Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Pemilu : Kisah Caleg dan Timses Stress

10 April 2014   15:49 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:50 3187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_331031" align="aligncenter" width="335" caption="ilustrasi : www.speak-first.com"][/caption]

Pemilu selain singkatan dari Pemilihan Umum, juga bisa dimaknai sebagai “pembuat pilu”. Makna kedua ini banyak dijumpai pada kalangan caleg yang telah mengeluarkan banyak dana dan sarana selama kampanye, namun suaranya tidak mencukupi untuk menjadikannya anggota legislatif. Fenomena ini makin marak semenjak munculnya aturan Pamilu, perolehan kursi berdasarkan suara terbanyak.

Lima tahun yang lalu, sebuah blog menginventarisir daftar caleg stress pada Pemilu 2009. Mereka adalah caleg yang gagal mendapatkan kursi legislatif di Pemilu, padahal sudah mengeluarkan dana yang sangat banyak. Mereka caleg yang tidak siap –tidak siap berhasil, maupun tidak siap gagal.

Jika berhasil menjadi anggota legislatif, bisa jadi akan melakukan upaya menghimpun kapital untuk mengembalikan modal dan hutang Pemilu, sehingga melalaikan tugas utama sebagai wakil rakyat. Jika gagal, ternyata menjadi stress. Aneka ragam bentuk stress mereka, menandakan ketidaksiapan menjadi pemimpin dan wakil rakyat.

Ada-ada Saja Kelakuan Caleg Kalau Gagal

Semua ini adalah kisah di tahun 2009, semoga tidak pernah terjadi pada Pemilu 2014 dan Pemilu yang akan datang.

Seorang caleg menarik kembali sebuah mesin genset yang di sumbangkannya ke mesjid, juga menarik bantuan dana sebesar Rp 1 juta yang disumbangkannya ke dua mushalla. Caleg yang lain, menarik kembali sumbangan 100 buah kursi plastik dan 25 zak semen ke sebuah sekolahan..

Ada caleg yang meminta kembali uang sebesar Rp 20 ribu per orang yang diberikan kepada tim dengan target 50 hingga 60 suara, namun ternyata perolehan suara tidak seperti yang ditargetkan. Ada caleg menarik kembali ratusan buku tabungan masing-masing senilai Rp. 50.000 yang dibagikan saat kampanye, karena di kampung itu hanya memperoleh di bawah 10 suara. Ada pula caleg mencabut kembali lima tiang listrik yang telah dipasang untuk warga setempat.

Ada caleg ditemukan tewas gantung diri di sebuah saung bambu. Seorang caleg yang lain ditemukan tewas di kediamannya, akibat menenggak obat pembasmi serangga di dalam kamar. Seorang caleg meninggal beberapa jam setelah mengikuti penghitungan suara pemilu. Diduga caleg ini meninggal karena terlalu lelah dan stres mengikuti rangkaian proses pemilu. Ditambah perolehan suara yang tak cukup untuk menjadikannya anggota legislatif. Seorang caleg perempuan meninggal akibat serangan jantung dan lever. Menurut keluarga, sejak masa kampanye hingga usai pencoblosan ia menjadi lebih pendiam dan terkesan menyimpan beban pikiran.

Di sebuah kabupaten dikabarkan ada 15 orang caleg mengalami depresi dan memilih melakukan pengobatan spiritual untuk menyembuhkan depresi kepada seorang ustadz. Seorang caleg marah-marah karena kalah dalam pemilu 2009. Dia merangkak di pinggir jalan dengan membawa-bawa cangkir sambil meminta-minta uang kepada orang yang berlalu lalang. “Kembalikan uang saya”, kata caleg itu.

Seorang caleg bersama tim suksesnya nekat melakukan penutupan jalan sepanjang 3 km. Tindakan tersebut diduga akibat perolehan suaranya yang tidak memadai di sekitar wilayah itu. Ada lagi caleg yang meminta kembali televisi yang sudah disumbangkan ke warga. Ini dilakukan karena perolehan suaranya sangat rendah. Ada caleg menarik kembali karpet yang telah disumbangkan kepada ibu-ibu pengajian setempat.

Ada caleg menarik kembali sejumlah hadiah dan sumbangan yang pernah ia berikan kepada warga desa. Saat masa kampanye, ia cukup sering memberikan sumbangan dan hadiah kepada warga dalam aneka ragam bentuknya.

Ada pula caleg menjadi sering melamun dan mengurung diri, setelah mengetahui hasil penghitungan suara tidak sesuai harapan. Keluarganya menduga, perilaku itu terjadi karena kekalahannya dalam pemilu. Ia telah menghabiskan uang yang banyak untuk kampanye. Di tempat lain, seorang caleg meninggal dunia secara mendadak di rumahnya, diduga akibat serangan jantung setelah menerima telepon dari tim suksesnya bahwa perolehan suara yang bersangkutan tidak memenuhi harapan.

Dua orang caleg dan tiga simpatisan partai mengalami tekanan psikis. Dua dari lima orang itu mengalami gangguan jiwa ringan atau stres, seorang gangguan jiwa sedang atau depresi. Dua lainnya mengalami gangguan jiwa berat: terus mengoceh, murung, serta tak mau makan serta Minum. Kelimanya dirawat di Balai Kesehatan Jiwa Masyarakat.

Seorang caleg yang gagal menjadi anggota legislatif melakukan aksi penyegelan gedung SD dengan cara mengikat pintu gerbang sekolah menggunakan tali. Ia menyatakan, lahan yang ditempati gedung sekolah itu adalah miliknya. Seorang caleg menggusur 42 KK dari lahan tempat mereka tinggal, dikarenakan ia tidak memperoleh satu pun suara dari TPS para warga berdomisili.

Tim Sukses pun Ikut Stress

Tim sukses caleg pun bisa stress dan mengakhiri hidupnya. Ia nekat gantung diri di rumahnya. Karena kesibukan selama kampanye, lelaki dengan pekerjaan serabutan ini dikabarkan sering tidak pulang ke rumah sehingga acap bertengkar dengan istrinya.

Ada pula tim sukses salah satu caleg menarik kembali televisi yang telah diberikan ke pangkalan ojek dan merusak pangkalan tersebut hanya beberapa jam setelah penghitungan suara berakhir. Di tempat lain ditemukan tim sukses caleg melakukan penarikan televisi dan bantuan semen, karena suara yang diperolehnya tidak sesuai dengan harapan.

Menghindari Stress

Sebenarnya stress tidak perlu terjadi, selama semua caleg maupun timses tersebut memiliki kesiapan yang matang untuk terlibat dalam Pemilu. Kesiapan tersebut meliputi beberapa aspek :

1.Kesiapan Spiritual

Yang dimaksud adalah kondisi jiwa yang selalu dekat dengan Tuhan, selalu berada dalam ketaatan terhadap aturan-Nya. Manusia yang dekat dengan Allah akan selalu berada dalam kondisi yang siap menghadapi berbagai macam permasalahan hidup. Tidak gampang menyerah, tidak gampang putus asa, tidak gampang lemah, tidak gampang patah, tidak gampang berkeluh kesah.

Orang-orang religius selalu meyakini bahwa semua kejadian hidup selalu ada hikmahnya untuk kebaikan hidup di masa yang akan datang. Sikap hidup orang beriman selalu positif, sehingga akan terhindar dari stres dan depresi saat menghadapi ujian dan kesulitan.

2.Kesiapan Mental

Mental perlu disiapkan dengan baik untuk menghadapi semua ujian kehidupan. Untuk menjadi caleg, harus memiliki mental positif, yaitu siap menang dan siap kalah. Jika menang tidak akan sombong dan lupa diri, jika kalah tidak akan stress serta depresi. Kesiapan mental ini menjadi persyaratan penting dalam setiap kompetisi, agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi pemenang maupun yang kalah.

Jadi, kesiapan mental ini bukan hanya diperlukan apabila kalah, bahkan para pemenang juga harus memiliki kesiapan mental sebagai pemenang. Parpol, caleg, timses, capres yang menang, apabila tidak memiliki mental positif, akan bertindak sombong, arogam, dan sewenang-wenang. Mereka bisa mabok kemenangan dan akhirnya lupa diri.

3.Kesiapan Material

Orang Jawa mengatakan, “jer basuki mawa bea”. Setiap keinginan untuk sukses mencapai tujuan itu tidak bisa dilepaskan dari biaya. Untuk kampanye, pasti mengeluarkan sejumlah biaya, seperti mencetak stiker, mencetak spanduk, baliho, dan alat peraga kampanye lainnya. Belum lagi pada beberapa kalangan yang “menghalalkan segala cara”, maka pengeluaran dana menjadi tidak bisa dikontrol lagi.

Jika ada caleg yang memaksakan diri sampai melakukan upaya pemenangan yang diluar batas kemampuannya, sangat mungkin akan mengalami depresi saat tidak terpilih dalam Pemilu. Terbayang bagaimana akan mengembalikan hutang, terbayang berbagai harta benda yang sudah dikeluarkan untuk pemenangan dirinya.

4.Kesiapan Sosial

Kesiapan sosial lebih pada dukungan dari keluarga dan lingkungan sekitar sejak awal pencalonan. Jika orang-orang terdekat saja tidak memberikan dukungan, maka di saat kalah ia akan kesulitan untuk kembali kepada kehangatan keluarga dan tetangga. Maka para caleg harus memastikan dari awal, ada dukungan positif dri keluarga, sanak saudara dan tetangga sekitar.

Jika menang, maka semua bisa menjadi cerita indah. Namun jika kalah, terlalu pahit rasanya apabila tidak ada keluarga dan kerabat yang bisa menerima kekalahannya. Ia merasa terbuang dan tercerabut dari orang-orang terdekatnya, sehingga tidak bisa melakukan recovery atas kondisi jiwanya yang tengah kalah.

Sumber :

http://afatih.wordpress.com/2009/04/22/daftar-caleg-stress-pemilu-2009/

http://syamsyah.wordpress.com/2009/04/14/kisah-kisah-caleg-yang-gagal-kalah-dalam-pemilu-2009/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun