Aku tertawa-tawa bahagia mendengar jawaban itu. Sejak saat itu, aku memiliki senjata ampuh untuk menjawab pertanyaan banyak kalangan, jika mereka mendapatkan tulisanku jelek. "Salah editor', jawabku, menirukanmu.
Hari ini kembali aku terkejut. Berita kepulanganmu sungguh membuatku bersedih. Benar katamu, yang fana adalah waktu.
Waktu, telah memisahkanmu dengan kefanaan kata-kata ciptaanmu.
Yang fana adalah waktu. Kita abadi:
memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga
sampai pada suatu hari
kita lupa untuk apa.
"Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?" tanyamu.
Kita abadi.
***** Â
Selamat jalan, Eyang. Menuju negeri kebadian yang pasti akan kita tempati, sepanjang waktu.