Cinta dalam kehidupan suami istri bercorak fluktuatif dan dinamis. Untuk itu harus ada mekanisme untuk menjaga, merawat dan memupuk cinta kasih agar tidak kering dan layu.Â
Suami dan istri secara bersama-sama melakukan sejumlah usaha secara teratur dan berkesinambungan, agar suasana cinta kasih di antara mereka semakin tumbuh subur seiring berjalannya usia biologismaupun usia pernikahan,
Bagi manusia beriman, cinta dan kasih sayang bukanlah sesuatu yang tanpa nilai. Karena manusia beriman meyakini bahwa cinta hakiki adalah milik Sang Maha Pencipta. Oleh karena itu, upaya menumbuhkan dan memupuk cinta serta kasih sayang antara suami dan istri hanya bisa dicapai apabila menggunakan landasan yang kokoh dari ajaranNya. Beberapa landasan untuk menumbuhkan dan memupuk cinta kasih di antara suami dan istri adalah sebagai berikut:
- Suami dan istri adalah pasangan
Laki-laki dan perempuan Allah ciptakan dalam format berpasangan, bukan berlawanan atau bermusuhan. Maka setelah menikah, sebagai pasangan mereka menjadi utuh karena saling melengkapi satu dengan yang lainnya. Hal ini sebagaimana difirmankan Allah : "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan dari jenismu sendiri". (QS. Ar-Ruum : 21).
Pasangan itu bermakna "saling", bukan sendirian, dan bukan saling bebas-lepas. Selalu ada pengaruh suami terhadap istri dan ada pengaruh istri terhadap suami. Maka, sebagai pasangan tentu harus bisa saling mengerti, saling menghormati, saling menghargai, saling menjaga, saling memberikan yang terbaik untuk pasangan.
- Melaksanakan mu'asyarah bil ma'ruf
Allah memerintahkan kepada kaum lelaki agar mempergauli istri dengan cara yang baik atau patutu, sebagaimana firman Allah surat An Nisa' ayat ke 19, "Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut.Â
Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak".
Para ulama memahami kalimat wa asyiruhunna bil ma'ruf sebagai perintah untuk berbuat baik kepada istri yang dicintai ataupun tidak dicintai. Kata ma'ruf mencakup tidak mengganggu, tidak menyakiti, tidak memaksa, tidak berlaku kasar, dan selalu berbuat baik kepada istri.
Dalam kitab tafsirnya Ibnu Katsir menjelaskan, "Baguskanlah perkataan kalian kepada istri kalian, perbaikilah tingkah laku dan penampilan kalian sebatas kemampuan kalian. Sebagaimana kalian senang istri kalian berlaku seperti itu, maka berlakulah seperti itu pula. Hal ini sesuai dengan firman-Nya : "Bagi istri berhak mendapat kebaikan seperti kewajibannya" dan sabda Nabi : Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik terhadap istrinya. Dan akulah yang terbaik terhadap istri".
- Suami dan istri harus intim
Sebegitu intim dan intens interaksi antara suami dan istri, sampai digambarkan oleh Allah sebagai "pakaian". Sebagaimana firman Allah : "Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka". (QS. Al-Baqarah : 187). Hal ini menandakan adanya bonding yang sangat kuat, hubungan yang sangat erat, kondisi yang sangat  intim, yang tidak dijumpai dalam interaksi manusia pada umumnya. Hanya suami istri yang saling bisa menjadi pakaian satu dengan yang lainnya. Mereka saling melindungi, saling menjaga, saling melindungi, saling menghangatkan, dan saling memperindah, sebagaimana fungsi pakaian.
- Suami dan istri bebas mengekspresikan kesenangan
Sebagai suami dan istri yang sah, mereka berhak bersenang-senang dengan berbagai macam ekspresi, sepanjang tidak melanggar aturan syariat. Berbeda dengan mereka yang tidak terikat oleh pernikahan, tak ada hak bagi lelaki dan perempuan untuk mengekspresikan kesenangan. Setelah resmi menikah, maka ekspresi itu sangat leluasa, sebagaimana petani yang meladang. Ia bisa mendatangi ladang dari arah yang ia suka. Firman Allah, "Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki". (QS. Al-Baqarah : 223).
- Suami adalah pemimpin bagi istrinya