas RI dalam menjaga kebaikan dan kekokohan kepemimpinan melalui pemunculan IKNI. Sayang sekali, IKNI belum menjadi rujukan banyak pihak dalam menyiapkan dan memunculkan kepemimpinan. Dalam proses pilkada langsung, kepemimpinan adalah pasar bebas yang terikat oleh hukum-hukum pasar yang praktis dan pragmatis. Tidak terikat oleh hukum nilai yang bertanggung jawab.

Maka lahirlah para pemimpin, yang baru sebentar menjabat kekuasaan, sudah tersandung perkara. Setelah mendapatkan banyak kepala daerah bermasalah, kita ramai-ramai mencaci maki, padahal kita pula yang memilih dan mengangkatnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun