Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Suami Ideal 10 : Menyegarkan Kembali Ikatan dengan Isteri

8 Oktober 2011   02:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:12 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudahlah cukup sepuluh karakter saja. Rasanya untuk memenuhi sepuluh poin inisudah menguras semua energi, dan tampak semakin jauh saja jarak antara realitas diri saya hari ini dengan tuntutan idealitas sebagai suami. Hari ini saya menambahkan bagian terakhir dari karakter suami ideal. Bagian sebelumnya, telah kita bahas karakter suami ideal pertama hingga keembilan, saat ini saya ingin menambah satu karakter yang terakhir, sekaligus menjadi penutup edisi suami ideal.

Kesepuluh, suami ideal selalu memperbarui motivasi dan menyegarkan kembali makna ikatan dengan isteri. Menikah, awalnya adalah sebuah akad, atau ikatan. Prosesi nikah yang sakral itu hakikatnya adalah sebuah ikrar dan perjanjian agung atas nama Tuhan, diresmikan oleh negara, disaksikan oleh orang tua, keluarga, kerabat, sahabat, tetangga dan sanak saudara. Sedemikian sakral prosesi pernikahan, tampak dari banyaknya pihak-pihak yang terlibat di dalamnya.

Motivasi menikah adalah ibadah, bagian dari pelaksanaan aturan Ketuhanan, yang kemudian secara teknis administrasi diatur oleh negara. Motivasi ini harus selalu dikuatkan dalam jiwa, agar tidak berubah dan tidak melemah. Sejak awal, motivasi ini telah diwujudkan dan dikokohkan dalam sebentuk ucapan atau ikrar, saat melaksanakan akad nikah di depan petugas pernikahan.

Ikrar dan janji inilah yang menjadi ikatan atau akad yang kuat, yang menyatukan suami dan isteri dalam satu lembaga keluarga. Ikatan yang tercatat dalam dokumen resmi pemerintahan. Ikatan yang diucapkan atas nama Tuhan. Ikatan yang disaksikan oleh keluarga kedua belah pihak, petugas pernikahan dari unsur pemerintah, tokoh-tokoh masyarakat dandiabadikan dengan kamera dan lensa.

Namun seiring berjalannya waktu, makna akad tersebut bisa mengalami pelunturan. Bisa mengalami pemudaran. Ikatan yang dulu sedemikian kuat, perlahan-lahan melemah, mengendur, dan tidak jarang pula yang akhirnyab terlepas sama sekali. Suami dan isteri mencederai janji dan ikrar suci, suami dan isteri mencederai ikatan yang agung, suami dan isteri mencederai akad yang kuat.

Maka, suami ideal harus selalu berusaha memperbarui makna janji, makna ikrar, makna ikatan, makna akad yang dulu dilakukan saat prosesi pernikahan, agar selalu segar dan selalu terjaga kekokohannya.

Mengingat Kembali Makna Pernikahan

Cobalah perhatikan makna pernikahan yang telah kita laksanakan. Saya membuat catatan tentang makna pernikahan ini pada tahun 1987, di sebuah buku yang saya tulis. Saya ingin mengungkapkan kembali makna pernikahan, agar kita bisa memperbarui makna ikatan dan janji yang pernah kita buat.

Masih ingatkah kita, apa makna pernikahan ? Pernikahan adalah akad untuk beribadah, akad untuk membangun rumah tangga sakinah mawadah wa rahmah.

Pernikahan adalah akad untuk saling mencintai, akad untuk saling menghormati dan menghargai, akad untuk saling menerima apa adanya, akad untuk saling menguatkan keimanan, akad untuk saling membantu dan meringankan beban, akad untuk saling menasihati, akad untuk setia kepada pasangannya dalam suka dan duka, dalam kesulitan dan kesuksesan, dalam sakit dan sehat, dalam tawa dan air mata.

Pernikahan berarti akad untuk meniti hari-hari dalam kebersamaan, akad untuk saling melindungi, akad untuk saling memberikan rasa aman, akad untuk saling mempercayai, akad untuk saling menutupi aib, akad untuk saling mencurahkan perasaan, akad untuk berlomba menunaikan kewajiban, akad untuk mudah mengakui kesalahan, akad untuk saling meminta maaf, akad untuk saling memaafkan, akad untuk tidak menyimpan dendam dan kemarahan, akad untuk tidak mengungkit-ungkit kelemahan, kekurangan, dan kesalahan.

Pernikahan adalah akad untuk tidak melakukan pelanggaran, akad untuk meninggalkan kemaksiatan, akad untuk tidak saling menyakiti hati dan perasaan, akad untuk tidak saling menyakiti badan, akad untuk mesra dalam perkataan, akad untuk santun dalam pergaulan, akad untuk indah dalam penampilan, akad untuk sopan dalam mengungkapkan keinginan, akad untuk berlaku lembut kepada pasangan, akad untuk memberikan senyum termanis, akad untuk berlaku romantis dan selalu berwajah manis.

Pernikahan adalah akad untuk saling mengembangkan potensi diri, akad untuk adanya saling keterbukaan yang melegakan, akad untuk saling menumpahkan kasih sayang, akad untuk saling merindukan, akad untuk saling membahagiakan, akad untuk tidak adanya pemaksaan kehendak, akad untuk tidak saling membiarkan, akad untuk tidak saling mengkhianati, akad untuk tidak saling meninggalkan, akad untuk tidak saling mendiamkan.

Pernikahan juga bermakna akad untuk menebarkan kebajikan, akad untuk mencari rejeki yang halal dan thayib, akad untuk menjaga hubungan kekeluargaan, akad untuk berbakti kepada orang tua dan mertua, akad untuk mencetak generasi berkualitas, akad untuk siap menjadi bapak dan ibu bagi anak-anak, akad untuk membangun peradaban masa depan.

Pernikahan adalah akad untuk segala yang bernama kebaikan !

Selalu Melakukan Evaluasi

Setelah berjalan sekian lama, waktu berlalu, musim berganti, adakah makna pernikahan masih kita pertahankan ? Ataukah kita sekedar melakoni rutinitas peran yang sangat monoton dan mekanistik, dan pada akhirnya : membosankan. Maka lakukan evaluasi terhadap perjalanan kehidupan rumah tangga, agar tidak terjebak rutinitas, agar tidak terjebak kebosanan, agar tidak monoton tanpa sentuhan perasaan.

Banyak hal yang harus dievaluasi dalam perjalanan keluarga kita. Cobalah renungkan beberapa poin pertanyaan berikut : Sudahkah kita menjaga kebahagiaan dalam rumah tangga ? Adakah perbuatan, perkataan, tingkah laku kita yang menyakiti hati dan perasaan pasangan ? Adakah sesuatu dalam diri kita yang tidak disenangi isteri ?

Sudahkah kita menjadi keluarga yang sakinah, mawadah dan rahmah ? Sudahkah rejeki kita penuh berkah ? Sudahkah menjadi suami yang baik ? Sudahkah menjadi isteri yang baik ? Sudahkah menjadi orang tua teladan bagi anak-anak ? Sudahkah kita merencanakan masa depan keluarga ?

Apakah suasana ibadah sudah tercipta di dalam kehidupan keluarga kita ? Apakah kondisi ekonomi keluarga sudah cukup kuat dan mapan ? Bagaimana perkembangan anak-anak ? Bagaimana interaksi dengan tetangga ? Bagaimana suasana pendidikan di dalam rumah tangga ? Bagaimana hubungan dengan orang tua, mertua, dan keluarga besar lainnya ? Bagaimana hubungan dengan pembantu rumah tangga ?

Ya, semua bagian bisa dievaluasi. Agar menimbulkan kebaruan dalam menata kehidupan keluarga di masa yang akan datang. Ingatlah, evaluasi bukan untuk mencari siapa yang salah, siapa yang lemah dan siap yang kalah. Evaluasi hanyalah sarana untuk melakukan perbaikan dan meningkatkan kebahagiaan dalam kehidupan.

Membuat Kesepakatan Ulang

Ingat ungkapan saya pada postingan terdahulu, bahwa keluarga adalah “organisme hidup” ? Artinya, semua dari kita berkembang, termasuk kondisi secara umum rumah tangga kita juga berkembang. Kesepakatan yang pernah kita buat setahun yang lalu, bisa jadi sudah tidak relevan lagi dengan kondisi saat ini. Untuk itulah, kita harus terbiasa memperbarui kesepakatan yang penah terjadi antara suami dengan isteri.

Mungkin anda pernah membuat sebuah kesepakatan tentang pembagian peran kerumahtanggaan, namun bisa jadi sekarang sudah tidak relevan. Dulu belum memiliki anak, sekarang anaknya sudah dua. Dulu anak masih kecil, sekarang anaknya sudah kuliah semua. Maka tidak ada salahnya kesepakatan tersebut ditinjau ulang, dan dibuat kesepakatan baru.

Mungkin anda pernah membuat kesepakatan tentang program keluarga, namun sangat mungkin hal tersebut sudah tidak bisa dilaksanakan. Kesepakatan yang dibuat berdasarlan atas sejumlah asumsi yang melatarbelakangi. Jika asumsi tersebut tidak menjadi kenyataan, maka kesepakatan pun menjadi tidak bisa dilaksanakan. Untuk itulah perlu dibuat kesepakatan baru yang lebih sesuai dengan kondisi keluarga anda saat ini.

Demikianlah karakter suami ideal yang kesepuluh. Cukup sudah sampai di sini. Semoga saya semakin mampu meniti jarak yang terbentang di hadapan. Meniti jalan untuk memendekkan jarak yang terbentang antara realitas diri saya sekarang, dengan tuntutan ideal sebagai seorang suami. Semoga Tuhan selalu memberkati. Walau langkah kaki ini sederhana saja, tidak hebat dan tidak pula gegap gempita, namun saya berharap selalu ada kemajuan dari apa yang saya usahakan.

Hanya kepada Tuhan saya berharap kekuatan, semoga langkah-langkah kecil ini semakin membawa saya menuju kepada kebaikan. Mungkin tidak akan pernah ideal, namun setidaknya saya mengerti, ke arah mana langkah kaki mesti saya ikuti.

Kampung Mertosanan tempat kekasih. Cukup sekian dan terimakasih.

nDalem Mertosanan, Yogyakarta, 8 Oktober 2011

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun