"Bila kita menghendaki komunikasi yang berkualitas dan memuaskan --yang memperkaya kita dan orang lain, pemahaman akan orang lain adalah hal yang paling penting" (Richard Carlson, 2022).
Sepasang suami istri mengeluhkan kondisi hubungan mereka yang sangat buruk. Sepuluh tahun menikah, bukan ketenteraman dan kebahagiaan yang mereka dapatkan. Yang muncul hanyalah kekecewaan dan rasa frustrasi menghadapi pasangan yang tak sesuai ekspektasi.
Sang istri heran dan tidak bisa memahami, mengapa suaminya berlaku sangat boros dengan suka belanja. Sebaliknya, sang suami heran dan tidak bisa memahami, mengapa istrinya berlaku sangat hemat dan memaksakan diri untuk selalu menabung setiap hari. Mereka berdua tidak saling mengerti dan tidak saling memahami tentang kebiasaan yang sangat berbeda tersebut.
Di ruang konseling, sang istri bercerita tentang kebangkrutan yang dialami orangtuanya. Orangtuanya jatuh miskin karena tidak mampu mengelola uang dengan baik. Ia tidak ingin gagal seperti orangtuanya. Sementara itu, sang suami menceritakan ingin selalu membahagiakan istri dan anak-anaknya. Ia merasa malu jika tidak bisa melakukan seperti yang ayahnya lakukan kepada ibu dan anak-anak.
Ketika keduanya saling terbuka di ruang konseling, mereka baru sadar bahwa telah membuang dan melewati masa sepuluh tahun tanpa saling mengerti dan memahami. Saat mulai makin mengerti, sang istri merasa makin simpati dengan usaha suami untuk membahagiakan dirinya dan anak-anak. Sementara sang suami juga bisa bersimpati atas sikap hemat istrinya, demi menjamin kebaikan hidup mereka di masa yang akan datang.
Kisah di atas diungkapkan oleh Richard Carlson dari pengalamannya di ruang konseling. Kisah serupa pernah diunggah dalam sebuah video pendek, dari Corporate Bytes www.corporatebytes.in. Dalam video tersebut digambarkan sepasang kakek dan nenek yang sudah usia lanjut, mendatangi pengacara untuk proses perceraian.
Nenek sudah berusia 70 tahun, bersepakat untuk bercerai dengan suami yang sudah menikahinya selama 40 tahun. Pengacara merasa heran dengan alasan perceraian yang menurutnya --sangat sepele. Karena sulit memahami alasan perceraian tersebut, pengacara meminta keduanya untuk membuat pertemuan makan malam, bertiga.
Pengacara berharap, mungkin saja jika mereka berdua bisa menikmati makan malam, akan membuat keputusan berubah. Mungkin saja keduanya sudah lama tidak menikmatimomentum kebersamaan yang romantis, demikian pikir pengacara.
Saat jamuan makan malam, menu pertama yang dihidangkan di meja makan mereka bertiga adalah ayam panggang. Tanpa canggung, sang suami segera memotong bagian paha bawah ayam tersebut dan diberikan kepada sang istri. Ini kebiasaan yang sudah berlangsung sejak awal menikah.
"Makanlah, ini untukmu", ujar sang suami sambil memberikan paha bawah ke piring sang istri.