Sering kita jumpai, karena kekaguman dengan tokoh tertentu, nama tokoh tersebut diabadikan menjadi nama anak. Ketika lahir anak, diberi nama dengan nama tokoh idola orangtunya. Bolehkah tindakan seperti ini?
Tindakan ini tentu boleh dan sah saja. Namun ada beberapa catatannya.
Pertama, bahwa tokoh tersebut memang layak dijadikan contoh teladan dalam kebaikan, baik urusan dunia maupun urusan akhirat. Tidak sekedar karena popularitas, tidak semata karena nama yang indah dan keren. Namun pribadi yang dipinjam namanya tersebut benar-benar sosok yang patut diteladani.
Itulah sebabnya, bagi umat Islam, nama Muhammad atau Ahmad menjadi nama pilihan. Sebab tak diragukan lagi Muhammad saw --disebut juga sebagai Ahmad, adalah Nabi pilihan Allah untuk menjadi contoh teladan kebaikan sepanjang zaman.
Kedua, bahwa tokoh tersebut sudah meninggal dunia---dalam kondisi yang istiqamah dalam kebaikan. Kadang ada orang yang sangat baik dalam sebuah penggal masa, namun menjadi berbelok dan berbalik pada masa-masa akhir hidupnya. Tentu saja tokoh ini tidak bisa menjadi teladan dalam kebaikan.
Adapun orang yang masih hidup, semua memiliki peluang ketergelinciran. Tak ada yang bisa menjamin bahwa tokoh yang dipuja puji karena kebaikan dan kebersihannya hari ini, masih akan baik dan bersih pada waktu-waktu berikutnya.
Ibnu Abdil Baar dalam kitab Jami' Bayanil Ilmi wa Fadhlih, mengutip perkataan Ibnu Mas'ud ra tentang pedoman mencari teladan. Ibnu Mas'ud menyatakan, teladan utama ada pada mereka yang telah tiada.
"Siapa yang ingin mencari teladan, carilah teladan dari orang-orang yang sudah meninggal. Karena sesungguhnya orang yang masih hidup itu tidaklah aman dari fitnah (ketergelinciran). Mereka adalah sahabat Nabi saw. Generasi termulia dari umat ini yang paling baik hatinya, paling dalam ilmunya, dan paling anti berlebihan dalam tindakan".
"Allah telah memilih mereka untuk menjadi sahabat nabi-Nya, demi menegakkan agama. Maka akuilah keutamaan mereka dan ikutilah prinsip mereka. Contohlah budi pekerti mereka semampu kalian, karena sungguh mereka berada di atas petunjuk," demikian nasihat Ibnu Mas'ud.
Ibnu Mas'ud mengingatkan kita semua sebuah prinsip yang sangat penting. Bahwa "orang yang masih hidup tidaklah aman dari fitnah atau ketergelinciran". Semua orang masih bisa berubah, hingga mereka kembali menghadap Allah.