Suatu hari, seorang lelaki curhat kepada Umar bin Khaththab. Ia merasa, cintanya kepada sang istri telah memudar. Semakin tipis bahkan habis. Untuk itu, ia bermaksud menceraikannya.
Umar bin Khaththab menasihati lelaki tersebut. "Sungguh jelek (niatmu). Apakah semua rumah tangga (hanya) terbina dengan cinta? Di mana takwa dan janjimu kepada Allah? Di mana pula rasa malumu kepada-Nya?" ujar Umar.
"Bukankah kalian sebagai sepasang suami istri telah saling bercampur; dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat?" ungkap Umar.
Allah telah berfirman, "Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat" (QS. An-Nisa: 21).
Maka, jika Anda mulai merasa cinta kepada pasangan semakin tipis, ingatlah pesan Umar bin Khathab ini. Rumah tangga tidak hanya berjalan dengan cinta. Rumah tangga harus berjalan dengan takwa, Â dengan menepati janji, dengan rasa malu kepada Allah.
Karena menikah adalah mitsaqan ghalizha. Menikah adalah komitmen yang sangat besar di sisi-Nya. Menikah adalah realisasi takwa.
.
Kisah di atas dinukil dalam kitab Hasyiyah al-Jamal 'ala Syarh al-Minhaj karya Syaikh Sulaiman al-Bujairami, dalam kitab Tanbih al-Ghafilin karya Abu al-Laits as-Samarqandi, dan dalam kitab Az-Zawajir karya Ibn Hajar al-Haitami.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H