Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Asyiknya Ramadhan di Australia

26 Juni 2016   07:49 Diperbarui: 26 Juni 2016   08:58 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjalankan ibadah Ramadhan di negeri orang tentu tidak seperti di tanah air. Sangat berbeda suasana dan kondisinya. Masyarakat muslim Indonesia yang bekerja di Australia, atau tengah studi, atau bahkan yang sudah menjadi permanent recident bahkan citizen, menjalani ibadah Ramadhan dengan suasana yang khas.

Ramadhan tahun lalu saya menikmati kegiatan bersama masyarakat muslim Indonesia yang berada di Melbourne, Perth dan Adelaide. Ramadhan kali ini saya berkesempatan membersamai kegiatan masyarakat Indonesia di Brisbane dan Adelaide. Saya bertemu dengan para mahasiswa Indonesia, serta mereka yang bekerja dan telah menetap lama di Australia. Ada sangat banyak cerita tentang dinamika kehidupan Ramadhan di negeri orang.

  • Rindu Suasana Kampung Halaman

Banyak sahabat yang menyatakan sangat merindukan suasana Ramadhan di kampong halaman. Sangat banyak hal tidak akan dijumpai di Australia, misalnya suara adzan yang berkumandang dari setiap masjid. Di Indonesia, sehari lima kali kita mendengar suara adzan berkumandang dengan lantang dari masjid-masjid yang bahkan jaraknya berdekatan. Bukan saja suara adzan, di beberapa wilayah bahkan masih ditambah dengan suara shalawatan, dzikir, doa atau puji-pujian sebelum dan setelah adzan. Suara ini tentu saja tidak akan terdengar di Australia. Suara adzan dan iqamah hanya diperdengarkan di dalam masjid saja, tidak sampai keluar suaranya.

Di kampung halaman, ada suara dari masjid mengingatkan waktu sahur dan imsak. Sejak dua jam sebelum Subuh sudah bersahutan suara takmir masjid mengingatkan warga masyarakat agar bangun melaksanakan sahur. Bahkan di beberapa kampung, ada petugas ronda sahur keliling kampung membunyikan suara kentongan atau alat-alat lainnya. Di Australia hal ini mustahil terjadi karena akan dianggap sebagai mengganggu ketenangan warga.

Seorang mahasiswa yang baru enam bulan tiba di Adelaide menyatakan betapa ia merasa kesepian melaksanakan ibadah Ramadhan di negeri Kanguru ini. Harus rajin melihat jam, lalu bangun sahur, memasak sendiri, lalu memperhatikan waktu untuk berhenti makan sahur. Saat maghrib juga demikian terasa sepi, karena harus memperhatikan waktu sendiri untuk mengetahui kapan tiba waktu berbuka puasa.

  • Perbedaan Kemudahan Fasilitas Ibadah

Di tanah air, betapa mudah kita menjalani puasa Ramadhan karena sangat banyak warung dan restoran yang menyediakan menu berbuka dan menu sahur. Insyaallah dijamin halal. Di Australia, tentu semua harus dimasak sendiri untuk mendapatkan menu berbuka dan sahur yang halal. Bagi warga Indonesia yang sudah lama menetap di Australia, tentu sudah sangat paham cara mengantisipasi suasana ini. Mereka terbiasa menyiapkan masakan sendiri untuk kepentingan berbuka puasa dan sahur.

Terutama suasana sahur, tidak dijumpai warung atau restoran yang buka pada jam-jam sahur tersebut. Kalau pun ada restoran buka 24 jam, tentu letaknya di tengah kota yang posisinya jauh dari tempat tinggal warga Indonesia. Saat berbuka puasa, di berbagai wilayah Indonesia banyak kampong Ramadhan yang menuual aneka jajanan dan makanan untuk keperluan berbuka puasa. Sangat lengkap dan sangat banyak jumlahnya. Hal seperti ini tidak akan dijumpai di Australia.

  • Perbedaan “Kemeriahan” Malam Ramadhan

Di kampong halaman, setiap malam Ramadhan tampak kemeriahan dan kesibukan warga masyarakat berangkat ke masjid untuk melaksanakan shalat tarawih. Di jalan-jalan dengan mudah kita jumpai masyarakat berjalan atau naik kendaraan menuju masjid guna melaksanakan shalat tarawih berjamaah sekaligus mendengarkan tausiyah menjelang tarawih. Seakan-akan sudah menjadi menu wajib setiap malam Ramadhan.

Di masjid-masjid yang ada di Autralia tentu juga ada kegiatan tarawih berjama’ah, dengan suasana yang meriah. Namun kemeriahan itu baru tampak setelah kita tiba di masjid. Di jalan, di kota, kita tidak melihat perbedaan apapun antara Ramadhan dengan di luar Ramadhan. Sama saja, tidak ada perbedaan yang bias dilihat. Maklum, karena Australia sangat sedikit warga muslim.

Salah satu tantangan di negara orang adalah banyaknya godaan saat menjalankan puasa Ramadhan. Saat musim dingin, masyarakat muslim berangkat ke kampus atau berangkat bekerja dalam suasana dingin mencekam, di sepanjang perjalanan, di tempat-tempat umum tampak masyarakat Australia minum kopi dan makan dengan nikmat. Bau harum kopi terasa sangat menggoda saat muslim dingin. Restoran dan café yang buka siang hari, di jam makan siang tampak orang makan dengan nyaman. DI ruang kuliah pun mahasiswa dengan santai menyantap makanan sambal mengikuti kuliah di dalam kelas.

Belum lagi godaan pandangan mata berupa pakaian dan penampilan kaum perempuan bule yang tentu saja memiliki budaya kebebasan berekspresi, berbeda dengan tradisi pakaian muslim. Hal seperti ini menjadi tantangan tersendiri untuk dihadapi, dan bahkan bias menjadikan bertambahnya pahala karena banyaknya godaan saat berpuasa.

  • Merasakan Spiritualitas Mendunia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun