In many families, the mother-in-law is jokingly referred to as the "monster-in-law." Yet, the strain that parents-in-law can place on a couple is no laughing matter. It can, in fact, ultimately destroy a relationship" --The Law Corner, 2021.
Dalam bahasa Inggris, ibu mertua disebut dengan mother-in-law. Namun dalam beberapa kasus, istilah itu dipelesetkan menjadi monster-in-law.
Situs The Law Corner memberikan catatan penting atas istilah itu, "ketegangan yang terjadi antara mertua -- menantu, bukanlah bahan tertawaan". Ketegangan ini, menurut The Law Corner, "pada akhirnya dapat menghancurkan hubungan pernikahan".
"Saya benci ibu mertua saya" adalah tema umum yang banyak dijumpai pada banyak generasi. Hal yang sama berlaku untuk "Saya benci ayah mertua saya". Ibu mertua yang "beracun" mungkin bukan penyebab perceraian nomor satu, namun membenci mertua adalah penyebab utama perceraian.
"I hate my mother in law" is a common topic of discussion amongst many generations and the same goes for "I hate my father in law" as well. And although a toxic mother in law may not be the number one cause of divorce, on its own, hating your in laws is very much so a leading cause of divorce" --The Law Corner, 2021.
Bagaimana seharusnya menjadi mertua? Bagaimana mertua menjalin hubungan dengan menantu? Bagaimana agar mertua tidak menjadi monster bagi menantu? Mari kita temukan tipsnya.
Salah satu sisi penting dalam membangun hubungan mertua dan menantu adalah rasa saling percaya dan saling terbuka. Hal ini menjadi tuntutan dalam komunikasi interpersonal yang sehat. Tanpa rasa saling percaya dan saling terbuka, tidak akan terjadi hubungan yang harmonis.
Dalam komunikasi interpersonal terdapat beberapa aspek yang menentukan keberhasilannya. Di antaranya adalah tiga sikap berikut.
Pertama, Rasa Saling PercayaÂ
"Trust might be the most important pillar of a successful relationship. It's the thing that allows two people to open up to one another, feeling confident that they can share their most authentic selves without fear of judgment or shame" --Sarah Ellis, 2019