Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Curhat Norak dan Curhat Bijak

20 Mei 2015   07:53 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:48 1454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14320831252146779588

[caption id="attachment_418744" align="aligncenter" width="448" caption="ilustrasi : www.samaritanhelps.com"][/caption]

Hidup berumah tangga tidak pernah bisa dilepaskan dari problematika. Rumusnya sederhana, “tidak ada keluarga yang tidak memiliki masalah”. Intensitas dan corak problmetika bisa berbeda-beda, namun semua keluarga pasti memiliki permasalahan. Yang membedakan adalah, bagaimana keluarga tersebut mengelola problematika kehidupan mereka. Bagaimana keluarga tersebut mengelola konflik dan menyelesaikan permasalahan dengan baik dan bijak.

Pada saat keluarga dilanda konflik dan problematika yang hebat, banyak suami atau istri yang tidak mampu menyelesaikan persoalan mereka sendiri. Akibatnya, terjadilah perceraian yang selalu meningkat setiap tahunnya. Hingga saat ini, di Indonesia rata-rata terjadi 40 perceraian setiap jam. Sebuah angka yang menempatrkan Indonesia sebagai negara dengan tingkat perceraian tertinggi se Asia Pasifik.

Dalam berbagai kesempatan, saya selalu menyatakan jangan membiasakan “curhat jalanan”, karena aktivitas ini tidak menyelesaikan masalah, justru bisa menambah parah permasalahan. Yang dimaksud dengan curhat jalanan adalah curhat kepada sembarang orang. Setiap ketemu orang selalu diajak curhat, sehingga ia mengobral berbagai kelemahan dan kesalahan pasangan kepada orang lain secara terbuka. Ini yang saya sebut sebagai “curhat norak”, dan justru bisa memperluas medan persoalan dengan pasangan.

Maka, semestinya segala persoalan dalam kehidupan berumah tangga diselesaikan dengan cara yang bijak dan tepat.

Pertama, selesaikan semua masalah rumah tangga di dalam rumah itu sendiri. Ini yang namanya “curhat rumahan”. Curhat istri kepada suami, curhat suami kepada istri, curhat anak-anak kepada orang tua. Usahakan suami dan istri bisa menyelesaikan persoalan dengan baik secara bersama-sama. Suami dan istri duduk berdua, berbincang, berdiskusi untuk mencari solusi terbaik. Jangan memperturutkan emosi yang menyebabkan ledakan pertengkaran. Dahulukan kebersamaan, utamakan sikap kasih dan sayang.

Kedua, jika suami dan istri sudah tidak mampu lagi menyelesaikan masalah mereka sendiri, lakukan mediasi dengan pertolongan orang yang memiliki kompetensi. Jika ingin curhat, lakukan kepada orang yang memiliki kompetensi untuk menerima curhat. Bukan kepada sembarang orang. Jangan mengumbar dan mengobral masalah rumah tangga secara luas, kepada sembarang orang yang tidak memiliki kompetensi.

Catatan pentingnya adalah, lakukan curhat kepada pihak yang memiliki kompetensi. Jangan kepada sembarang orang.

Tiga Tingkat Penyelesaian Masalah Keluarga

Ketika suami dan istri menghadapi persoalan atau konflik yang tidak mampu mereka selesaikan berdua, bisa menempuh langkah sebagai berikut:

1.Aktivitas Curhat

Yang dimaksud dengan curhat atau curahan hati adalah aktivitas penyaluran emosi seseorang kepada orang yang lainnya dalam bentuk bertutur atau bercerita. Seseorang mengeluarkan semua isi hatinya yang sangat sedih dan menderita, untuk mendapatkan kanal penyaluran emosional. Ibarat bendungan yang akan ambrol, maka curhat memberikan saluran yang memadai bagi tersalurkannya emosi dan perasaan hati seseorang.

Pada dasarnya semua orang memerlukan pengakuan dan penerimaan dari orangt lain. Maka seseorang yang tengah mengalami perasaan sangat sedih, memerlukan orang lain untuk mengerti dan menerima kesedihannya. Sebagaimana orang yang sangat gembira, memerlukan tempat mencurahkan kegembiraannya untuk diakui dan diterima.

Yang diperlukan oleh orang yang sedang curhat adalah:

a.Didengarkan keluhan dan masalahnya

b.Dimengerti kondisi dirinya

c.Mendapatkan respon empati dari orang yang menjadi tempat curhat

Bagi orang yang curhat, didengarkan, dimengerti dan direspon secara empati, sudah menjadi hal yang “sesuatu banget” bagi dirinya. Padahal belum mendapatkan solusi apapun saat curhat, namun hatinya sudah merasa lega. Gumpalan perasaan yang tersimpan selama ini dan hampir meledak dalam dirinya, berhasil dikeluarkan dengan lancar.

Sekedar curhat, memerlukan orang atau pihak yang memiliki kompetensi. Agar curhat terarah dan terkelola dengan benar dan bijak. Para konselor siap untuk menampung curhat dari suami atau istri, atau pasangan suami istri, atau bahkan satu keluarga dengan anak-anak mereka. Para konselor inilah pihak yang memiliki kompetensi untuk menampung dan mengarahkan aktivitas curhat.

Curhat kepada pihak yang memiliki kompetensi, inilah curhat yang bijak. Sedangkan curhat kepada sembarang orang, itulah curhat norak. Curhat tidak menyelesaikan akar masalah, namun mengurangi beban masalah. Perasaan menjadi lega, hati menjadi lapang, pikiran menjadi tenang setelah curhat.

2.Aktivitas Konsultasi

Yang dimaksud dengan konsultasi adalah aktivitas bimbingan dalam bentuk “anda bertanya kami menjawab”. Maka konsultasi bisa dilakukan dengan berbagai macam sarana, seperti melalui siaran radio, siaran televisi, melalui telepon, SMS, komunikasi melalui email, WhatsApp, Line, dan lain sebagainya. Konsultasi tidak menghajatkan pengenalan yang detail terhadap pihak yang bertanya. Konsultasi bercorak “ringan” karena bisa dilakukan dimanapun.

Pelaku konsultasi disebut konsultan. Seorang konsultan bisa memberikan pelayanan konsultasi kepada masyarakat yang memerlukan dalam bentuk aktif maupun pasif. Yang dimaksud dengan aktif adalah mengundang atau mendatangi masyarakat untuk memberikan pelayanan konsultasi pernikahan dan keluarga kepada mereka. Yang dimaksud pasif adalah menunggu adanya pihak masyarakat yang datang untuk memerlukan bimbingannya.

Yang diperlukan oleh orang yang melakukan konsultasi adalah jawaban. Mereka datang dengan berbagai persoalan dan ingin mendapatkan jawaban.

Kegiatan konsultasi sebagai pekerjaan sosial sebenarnya sudah dilakukan oleh banyak kalangan masyarakat setiap hari. Di warung makan, di kafe, di kantor, di pasar, bahkan di gardu ronda, sudah lazim ada orang mengobrol menyampaikan keluhan masalah kepada teman, dan direspon oleh teman itu dengan sejumlah nasihat. Ketika seseorang sering menjadi tempat bertanya, maka sesungguhnya ia telah menjadi seorang konsultan.

Selintas kita sering menjumpai aktivitas ini dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya seorang tukang potong rambut bisa menjadi konsultan bagi pelanggan setianya. Sembari memotong rambut, sekaligus mengobrol tentang persoalan kehidupan.  Seorang sopir taksi bisa menjadi konsultan bagi pelanggannya, dan seterusnya. Sembari mengantar penumpang yang sudah menjadi langganan, bisa mengobrol tentang berbagai permasalahan.

Namun, agar masalah keluarga tidak menyebar secara meluas, maka lakukan konsultasi kepada pihak yang berkompoeten. Kepada orang yang memiliki kompetensi sesuai dengan masalah yang dihadapi. Jika masalah hidupnya menyangkut segi hukum, maka konsultasi dilakukan kepada orang yang mengerti persoalan hukum. Jika masalah menyangkut bisnis atau ekonomi, konsultasi juga kepada ahli bisnis atau ahli eknonomi. Demikian seterusnya.

3.Aktivitas Konseling

Berbeda dengan konsultasi, maka konseling adalah sebuah proses yang bersifat khusus dan intensif. Konseling bukanlah aktivitas “anda bertanya kami menjawab”, namun berupa proses pendalaman masalah dan upaya pencarian solusi secara komprehensif. Maka konseling tidak bisa dilakukan melalui teknologi komunikasi. Konseling harus berbentuk tatap muka secara langsung, karena akan melakukan upaya pendalaman. Tidak bisa dilakukan di sembarang tempat karena menyangkut privasi seseorang.

Pelaku konseling disebut konselor, sedangkan pihak yang mendapat konseling disebut klien atau konseli. Yang diperlukan oleh orang yang melakukan konseling adalah penyelesaian masalah. Tidak sekedar ingin didengarkan atau ingin mendapat jawaban, namun ingin mendapat penyelesaian masalah. Namun, konselor mengambil langkah penyelesaian masalah bersama-sama dengan klien. Bukan diputuskan oleh konselor sendiri.

Perlu juga kita ketahui perbedaan antara psikiater, psikolog dan konselor. Psikiater adalah dokter yang sudah mengambil spesialis kedokteran jiwa. Gelar mereka biasanya ditulis Sp.KJ. Singkatan: Spesialis Kedokteran Jiwa. Psikiater berhak memberikan (resep) obat kepada pasien atau klien. Psikolog dan konselor sama sekali tidak berhak mengeluarkan resep.

Psikolog adalah gelar profesi yang diberikan kepada seseorang yang sudah lulus sarjana Psikologi. Setelah lulus S1 Psikologi perlu mengambil kuliah profesi untuk mendapatkan gelar profesi Psikolog. Gelar mereka adalah S.Psi (Sarjana Psikologi), dan Psi (Psikolog). Psikolog menggunakan pendekatan psikologi dan sosial dalam menyelesaikan permasalahan. Psikiater berhak memberikan obat atau intervensi medis, sedangkan psikolog menggunakan pendekatan konseling, terapi psikologis hingga alat tes. Psikolog tidak berhak memberikan obat.

Konselor ada dua jenis. Pertama, konselor profesional, yaitu seseorang yang berhak mendapatkan lisensi (izin resmi) sebagai konselor, karena memiliki  latar belakang pendidikan dan keilmuan yang sesuai dengan profesinya. Di dunia pendidikan umum dikenal dengan jurusan BK, Bimbingan Konseling. Sudah ada program sertifikasi BK dengan lembaga bernama ABKIN, Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia. Psikolog dan Psikiater juga berhak menjadi konselor profesional.

Kedua, konselor sebagai pekerjaan sosial, yaitu kegiatan konseling yang dilakukan oleh warga masyarakat untuk membantu pihak lain dalam menyelesaikan masalah dan meningkatkan kapasitas kebaikan mereka. Seseorang yang terlibat dalam dunia konseling –sebagai pekerjaan sosial—apabila dilakukan dengan kesungguhan dan ketekunan, akan memiliki keahlian pada bidang konseling, walaupun tidak memiliki latar belakang pendidikan pada bidang konseling.

Konselor sosial seperti ini harus mendapatkan pembekalan kemampuan dan ketrampilan konseling oleh para konselor profesional. Mereka tidak bisa membuka praktek konseling secara formal, karena tidak memiliki lisensi atau ijin resmi. Mereka hanya orang yang menjadi relawan untuk membantu menolong orang lain dalam menyelesaikan masalahnya. Mereka tidak menerima bayaran, karena hanya membantu secara suka rela.

Konseling adalah sebuah pemberdayaan, dan bukan instruksi pemberian solusi oleh konselor. Seorang konselor tidak memberikan instruksi berupa solusi atau mengambil alih beban klien. Konselor hanya membantu klien dalam menemukan solusi yang tepat untuk mengatasi masalah yang dihadapinya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun