Menjadi mertua adalah salah satu peristiwa dalam kehidupan. Dalam teori Duval-Miller, keluarga yang memasuki tahap keenam, mulai melaunching anak-anaknya. Makna launching bisa berbeda untuk tiap keluarga, namun salah satu yang paling lazim adalah karena anak telah menikah. Ia meninggalkan rumah induk untuk memulai hidup baru sebagai keluarga yang mandiri.
Pada tahap ini, orangtua pada keluarga induk telah menjadi mertua. Tentu ini penjelasan teknis dan biologis, mengapa seseorang bisa menjadi mertua. Namun, untuk menjadi mertua yang dirindukan menantu, tidak cukup hanya dengan proses biologis semata-mata. Perlu persiapan diri yang memadai, agar menjadi mertua dirindu menantu.
Bukan hanya seblak dan ayam geprek yang ada levelnya. Menjadi mertua pun ada levelnya. Paling tidak, ada lima level mertua yang ada di muka bumi ini.
Mertua level pertama, adalah yang menerima menantu dengan terpaksa. Mereka sebenarnya tidak setuju pernikahan anaknya dengan sang menantu. Mereka bersikap menolak pilihan sang anak. Namun karena sang anak nekat, akhirnya orangtua mengalah. Dampaknya, mertua tidak bisa menerima kehadiran menantu.
Karena sudah menjadi realitas, bahwa anaknya sudah menikah, maka mau tidak mau sebagai orangtua akhirnya menerima dengan penuh keterpaksaan. Mertua level pertama ini hanyalah bertindak formalitas sebagai mertua, karena sudah tidak bisa menghindari realitas.
Mertua level kedua, adalah yang menuntut penghormatan dari menantu. Mereka menempatkan diri pada posisi yang harus dihormati dan dihargai. "Aku sudah menerima kamu sebagai menantuku. Maka kamu harus menghormatiku", kurang lebih demikian ungkapannya.
Penghormatan dan pemuliaan dari menantu seakan menjadi syarat bahwa dirinya telah menerima dia sebagai menantu. "Emang loe itu siapa? Gue udah nerima loe sebagai menantu, jadi loe harus hormati gue."
Mertua level ketiga, adalah yang menerima menantu dengan biasa-biasa saja. Sebenarnya sang mertua tidak setuju terhadap pilihan jodoh anaknya. Namun level ketidaksetujuannya tidak sampai menolak. Kondisi menantu masih berada dalam rentang yang masih bisa ditolerir oleh mertua.
Itu sebabnya, mertua menerima menantu dengan biasa-biasa saja. "Ya sudahlah, kamu sudah dipilih oleh anakku. Aku hanya bisa setuju". Seakan sudah tidak ada pilihan, maka hanya bisa menerima tanpa persyaratan.