Kehidupan pernikahan sangatlah unik. Untuk mendapatkan kehidupan yang harmonis dan bahagia, bukan saja diperlukan tekad dan cinta. Namun diperlukan ilmu dan seni untuk bisa menjaga dan merawat cinta dalam sepanjang perjalanan berumah tangga.Â
Sangat banyak konflik pasangan suami istri yang sebagian berujung kepada perceraian, disebabkan karena kurangnya ilmu dan tiadanya sentuhan seni dalam mencintai. Saya sangat percaya bahwa dalam segala sesuatu terdapat seni, dan inilah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya.
Pasangan suami istri akan hidup harmonis dan bahagia sepanjang masing-masing mereka menempatkan diri secara tepat dan proporsional. Dititik ini, sudah sangat tampak perlunya ilmu dan seni dalam mencintai.Â
Suami harus berperan sebagai suami, istri harus berperan sebagai istri, ini yang disebut sebagai tepat dan proporsional. Ada sisi maskulin, sebagaimana ada sisi feminin yang harus sama-sama dijaga dalam membangun interaksi antara suami dan istri. Dengan itulah mereka berdua disebut sebagai pasangan.
Menjadi berbeda ceritanya ketika mereka berinteraksi dengan anak-anak. Pada konteks hubungan dengan anak, ada peran yang berbeda harus mereka jalankan secara bersama-sama. Mereka harus berperan sebagai orang tua yang mendidik, mengotrol, mengarahkan dan membimbing anak-anak.Â
Ada peran ayah, dan ada peran ibu, bagi anak-anak. Mereka adalah orang tua yang harus menyayangi, mencintai dan mengasihi anak-anak dengan cara yang khas. Berbeda dimensinya dengan cinta kasih selaku pasangan suami istri.
Ketika Istri Berubah Menjadi Ibu
Persoalan mulai terjadi saat ada kerancuan sikap. Misalnya ketika istri bersikap sebagai ibu dalam berinteraksi dengan suami. Hal ini akan membuat suami merasa tidak nyaman, bukan saja karena merasa diperlakukan sebagai anak kecil, namun juga karena ia tidak mendapatkan sosok istri yang diidamkan.Â
Setiap hari ia bertemu dengan sosok ibu yang bawel, yang selalu mengontrol dan memperlakukan ia sebagai "anak besar" yang harus selalu diawasi.
Tentu saja, para suami akan merasa sangat senang apabila sang istri bisa berlaku sebagai ibu yang pandai mengurus anak dan terampil mengelola rumah tangga seperti ibunya.Â
Namun, dalam kehidupan seorang lelaki, ia tidak membutuhkan dua orang ibu. Ia sudah cukup bahagia memiliki seorang ibu yang melahirkan dan mengasuhnya hingga dewasa. Kini di rumah tangganya sendiri, ia ingin memiliki istri, bukan sosok ibu yang terus menerus mengontrol kegiatan kesehariannya.