Kisah Ramadan -- 27
Syuraih bin Al-Harits Al-Qadhi (593 - 697 M) adalah seorang qadhi (hakim), ahli fikih, serta periwayat hadits. Beliau termasuk generasi tabi'in. Diangkat menjadi qadhi di Kufah oleh Khalifah Umar bin Khathab, berlanjut di era Khalifah Ali bin Abi Thalib.
Ia seorang hakim yang tegas, berani, adil dan berakhlak mulia. Sangat banyak kisah mengesankan dalam kehidupannya sebagai seorang hakim. Namun ternyata, kisah keluarganya tak kalah mengesankan.
Sejak awal menikah, Syuraih mendapatkan nikmat berupa istri salihah. Ia sangat bersyukur memiliki istri yang demikian salihah. Syuraih menceritakan kejadian malam pertama setelah menikah, yang sangat membahagiakan jiwa.
"Aku bermalam bersamanya pada malam yang sangat nikmat. Aku hidup bersamanya selama setahun dan aku tidak melihat melainkan sesuatu yang aku sukai," ujar Syuraih, kepada Asy-Sya'bi, sahabatnya.
Satu tahun setelah pernikahan, ibu mertua berkunjung ke rumahnya. Segera ia menyambutnya. "Selamat datang, wahai ibu," ujar Syuraih dengan penuh hormat.
"Wahai Abu Umayyah, apa kabarmu?" tanya ibu mertua. Abu Umayyah adalah nama kunyah untuk Syuraih Al-Qadhi.
"Kabar baik ibu, alhamdulillah," jawab Syuraih.
"Bagaimana kondisi istrimu?" tanya ibu mertua.
"Subhanallah, ia adalah perempuan terbaik dan teman yang menyenangkan. Ibu telah mendidiknya dengan baik dan mengajarkan budi pekerti dengan baik pula kepadanya," ungkap Syuraih.
Sebuah jawaban yang benar-benar penuh ketulusan, sesuai dengan realitas yang ia rasakan. Syuraih tidak mengada-ada, pun tidak berdusta dalam ucapannya.
"Seorang perempuan tidak terlihat dalam suatu keadaan di mana perilakunya paling buruk kecuali dalam dua keadaan", ujar ibu mertua. "Yaitu jika ia telah memperoleh tempat di sisi suaminya dan jika ia telah melahirkan anak," sambungnya.
"Jika kamu melihat sesuatu yang membuatmu marah, hukumlah. Karena laki-laki tidak memperoleh keburukan di rumahnya kecuali dari wanita bodoh dan manja," ungkap ibu mertua.
"Semenjak itu, setahun sekali ibu mertuaku datang," ujar Syuraih. "Dua puluh tahun aku hidup bersama istriku. Aku tidak pernah mencelanya atau marah kepadanya", lanjutnya.
Perhatikan bagaimana cara Syuraih memuliakan ibu mertuanya. Selain dengan sambutan yang sopan dan hangat, ia pandai memuji sang ibu mertua.
Ungkapan Syuraih ketika menilai sang istri, "Ia adalah perempuan terbaik dan teman yang menyenangkan" --telah menjadi ungkapan yang membahagiakan mertua. Siapapun yang telah menjadi mertua, akan bisa merasakan kebahagiaan jika menantu lelaki berhasil mendapatkan kebahagiaan hidup dengan anak perempuannya.
Apalagi ketika Syuraih memberikan pujian langsung kepada sang ibu mertua. "Ibu telah mendidiknya dengan baik dan mengajarkan budi pekerti dengan baik pula kepadanya", jelas ini merupakan sanjungan yang sangat membanggakan bagi ibu mertua.
Begitulah semestinya kita bersikap terhadap mertua. Hormati dan muliakan mertua Anda, niscaya ia akan menyayangi Anda.
Bahan Bacaan
KisahMuslim, Kisah Syuraih Al-Qadhi Bersama Istrinya, https://kisahmuslim.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H