Mahar adalah pemberian pengantin laki-laki kepada pengantin perempuan. Biasanya diberikan sebelum prosesi ijab qabul, dan diucapkan pada saat ijab qabul berlangsung.
Bentuk dan wujud mahar tidaklah spesifik. Syaikh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijri menyatakan, segala sesuatu yang berharga bisa dijadikan mahar dalam pernikahan, walaupun hanyal barang sepele, karena tidak ada batas bagi besarnya mahar.
Jika tidak memiliki harta, seorang laki-laki miskin boleh membayar mahar dengan sesuatu yang bermanfaat, seperti mengajarkan Al-Qur'an atau hafalan Al-Qur'an. Yang paling penting disepakati bersama calon pengantin perempuan dan pihak wali.
Secara teknis penunaian, mahar bisa diberikan langsung atau tunai. Boleh pula dicicil penunaiannya secara bertahap, bahkan boleh pula diutang. Semua berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
Ibnu Qudamah dalam kitab Al-Mughni menyatakan, "Mahar boleh disegerakan dan boleh ditunda. Boleh juga sebagian disegerakan, dan sebagian ditunda. Karena mahar termasuk bayaran dalam akad muawadhah (imbal-balik), sehingga boleh disegerakan atau ditunda, seperti harga".
Ketika menjelaskan tentang teknis pembayaran mahar, Syaikh Bin Baz menyatakan, "Permasalahan ini kembali kepada kesepakatan suami istri atau kesepakatan suami dengan wali wanita. Ketika mereka sepakat dalam hal tertentu, tidak masalah, seperti menyegerahkan mahar atau menundanya. Semua itu longgar, walhamdulillah".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H