Dalam kehidupan pernikahan, selalu terdapat dinamika. Terkadang dinamika itu berlangsung "begitu begitu saja"; namun tak jarang berlangsung seperti drama, atau film action dan thriller, atau bahkan menjadi kisah horor.
Perempuan sering menjadi pihak yang dirugikan atau dizalimi dalam sebuah relasi. Mendapatkan perlakuan tidak adil, kekerasan, penyiksaan, tidak dinafkahi, disakiti hatinya, dan lain sebagainya.
Seandainya dalam Islam tidak dibolehkan cerai secara mutlak, akan sangat banyak orang hidup menderita, dalam tekanan, dalam penjara pernikahan yang menyiksa. Maka cerai menjadi jalan keluar yang halal, meskipun tidak disukai Allah.
Bolehkah Perempuan Meminta Cerai?
Namun, bolehkah perempuan menggugat cerai? Jawabannya sangat bergantung kepada kondisi yang melatarbelakangi. Jika menggugat cerai tanpa ada alasan yang bisa dipertanggungjawabkan, maka menjadi perceraian yang tercela.
Dari Tsauban, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, "Wanita mana saja yang meminta talak (cerai) tanpa ada alasan yang jelas, maka haram baginya mencium bau surga" (HR. Abu Daud no. 2226, Tirmidzi no. 1187 dan Ibnu Majah no. 2055. Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih).
Hadits di atas menjadi dalil bahwa istri meminta cerai atau menggugat cerai suami adalah tercela dan terlarang; kecuali apabila ada alasan yang dibenarkan. Sekaligus menjadi dalil bolehnya perempuan meminta atau menggugat cerai, apabila terdapat alasan yang dibenarkan.
Al-Hafizh Al-Mubarakfuri menjelaskan, bahwa kenikmatan yang pertama kali dirasakan penduduk surga kelak adalah mendapatkan bau surga. Hal ini menjadi balasan bagi orang-orang yang berbuat banyak kebaikan. Bau surga yang tercium oleh calon penghuni surga, adalah kenikmatan yang luar biasa.
Sedangkan yang disebutkan dalam hadits di atas adalah tentang istri atau perempuan yang tidak mendapatkan bau surga itu. Hal ini menunjukkan ancaman bagi istri yang memaksa minta diceraikan tanpa alasan. Demikian yang dinyatakan dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi.
Bolehnya istri melakukan gugat cerai atau khulu', juga berdasarkan ayat Allah, "Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya" (QS. Al Baqarah: 229).