Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama FEATURED

Buya Hamka Menasihatiku tentang Poligami

13 April 2016   07:52 Diperbarui: 16 Desember 2018   12:13 3599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. (KOMPAS.com/Taufiqurrahman)

(Dialog Imajiner dengan Buya Hamka di Tepi Danau Maninjau)

Pagi yang dingin, udara sejuk berpadu gerimis rintik. Aku terpana memandangi Danau Maninjau yang luas. Berdiri di tepi danau ini, telah mengingatkanku pada sosok ulama besar Indonesia yang sangat menginspirasiku. 

Haji Abdul Malik Karim Amrullah alias Buya Hamka, ya benar. Seorang ulama kharismatik sekaligus budayawan dan sastrawan, penyusun kitab Tafsir Al Azhar. Beliau lahir di tepian Danau Maninjau ini, tepatnya di Nagari Sungai Batang, Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Rumah itu kini menjadi museum bersejarah milik bangsa, yang diberi nama "Museum Rumah Kelahiran Buya Hamka".

Merenung di pinggir Danau Maninjau, aku kembali diingatkan kata demi kata Tafsir Al Azhar. Ada bagian tertentu yang sangat menginspirasiku selama ini. Tentang poligami, sebuah tema yang terlalu sensitif untuk dibicarakan. 

Penjelasan Buya Hamka tentang makna surat An Nisa’ ayat ke-3, seakan-akan tengah berbicara kepadaku. Aku merasa digamit tangan halus beliau. Aku merasa beliau berbicara langsung kepadaku, menasihatiku. Sembari berdiri di tepi Danau Maninjau, seakan beliau menggandeng tanganku dan menyampaikan banyak nasihat berharga bagiku.

Danau Maninjau
Danau Maninjau
Mata kami berdua menerawang jauh menembus kabut pagi yang pekat. Memandang barisan bukit yang berjajar indah di seberang danau. Wajah Buya yang lembut dan teduh membuatku terlarut dalam kekhusyukan. 

Suara beliau yang serak namun halus dan tegas, membuatku mencerna setiap bulir nasehat yang beliau sampaikan. Beruntung aku bertemu beliau, yang bukan saja guru, namun Buya adalah sosok kakek bagiku.

“Jauh-jauh dari Yogyakarta, kamu hanya ingin bertanya soal poligami? Dasar laki-laki...” Buya mengawali obrolan sambil tersenyum padaku.

Wajahku memerah, malu, mendengar pertanyaan halus beliau, yang bagiku lebih terdengar sebagai sindiran.

“Bukan saja untuk saya, Buya. Di ruang konseling, banyak masalah keluarga yang kami temui, dari keluarga yang melakukan poligami. Kami sering mendengar jeritan hati yang terluka, dan kami menjadi harus semakin berhati-hati dalam menangani masalah seperti ini...” jawabku, membela diri.

“Hmmmm.... Tapi kamu juga pengen melakukannya bukan? Tidak apa, Cahyadi, karena memang itu dibolehkan oleh syara’. Yang penting kamu melakukannya dengan baik dan benar,” lanjut Buya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun