"Incompatibility was the most cited reason for divorce" (Taha Ghayyur, 2010).
Ketidakcocokan adalah alasan yang paling banyak menyebabkan perceraian (Taha Ghayyur, 2010). Pernyataan ini berdasarkan survei di Amerika Utara, terhadap 405 responden laki-laki dan perempuan.
Studi yang dilakukan oleh Sound Vision pada tahun 2009 hingga 2010 tersebut memberikan hasil yang tetap relevan sampai sekarang. Bahwa ketidakcocokan atau ketidakharmonisan adalah alasan terbanyak dalam perceraian.
Studi tersebut memberikan hasil, ketidakcocokan adalah alasan perceraian yang paling banyak (16,38%), diikuti oleh penganiayaan (13,12%), konflik karena keuangan (10,41%), campur tangan keluarga/mertua (10,20%), perselingkuhan/perzinahan (8,79%), dan lain-lain.
Jika "ketidakcocokan beragama: kurangnya praktik" dan "ketidakcocokan agama: praktik ekstrim" ditambahkan ke faktor ketidakcocokan umum, maka totalnya menjadi 25,71%. Penyebab paling banyak dariperceraian berdasarkan studi tersebut bernama ketidakcocokan.
Ternyata sejalan dengan data di tanah air pada tahun 2022. Menurut laporan Statistik Indonesia, ada sebanyak 516.344 perceraian terjadi di Indonesia pada tahun 2022 lalu. Jumlah tersebut meningkat 15,3% dibandingkan pada tahun sebelumnya sebanyak 447.743 kasus.
Perselisihan dan pertengkaran menjadi faktor utama penyebab perceraian sepanjang tahun 2022. Jumlahnya mencapai 284.169 kasus atau 63,41% dari total faktor penyebab kasus perceraian di tanah air.
Mendeteksi Ketidakcocokan
Sebenarnya, ketidakcocokan adalah hal lumrah dan wajar. Tidak ada suatu relasi antara dua orang atau lebih, yang sepenuhnya berisi kecocokan. Pasti akan selalu ditemukan ketidakcocokan.
Untuk itulah, setiap pasangan yang akan menikah, perlu mendeteksi ketidakcocokan sejak dini. Potensi-potensi ketidakcocokan itu sudah bisa diwaspadai dan diduga. Misalnya, dari beberapa realitas perbedaan calon suami dan calon istri berikut ini:
- Perbedaan kromosom, hormon, dan "struktur otak" antara laki-laki dan perempuan
- Perbedaan cara dan gaya berkomunikasi, berkonflik, dan bernegosiasi
- Perbedaan tipe kepribadian
- Perbedaan latar belakang keluarga, pendidikan, dan pengalaman kehidupan
- Perbedaan lingkungan, suku bangsa dan kedaerahan
- Dan lain sebagainya.
Pada setiap pasangan yang bertengkar, selalu menemukan alasan untuk bercerai, dan hampir selalu ada satu faktor utama / dominan yang melatarbelakangi perceraian mereka. Beberapa faktor penyebab dapat dideteksi dan bahkan dapat dicegah sejak sebelum pernikahan.
Adanya hal yang tidak cocok antara calon suami dan calon istri hendaknya disadari sebagai sesuatu yang wajar dan manusiawi. Itulah sebabnya pernikahan disebut sebagai "manajemen ketidakcocokan". Tidak mungkin semua langsung cocok.
Setelah menikah, suami dan istri hendaknya berusaha saling beradaptasi dan menyesuaikan diri. Berbagai ketidakcocokan bisa didialogkan dan diadaptasikan hingga mencapai titik yang bisa disepakati bersama. Inilah tugas perkembangan dalam kehidupan pernikahan yang harus terus menerus dilakukan.
Bahan Bacaan
Cindy Mutia Annur, Kasus Perceraian di Indonesia Melonjak Lagi pada 2022, Tertinggi dalam Enam Tahun Terakhir, https://databoks.katadata.co.id, 1 Maret 2023
Taha Ghayyur, Divorce in the Muslim Community: 2010 Survey Analysis, https://www.soundvision.com, 22 Juli 2010
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H