Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Apa Arti Mudik Bagi Anda?

19 Agustus 2012   23:06 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:32 500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1345417533629986305

[caption id="attachment_207663" align="aligncenter" width="400" caption="ilustrasi - http://gayafmsemarang.com"][/caption]

Setiap orang memiliki apresiasi tersendiri tentang mudik, sebagaimana juga saya. Bisa jadi kita memaknai mudik dengan cara yang berbeda-beda, dengan tingkat kedalaman dan keluasan yang tidak sama. Bisa jadi kita memiliki cara pandang yang berbeda mengenai makna mudik. Semuanya tergantung tujuan dan cajupan aktivitas yang kita lakukan selama mudik.

Mudik bagi saya adalah sebuah ritual yang melengkapi ibadah Ramadhan dan Iedul Fithri. Saya sekeluarga selalu melakukan mudik setelah usai melaksanakan shalat Ied dan mengikuti kegiatan Syawalan Bersama masyarakat kampung di masjid sebelah rumah kami. Setiap tahun, masyarakat kampung kami selalu berkumpul di masjid setelah usai melaksanakan shalat Ied. Kami saling maaf memaafkan secara massal di masjid, dengan maksud agar tidak harus pergi mengunjungi dari rumah ke rumah untuk maaf memaafkan.

Usai syawalan di rumah dan di masjid kampung, itulah saat mudik bagi keluarga saya.

Mudik bagi saya memiliki makna spiritual yang mendalam. Setiap orang memiliki ikatan emosional yang sangat kuat dengan orang tua dan keluarga besar. Setiap orang memiliki ikatan-ikatan primordial dengan kampung halaman dan tanah kelahiran. Setiap orang punya ikatan emosional dengan makanan, tempat, dan situasi yang ada di kampung halaman. Semua itu tidak mudah dilupakan sepanjang hidup manusia.

Ada ingatan saya tentang makanan Iedul Fithri yang wajib ada di rumah orang tua, lontong opor dengan racikan khas ibu saya. Ini menjadi menu wajib lebaran hingga sekarang. Setiap saya melihat lontong, yang terbayang adalah lebaran di rumah ibu. Setiap lebaran di rumah ibu, yang terbayang adalah lontong opor. Secara pribadi, saya tidak punya ikatan emosional dengan ketupat, karena tradisi di rumah orang tua saya adalah lontong, bukan ketupat.

Ada ingatan saya kepada teman-teman waktu saya kecil, teman SD, teman sepermainan di kampung halaman.

Ada ingatan saya tentang guru mengaji yang sering memberi pelajaran di masjid saat saya masih kecil.

Ada ingatan tentang halaman Sekolah Dasar yang dulu selalu menjadi tempat bermain favorit bersama anak-anak kampung lainnya.

Ada ingatan tentang makam kampung, yang saat saya kecil dulu sering mengunjungi untuk mencari rumput bagi makanan ternak.

Ada ingatan tentang jalan, gang, tikungan, perempatan, jembatan kecil, sungai bening, sawah luas, pohon besar, batu-batu unik, ikan-ikan sungai. Semua penuh kenangan indah.

Ada ingatan tentang pohon-pohon jambu mete yang berjajar di sepanjang jalan kampung. Kami berlomba untuk mengambil jambu-jambu saat mulai tampak merah meranum.

Ada ingatan tentang pohon-pohon turi yang berjajar di jalan menuju Sekolah Dasar. Ibu selalu mengajakku mengambil bunga turi saat sudah mulai tampak merekah putih, untuk dijadikan sayur pecel yang sangat lezat.

Ada ingatan tentang “punthuk”, semacam bukit kecil, di sebelah selatan kampung yang dulu dikenal sangat “wingit”, dan ternyata sekarang sudah menjadi milik seorang juragan China.

Ada ingatan tentang “ledhok”, sebuah perkampungan kecil yang letaknya di bagian bawah, dengan jalan yang menurun sangat tajam. Dulu kami berburu buah durian di kampung ini.

Semua ingatan itu membentuk kerinduan untuk mengunjungi dan menengoknya kembali. Minimal setahun sekali. Dan itulah makna mudik bagi saya pribadi.

Pagi ini saya bersiap mudik, kembali mengunjungi tempat, makanan, teman dan suasana yang dirindu dan tak terlupakan seumur hidupku.

Selamat pagi, selamat beraktivitas di hari kedua Iedul Fithri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun