Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cinta Kami Bersemi di Stasiun Kereta Api

7 Januari 2015   16:38 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:38 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14205982311749473435

[caption id="attachment_389051" align="aligncenter" width="500" caption="ilustrasi : www.flickr.com"][/caption]

Wanita paruh baya itu rajin sekali mengantar suaminya ke stasiun kereta, dan juga menjemput kembali di stasiun saat suami pulang dari tugasnya. Sang suami bekerja di luar kota. Pulang sepekan sekali dengan kereta api. Sang istri selalu setia mengantar suami ke stasiun setiap Ahad malam dan menjemput suami di stasiun setiap Sabtu pagi. Sang suami memang anggota komunitas PJKA (Pulang Jumat Kembali Ahad).

Hal ini sudah dilakukan sang istri bertahun-tahun lamanya, padahal di rumah mereka memiliki seorang sopir.

"Mengapa ibu sendiri yang harus mengantar dan menjemput suami? Apa gunanya sopir?" tanya seorang tetangga suatu ketika.

"Ah, saya senang melakukannya Bu. Suami pun senang saya antar dan saya jemput," jawabnya.

“Mengapa ibu rela diperlakukan seperti sopir?” tetangga ini masih saja heran.

“Dia tidak memperlakukan saya seperti sopir Bu. Dia memperlakukan saya sebagai seseorang yang paling istimewa....” jawabnya.

Jawaban sederhana namun mengandung rasa yang tidak sederhana. Mengantar dan menjemput suami baginya adalah hal yang menyenangkan, bukan hal yang memberatkan apalagi menjadi keterpaksaan. Ia melakukan itu dengan senang hati, dan ia tahu sang suami pun senang ketika diantar dan dijemput istri.

Menempati Posisi Istimewa di Hati Pasangan

Sesungguhnyalah pernikahan akan menjadi langgeng apabila ada tautan hati yang kuat antara suami dan istri. Secara fisik, bisa saja suami dan istri kadang harus terpisah karena ada tugas tertentu selama beberapa waktu. Namun keterpisahan fisik dalam waktu tertentu ini tidak akan menjadi masalah, sepanjang mereka berdua memiliki keterikatan hati yang sangat kuat satu dengan yang lain.

Karena kunci kebahagiaan keluarga adalah pada kekuatan tautan hati atara suami dan istri, maka usaha untuk “merebut” dan memasuki hati pasangan menjadi sangat penting maknanya. Keengganan dan kemalasan suami dan istri untuk berusaha menempati posisi istimewa di hati pasangan, membuat kurangnya usaha mereka berdua untuk melakukan sejumlah usaha dalam menguatkan ikatan hati.

Terkadang, usaha untuk merebut dan memasuki tempat istimewa di hati pasangan, tidaklah dengan hal-hal besar dan hebat. Kadang-kadang, justru bermula dari hal sepele dan biasa saja, namun masuk menghujam ke dalam dasar hati pasangan. Maka jangan membayangkan harus melakukan berbagai tindakan yang sulit dan apalagi berbiaya mahal. Yang diperlukan adalah ketulusan hati, kemauan untuk mengeluarkan sedikit tenaga ekstra untuk membahagiakan pasangan.

Bukan dengan hal-hal yang sangat luar biasa, namun dari hal-hal sederhana dan biasa saja. Seperti kisah di atas, seorang istri yang setia mengantar dan menjemput suami di stasiun kereta api. Bukankah peristiwa mengantar dan menjemput seseorang ke stasiun kereta itu hal yang biasa saja? Betapa banyak orang melakukan hal itu setiap hari. Ada yang karena sopir taksi atau tukang ojek, ada yang karena diminta tolong mengantar teman atau saudara, atau berbagai alasan lainnya.

Lalu apa yang membuat hal yang biasa itu menjadi istimewa? Karena ketulusannya, karena kuatnya perasaan cinta, karena kuatnya keinginan untuk memasuki hati suami. Tindakannya biasa, namun nilainya menjadi luar biasa. Sang istri melakukan itu bukan karena merasa sebagai kewajiban atau sebagai beban, namun sebagai hal yang menyenangkan.

Sangat berbeda melakukan suatu pekerjaan yang dirasakan sebagai beban dengan melakukan suatu pekerjaan yang dirasakan sebagai kesenangan. Karena senang, maka akan tampak dari raut muka yang ceria, bahasa tubuh yang bahagia, dan penampilan yang ceria. Jika melakukan sesuatu pekerjaan sebagai beban, maka akan tampak pula dari raut wajah yang gelap, bahasa tubuh yang kaku dan penampilan yang tidak menyenangkan.

Lakukan Usaha, Jangan Putus Asa

Maka hendaklah para suami dan para istri selalu berusaha untuk ‘merebut’ dan ‘menaklukkan’ hati pasangan. Jangan pernah putus asa jika belum mendapatkan dan belum menempati posisi istimewa di hati pasangan. Sekedar melepas kepergian suami dengan pelukan dan cium tangan, membantu pekerjaan istri di rumah, memberikan perhatian dalam momen penting dalam kehidupan pasangan, semua itu adalah bagian dari usaha merebut dan menaklukkan hati pasangan.

Apapun bentuk perhatian dan kebersamaan dengan pasangan, yang paling utama hendaklah suami dan istri menyediakan kemauan serta kesempatan untuk selalu berusaha melakukannya. Berusaha untuk memasuki hati pasangan, berusaha untuk merebut hati pasangan, berusaha untuk menaklukkan hati pasangan, dengan hal-hal kecil yang memiliki makna yang besar karena dilandasi ketulusan.

Apabila suami sudah menempati posisi istimewa di hati istri, dan istri sudah menempati posisi istimewa di hati suami, maka terbentuklah ikatan hati yang kuat di antara mereka berdua. Dan jika hal itu sudah dimiliki, insyaallah pernikahan mereka akan langgeng dan merasakan kebahagiaan sepanjang hidup mereka.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun