Jika mertua penuh empati, menantu akan jatuh hati. Jika mertua suka menyakiti, menantu akan sakit hati"Â (Cahyadi Takariawan, 2021)
"Saya stres karena perlakuan ibu mertua kepada saya. Semua yang saya lakukan selalu salah, tidak ada yang benar di mata beliau. Bahkan sekadar cara mencuci dan menjemur baju suami, setiap hari ibu mertua harus mengawasi," keluh seorang istri di ruang konseling.
"Jika cara mencuci baju yang saya lakukan berbeda sedikit saja dari cara yang dikehendaki mertua, saya langsung dimarahi. Saya diminta mengulang mencuci dari awal," lanjutnya sambil berurai air mata.
Betapa depresi kondisi perempuan muda tersebut ketika tinggal bersama ibu mertua yang galak dan judes.Â
Sebagai pengantin baru, ia tidak bisa merasakan kebahagiaan dan kesenangan seperti yang dialami pengantin baru lainnya. Justru seperti masuk camp tawanan perang yang kejam.
Mengapa banyak terjadi ketidakharmonisan antara mertua dengan menantu? Tentu ada sangat banyak faktor yang menjadi pemicu. Saya akan mengajak Anda meninjau dari sisi mertua terlebih dahulu.
Dalam postingan sebelumnya, telah saya sampaikan bahwa untuk menjadi mertua yang dirindukan menantu, harus menyiapkan diri dengan baik. Di antara persiapan utama untuk menjadi mertua adalah bekal ilmu pengetahuan.
Ada banyak ilmu yang penting dimengerti dan dikuasai hingga level praktik, agar bisa mendukung persiapan menjadi mertua yang baik. Salah satunya adalah ilmu tentang empati dan praktik dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagaimana diketahui bersama, empati adalah menempatkan diri kita pada posisi orang lain. Empati tidak sekadar mengetahui keadaan orang lain, namun bisa merasakan keadaan tersebut.
Untuk menjadi mertua yang baik, harus memiliki empati kepada menantu. Mengerti keadaan menantu, bisa merasakan keadaan menantu, karena menempatkan diri pada posisinya.