Memiliki menantu adalah sebuah pengalaman baru bagi orangtua. Dirinya berubah status menjadi mertua dan besan, semenjak memiliki menantu. Apalagi ketika sang menantu sudah memberinya cucu, status dirinya bertambah lagi menjadi kakek dan nenek.
Jika memiliki menantu baik hati, pandai bersyukur, bersikap qana'ah, tentu akan sangat membahagiakan mertua. Namun jika memiliki menantu yang tidak baik, tidak bisa bersyukur dan tidak mampu menjaga kehormatan suami, tentu akan memberikan beban penderitaan bagi mertua.
Nabi Ibrahim pernah memiliki dua menantu, dari anaknya Ismail. Sebagaimana dalam kisah yang sudah saya posting sebelumnya, simak kembali di sini. Ibrahim menilai menantu pertama bukanlah tipe istri salihah.
Melalui menantu pertama, Ibrahim berpesan agar Ismail "mengganti palang pintu rumahnya". Ini adalah isyarat agar Ismail menceraikan sang istri. Sang anak tentu saja mematuhi perintah ayah --sebab beliau adalah Nabi dan kekasih Allah.
Menantu Tipe 1 : 'Amarah binti Sa'ad
Istri pertama Ismail bernama 'Amarah binti Sa'ad bin Usamah, sebagaimana disebutkan dalam kitab Fathul Bari. Ia adalah istri yang tidak salihah. 'Amarah tidak memiliki sifat qanaah serta tidak pandai bersyukur. Â Di antara bentuk sikap tidak qana'ah dan tidak bersyukur itu tampak saat menjawab pertanyaan mertua tentang kondisi kehidupannya.
'Amarah menceritakan kondisi dirinya bersama Ismail yang penuh kekurangan. Dalam kitab Fathul Bari diceritakan bahwa 'Amarah menyebut di rumah tidak ada makanan dan minuman.
'Amarah menyifati Nabi Ibrahim dengan sebutan "laki-laki tua", tanda bahwa ia merendahkan orang tua. 'Amarah tidak tahu bahwa yang dihadapi adalah Ibrahim a.s. --Nabi Allah, kekasih Allah, sekaligus mertuanya. Sikap terhadap orang yang lebih tua, tampak tidak menghirmati.
Dengan ketajaman mata batinnya, Ibrahim a.s. melihat 'Amarah tidak baik untuk Ismail. Maka ia mengisyaratkan kepada Ismail untuk "mengganti palang pintu rumahnya".
Memiliki istri yang tak pandai bersyukur, hanya akan membuat tidak harmonis keluarga. Terlebih 'Amarah tak pandai menjaga kehormatan suami. Kepada lelaki yang tak dikenal, ia bercerita tentang beban kehidupan bersama suami. Ia curhat tentang kepahitan dan penderitaan kepada orang asing yang tidak dikenal.