Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Agar Keluarga Kita Tidak Retak

2 Juni 2014   13:38 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:49 1088
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_339631" align="aligncenter" width="500" caption="ilustrasi : www.scanfree.org"][/caption]

Tidak jarang keutuhan rumah tangga terkoyak oleh pihak ketiga. Sudah sering saya sampaikan tentang fenomena “tiba-tiba” dalam kehidupan rumah tangga yang menghancurkan keluarga. Di ruang konseling, sering djumpai suami yang menyatakan kekagetan, karena “tiba-tiba istrinya selingkuh”. Sering pula dijumpai istri yang menyatakan terkejut karena “tiba-tiba suaminya selingkuh”, atau bahkan karena ternyata “suami saya sudah menikah lagi”.

Sungguh aneh komentar “tiba-tiba” tersebut. Tidak bisa dimengerti bagaimana selingkuh dikatakan sebagai tiba-tiba. Hubungan hati suami dengan perempuan lain, atau seorang istri dengan lelaki lain, tidak pernah terjadi secara tiba-tiba. Ada proses yang sudah berjalan berminggu atau berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun, namun tidak dirasakan gejalanya oleh pasangan. Padahal mereka hidup bersama dalam satu rumah, hampir setiap hari bertemu dan berkomunikasi sebagai suami-istri. Seakan semua tampak biasa saja, seperti tidak ada gejala yang berbeda.

Sesungguhnya yang terjadi bukanlah ketiba-tibaan, namun tidak dikenalinya perubahan-perubahan yang ada pada diri pasangan. Pasangan suami-istri itu sudah lama berhenti saling mengenali, sehingga terkejut dengan kondisi yang ada pada pasangannya saat ini. Ternyata pasangan sudah melakukan hal yang tidak dikenal dan tidak diketahui, dalam waktu cukup lama.

Mengambil pelajaran dari kisah “ketiba-tibaan” tersebut, suami dan istri harus semakin pandai mengenali pasangan setiap hari. Hal ini diperlukan dalam rangka menjaga keutuhan keluarga, agar tidak mudah goyah bahkan karam oleh ombak permasalahan.

Menjaga Keutuhan Keluarga

Ada sangat banyak cara untuk menjaga keutuhan keluarga. Yang paling penting adalah menguatkan pondasi hidup berumah tangga yang berupa motivasi atau niat. Kokohkan motivasi bahwa hidup berumah tangga adalah ibadah, bukan permainan atau sekedar bersenang-senang. Keluarga adalah unit yang sangat mendasar dalam membentuk peradaban kemanusiaan.

Selain hal yang bersifat pondasi tersebut, paling tidak ada empat hal praktis yang harus dilakukan suami dan istri untuk menjaga dan mempertahankan keutuhan rumah tangga.

1. Meningkatkan kehangatan komunikasi suami-istri

Sangat penting bagi suami dan istri untuk selalu merajut komunikasi setiap hari. Kehangatan komunikasi akan menyebabkan suami dan istri selalu terhubung setiap saat. Jika tidak bisa komunikasi secara langsung karena sedang berpisah tempat, bisa lewat sarana teknologi seperti telepon, SMS, chatting, email dan lain sebagainya. Harus ada ikatan hati dan rajutan perasaan, yang dibangun melalui proses komunikasi setiap hari.

Sekedar menyapa, “Apa yang sedang kau lakukan sekarang? Bagaimana kabar anak-anak kita? Engkau sudah makan siang? Jangan lupa obatnya diminum siang ini”, dan semacamnya, sangatlah penting. Komunikasi rutin ini akan membuat suasana kedekatan antara suami dengan istri, walaupun mereka sedang berada di tempat yang tidak sama.

2. Lakukan evaluasi perjalanan kehidupan rumah tangga

Penting bagi semua keluarga untuk “berhenti sejenak” guna melakukan evaluasi dan introspeksi. Kehidupan rumah tangga akan berjalan monoton dan mekanis, jika tidak ada kesempatan evaluasi. Suami dan istri harus meluangkan waktu untuk berbicara berdua, melakukan evaluasi terhadap berbagai kondisi dalam kehidupan rumah tangga.

Mungkin ada harapan suami yang tidak terkomunikasikan selama ini, mungkin ada harapan istri yang belum tersampaikan kepada suami. Kesempatan itu harus dimanfaatkan untuk momentum memperbaiki diri dan berusaha menyesuaikan dengan harapan dari pasangan.

Cara melakukan evaluasi ini tidak mesti dalam bentuk formal seperti dalam organisasi dengan membuat forum resmi. Bisa saja dilakukan sambil rekreasi, sambil mengisi waktu dalam perjalanan, sambil mengobrol saat ada kesempatan berdua di rumah, sambil berbaring sebelum tidur, dan sebagainya. Bukan soal bentuk ‘forum’nya, namun lebih kepada esensinya.

3. Pahami gejala kejenuhan berumah tangga

Manusia adalah makhluk dinamis, yang mudah dilanda kebosanan apabila berada dalam suasana monoton dalam waktu lama. Makan nasi setiap hari ada juga rasa bosannya, maka sesekali waktu beras dimasak menjadi bubur, sesekali waktu nasi dimasak lagi menjadi nasi bakar dan nasi goreng. Sama-sama bahan beras, namun tidak membosankan untuk dimakan.

Demikian pula, kehidupan berumah tangga bisa mengalami titik kejenuhan. Tidak ada gairah, semangat dan kehangatan dalam menjalani kehidupan keluarga, karena terkikis oleh kesibukan masing-masing. Semuanya berjalan rutin dan mengalir begitu saja tanpa irama. Suami dan istri melakukan aktivitas rutin setiap hari, begitu saja setiap harinya.

Jika mengalami titik jenuh seperti ini, harus segera mengambil tindakan perbaikan. Gergaji harus sering diasah agar tidak tumpul dan selalu memiliki energi tinggi untuk menggergaji. Rumah tangga harus sering melakukan reorientasi agar tidak mengalami kejumudan dan kejenuhan.

4. Kenali perubahan pada pasangan

Jika pasangan sedang memiliki masalah, atau ketika pasangan sedang menjalin hubungan hati dengan orang ketiga, pasti ada gejala yang bisa dibaca. Orang yang sedang jatuh cinta, laki-laki maupun perempuan, hatinya berbunga-bunga. Hal itu akan terekspresikan dalam berbagai bentuk, seperti perubahan dalam penampilan, perubahan dalam sikap, perubahan dalam pilihan kalimat dan kata-kata, perubahan dalam semangat, perubahan dalam pola kegiatan, termasuk dalam pengeluaran anggaran.

Penampilan menjadi semakin modis, rapi dan wangi, semakin peduli dengan keserasian warna, pilihan baju, pilihan asesoris dan lain sebagainya. Jika ada perubahan yang mencurigakan, hendaknya pasangan mewaspadai. Ajaklah berkomunikasi, apa yang sedang terjadi?

Jika suami dan istri selalu melakukan hal-hal di atas, akan bisa menjadi pondasi bagi keutuhan dan keharmonisan rumah tangga. Namun jika sudah tidak bisa berkomunikasi, tidak pernah ada evaluasi, tidak memahami gejala kejenuhan berumah tangga, dan tidak mempedulikan perubahan pada pasangan, akan mempercepat keretakan bahkan kehancuran hidup berumah tangga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun