Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

H-1 Menuju Tanah Suci

29 Oktober 2024   04:59 Diperbarui: 29 Oktober 2024   05:00 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perjalanan umrah adalah rangkaian ibadah sejak dari berangkat dari rumah hingga kembali ke rumah. Oleh karena itu, proses menunaikan ibadah umroh dari keberangkatan sampai kepulangan harus berada dalam ketaatan beribadah.

Di antara faktor penentu ibadah adalah niat. Untuk apa dan alam rangka apa suatu ibadah dilakukan? Inilah pentingnya menetapkan, meluruskan, membersihkan dan menjaga niat ikhlas karena Allah dalam setiap ibadah.

Nabi saw telah menyatakan bahwa setiap amal tergantung niatnya. Dari Amirul Mukminin, Abu Hafsh 'Umar bin Al-Khattab, bahwa ia mendengar Rasulullah saw bersabda, "Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia tuju" (HR. Bukhari dan Muslim).

Hendaknya setiap jamaah umroh menetapkan niat yang lurus, bersih dan benar; bahwa umroh dilakukan semata-mata karena Allah. Barangsiapa menjalankan umroh karena Allah, mereka akan mendapatkan ridha, rahmat dan ampunan Allah.

Niat itu bukan soal ucapan lisan; namun soal motivasi di dalam hati. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyatakan, "Niat itu letaknya di hati berdasarkan kesepakatan ulama. Jika seseorang berniat di hatinya tanpa ia lafalkan dengan lisan, maka niatnya sudah dianggap sah berdasarkan kesepakatan para ulama" (Majmu'ah Al-Fatawa).

Misalnya, seorang jama'ah umroh dari Indonesia, berniat dalam hati bahwa dirinya akan menjalankan umroh Lillahi Ta'ala, tanpa lafal atau ucapan, itu sudah dianggap sebagai niat. Karena niat letaknya di dalam hati.

Selanjutnya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan, "Siapa saja yang menginginkan melakukan sesuatu, maka secara pasti ia telah berniat. Semisal di hadapannya disodorkan makanan, lalu ia punya keinginan untuk menyantapnya, maka ketika itu pasti ia telah berniat.

"Demikian ketika ia ingin berkendaraan atau melakukan perbuatan lainnya. Bahkan jika seseorang dibebani suatu amalan lantas dikatakan tidak berniat, maka sungguh ini adalah pembebanan yang mustahil dilakukan. Karena setiap orang yang hendak melakukan suatu amalan yang disyariatkan atau tidak disyariatkan pasti ilmunya telah mendahuluinya dalam hatinya, inilah yang namanya niat" (Majmu'ah Al-Fatawa).

Inilah pentingnya niat. Jangan sampai menjalankan umroh hanya untuk mencari gelar, pujian atau penghormatan dari manusia. Kita berlindung dari niat seperti itu.

Anas bin Malik ra telah mengingatkan kita semua akan bahaya niat yang rusak dan salah. Anas menyatakan, "Barangsiapa menuntut ilmu hanya ingin digelari ulama, untuk berdebat dengan orang bodoh, supaya dipandang manusia, Allah akan memasukkannya dalam neraka" (Riwayat Tirmidzi, no. 2654 dan Ibnu Majah, no. 253).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun