Beberapa waktu terakhir ini, media diramaikan oleh kabar seorang selebgram cantik yang dianiaya oleh suaminya. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) itu terekam kamera CCTV dan diunggah di akun instagramnya. Dalam video tersebut, dirinya, suami, dan anak bayi tengah berada di kasur.
"Maafkan jika selama 5 tahun ini saya selalu menutup diri atas KDRT yang saya alami dari keluarga dan sahabat-sahabat terdekat saya, karena saya selalu bergelut dengan pikiran dan hati saya, bahwa dia bisa berubah," tulisnya di akun instagram.
Namun rupanya sang suami tidak berubah dan masih melakukan KDRT kepadanya. Dalam keterangan unggahan tersebut, ia mengaku tetap bertahan dengan suaminya meski mengalami KDRT karena pertimbangan anak.
"Saya sebagai korban selama lima tahun ini sudah cukup banyak derita, dan hidup seperti neraka ibaratnya," ungkapnya. "Saya berharap agar seluruh masyarakat Indonesia dapat mengambil pelajaran dari kasus saya agar tidak lagi terulang kasus-kasus KDRT seperti yang saya rasakan," sambungnya.
Yang dia harapkan adalah "meminta keadilan, seadil-adilnya agar kasus ini menjadi pelajaran juga untuk perempuan-perempuan di luar sana yang mengalami hal seperti Intan, yang mengalami kerasa dalam rumah tangga, harus speak up, dan tidak boleh terlalu banyak menutup diri seperti saya yang lalu," pungkasnya.
Bertahan Demi Anak, Benarkah?
Alasan yang dikemukakan oleh selebgram tersebut adalah pertimbangan anak. Dirinya memiliki anak kecil yang tentu memerlukan kehadiran ayah dan ibu untuk mengasuh dan mendampingi.
Ia rela menanggung kekerasan yang terjadi selama lima tahun, bahkan menutupi kasus ini dari keluarga dan sahabat. Dirinya mengaku mengalami trauma hingga luka dan memar di tubuh. Karena itu, ia harus bolak-balik rumah sakit untuk menyembuhkan luka fisiknya pasca perlakuan KDRT.
Lima tahun bertahan dalam suasana KDRT tentu bukanlah masa yang pendek. Itu jelas masa yang sangat panjang. Inilah titik di mana ia merasa sudah tidak mampu untuk bertahan. Maka ia mulai berani bicara terbuka.
Bertahan demi anak tentu alasan yang sangat mulia. Namun membiarkan diri menjadi korban penganiayaan terus menerus, tentu tidak bisa dibenarkan --dengan alasan apapun.