Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

3 Dimensi Sinergi, Saat Anak "Sekolah" di Masa Pandemi

9 Juli 2020   23:35 Diperbarui: 9 Juli 2020   23:31 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari lagi, tahun ajaran baru 2020 akan segera dimulai. Pemerintah telah memutuskan, pembelajaran dilakukan secara daring. Siswa belajar di rumah, hingga situasi dianggap memungkinkan untuk kembali masuk sekolah.

Ada sangat banyak hal yang harus berubah dengan sistem pembelajaran online ini. Semua pihak harus beradaptasi, dan bersinergi mengupayakan keberhasilan proses pendidikan. Baik pihak sekolah maupun rumah, harus berupaya melakukan hal terbaik demi tercapainya  proses pembelajaran yang nyaman.

Sinergi Ayah Bunda

Fondasi paling utama dalam menciptakan keberhasilan pembelajaran adalah sinergi ayah bunda. Studi yang dilakukan oleh John Defrain dan tim tentang strong family (2019), menunjukkan bahwa kekuatan keluarga sangat ditentukan oleh kekuatan hubungan antara suami dan istri.

DH. Olson (2000) menyebutkan tiga dimensi untuk menghadirkan sinergi suami dan istri. Yang pertama adalah cohesion (kohesi), kedua adalah flexibility (fleksibilitas) dan ketiga communication (komunikasi). Pasangan suami istri harus mampu mewujudkan tiga dimensi ini dalam kehidupan sehari-hari.

Pertama, Cohesion

DH. Olson menyatakan, "Cohesion is a feeling of emotional closeness with another person". Kohesi adalah suasana kedekatan emosional antara suami dan istri. Jika menggunakan bahasa Al Qur'an, suami dan istri disebut sebagai libas atau pakaian, yang saling melekat.

Kohesi didapatkan dari keseimbangan antara "separateness" dan "togetherness" (Olson, 2000). Keseimbangan antara ketakbersamaan dengan kebersamaan. Yang dimaksud dengan togetherness adalah kebersamaan suami dan istri, sedangkan separateness adalah kondisi ketidakbersamaan di antara mereka.

Kohesi akan tercipta apabila pasangan suami istri mampu menyeimbangkan kebersamaan dan ketakbersamaan. Jika terlalu banyak separateness, bisa memunculkan kekeringan cinta. Mereka yang tengah menjalani LDR, harus pandai mengelola kohesi, agar tidak mengalami gejalan kekeringan cinta.

Sebaliknya, jika terlalu banyak togetherness, bisa menimbulkan kebosanan. Suasana karantina di masa pandemi, membuat semua anggota keluarga berkumpul di rumah dengan segala keterbatasan fasilitas. Ini harus dikelola dengan tepat, agar tidak menimbulkan kejenuhan dan kebosanan.

Suami dan istri harus pandai menemukan titik keseimbangan, antara togetherness dengan separateness. Di sinilah letak kohesi, yang menjadi modal membangun sinergi antara suami dan istri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun