[caption id="attachment_395559" align="aligncenter" width="236" caption="ilustrasi : www.zawaj.com"][/caption]
Pada postingan sebelumnya telah saya sampaikan peran sentral istri salihah dalam menjaga dan menguatkan kebaikan suami, agar suami tidak terjebak dalam godaan harta serta kekuasaan. Pada kesempatan kali ini, saya akan membahas peran istri salihah dalam menjaga dan menguatkan kebaikan suami, terutama agar tidak mempan godaan pihak ketiga. Agar sang suami tetap setia walau di luar sana banyak ajakan untuk selingkuh.
Pertama kali kita lihat dulu data perceraian di Indonesia yang semakin mencemaskan dari waktu ke waktu. Jika di tahun 2013 BKKBN menyatakan tingkat perceraian di Indonesia sudah menempati urutan tertinggi se Asia Pasifik, ternyata di tahun-tahun berikutnya jumlah perceraian tetap semakin meningkat. Melihat data pernikahan dan perceraian di Indonesia yang dirilis oleh Kementrian Agama RI, tampak pernikahan relatif tetap di angka dua juta duaratusan ribu setiap tahun, sementara perceraian selalu meningkat hingga tembus di atas tigaratus ribu kejadian setiap tahunnya.
Perhatikan data berikut ini. Data yang benar-benar sudah sangat mencemaskan. Sepertinya sangat mudah bagi masyarakat Indonesia untuk memutuskan bercerai.
Tahun 2009 : menikah 2.162.268 kejadian, cerai 216.286 kejadian.
Tahun 2010 : menikah 2.207.364 kejadian, cerai 285.184 kejadian.
Tahun 2011 : menikah 2.319.821 kejadian, cerai 258.119 kejadian.
Tahun 2012 : menikah 2.291.265 kejadian, cerai 372.577 kejadian.
Tahun 2013 : menikah 2.218.130 kejadian, cerai 324.527 kejadian.
Data Kementerian Agama RI, disampaikan oleh Kepala Subdit Kepenghuluan, Anwar Saadi, Jumat (14/11/2014). Dimuat di Republika Online 14 September 2014..
Sebagai sampel kita ambil data dua tahun terakhir di 2012 dan 2013 saja. Jika diambil tengahnya, angka perceraian di dua tahun itu sekitar 350.000 kasus. Berarti dalam satu hari rata-rata terjadi 959 kasus perceraian, atau 40 perceraian setiap jam. Luar biasa fantastis. Di Indonesia terjadi 40 kasus perceraian setiap jamnya. Hampir seribu kasus perceraian setiap harinya. Yang lebih unik lagi, menurut Wakil Menteri Agama RI Nasaruddin Umar (14/09/2013), sebanyak 70 % perceraian terjadi karena gugat cerai dari pihak istri. Artinya, 28 dari 40 perceraian setiap jamnya itu berupa gugat cerai dari istri.
Godaan Orang Ketiga “dan Seterusnya”
Bicara soal orang ketiga ini memang tidak akan ada habisnya. Itu baru orang ketiga. Belum lagi orang keempat, orang kelima, orang keenam dan seterusnya. Pasti tambah panjang pembahasannya. Namun ini adalah realitas yang harus disikapi dengan tepat. Kenyataannya, perselingkuhan adalah penyebab tertinggi kedua terjadinya perceraian di Indonesia pada tahun 2011, sebagaimana data dari Dirjen Badilag Mahkamah Agung RI. Penyebab perceraian pertama di tahun 2011 adalah faktor ekonomi.
Sebagai sebuah potret yang lebih mikro, kita lihat data di Kota Makassar, Sulawesi Selatan. "Trennya, kini istri di Makassar lebih banyak menggugat. Dan, 90% perkara cerai (di PA Kota Makassar) karena selingkuh," kata Humas Pengadilan Agama Kota Makassar Anas Malik MH, kepada Tribun Timur, Kamis (6/11/2014) siang.
Perselingkuhan sebagai pemicu konflik keluarga, bahkan sampai ke tingkat pembunuhan, mutilasi dan perceraian, sudah bukan rahasia lagi. Pengalaman Prof. Dr. Dadang Hawari menangani konsultasi perkawinan, menunjukkan kasus perceraian umumnya disebabkan oleh ketidaksetiaan pasangan. ''Sebagian besar didominasi oleh ketidaksetiaan para suami. Istri juga ada tapi lebih sedikit,'' ujar Dadang Hawari sebagaimana dimuat Republika Online (22/01/2014).
Dadang memaparkan data bahwa perselingkuhan sudah menggejala di semua negara di dunia. Di negara-negara Barat, paparnya, sebanyak 75 % suami pernah melakukan selingkuh, dan 40 % istri pernah melakukan selingkuh. Untuk di Indonesia, Dadang belum memiliki data pastinya, namun dari pengalaman praktik konsultasi keluarga, ia memperoleh fakta, 90 % kasus retaknya perkawinan disebabkan oleh perselingkuhan suami dan 10 % oleh perselingkuhan istri.
Namun dalam setiap kasus selingkuh, berapapun prosesntasenya, siapapun yang lebih besar atau lebih kecil proisentasenya dari suami maupun istri, selalu ada keterlibatan pasangan jenis yang sama-sama menikmati perselingkuhan tersebut. Misalnya data kasar Dadang Hawari yang menyatakan kasus keretakan hubungan rumah tangga 90 % merupakan kontribusi perselingkuhan suami, dan 10 % dari perselingkuhan istri. Hampir bisa dipastikan, 90 % suami yang berselingkuh itu melakukan perselingkuhan dengan perempuan. Mungkin saja masih lajang atau mungkin juga sudah bersuami.
Sebagaimana pula hampir bisa dipastikan, 10 % istri yang berselingkuh itu melakukan perselingkuhan dengan laki-laki. Mungkin saja masih lajang atau mungkin juga sudah beristri. Jadi, berapapun prosentasenya pelaku selingkuh tersebut, selalu ada pasangan selingkuh. Laki-laki berselingkuh dengan perempuan, dan perempuan berselingkuh dengan laki-laki. Tentu saja ada laki-laki selingkuh dengan laki-laki, sebagaimana pula ada perempuan berselingkuh dengan sesama perempuan, pada mereka yang menderita kelainan orientasi seksual dengan menyukai sesama jenis. Namun ini sangat sedikit.
Fenomena umumnya adalah, laki-laki selingkuh dengan perempuan dan perempuan selingkuh dengan laki-laki. Artinya, jumlahnya hampir bersesuaian, antara laki-laki suka selingkuh dengan perempuan suka selingkuh. Walaupun ada seorang perempuan yang menjadi selingkuhan banyak laki-laki dan ada pula laki-laki yang menyelingkuhi banyak perempuan dalam waktu yang sama. Namun jumlah kedua jenis kelamin ini hampir sama dalam konteks perselingkuhan, karena dalam perbuatan yang satu ini selalu memerlukan pasangan jenis.
Alasan Selingkuh
Apakah selingkuh harus memerlukan alasan? Bukan itu maksudnya. Pernyataan “alasan selingkuh” ini lebih dalam konteks memahami mengapa seseorang melakukan perselingkuhan. Dengan mengetahui motif atau alasannya, kita bisa melakukan pencegahan agar pasangan tidak terjebak dalam perselingkuhan. Dalam pembahasan ini, kita fokus kepada upaya istri salihah dalam menjaga kebaikan suami sehingga tidak terjebak dalam perselingkuhan. Pertama coba kita pahami alasan atau motif selingkuh terlebih dahulu.
Sangat menarik studi yang dilakukan oleh mbak Kartika Sari dari Program Studi Psikologi Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, tentang “Forgiveness pada Istri sebagai Upaya untuk Mengembalikan Keutuhan Rumah Tangga Akibat Perselingkuhan Suami” yang dimuat dalam Jurnal Psikologi Undip Vol. 11, No.1, April 2012. Di antara landasan teori yang dikemukakan dalam studi tersebut adalah tentang penyebab atau alasan seseorang terlibat dalam perselingkuhan.
Karena kasus perselingkuhan sangat banyak jenis dan coraknya, mungkin memang sulit mengetahui dengan pasti apa yang menjadi alasan ataupun penyebab perselingkuhan. Namun, agar kita memiliki gambaran tentang sebab atau alasan atau motif, perlu juga kita membaca rujukan pustaka agar bisa menjadi pengetahuan. Dalam tinjauan pustaka, seseorang melakukan selingkuh bisa disebabkan oleh beberapa motif atau alasan atau sebab sebagai berikut:
1. Mencari variasi baru pengalaman seksual
2. Melakukan pembalasan atas ketidaksetiaan pasangan
3. Menentang norma monogami; menunjukkan penolakan terhadap norma masyarakat yang dianggap membatasi kebebasannya
4. Mencari kepuasaan emosional yang tidak tepenuhi dalam perkawinan
5. Memiliki hubungan persahabatan dengan seseorang diluar perkawinannya
6. Suami atau istri mendorong hubungan gelap tersebut; misalnya suami yang selingkuh mendorong istri melakukan hal yang sama
7. Membuktikan bahwa dirinya masih muda dan menarik
8. Hanya untuk memperoleh kesenangan
Bisa jadi masih sangat banyak alasan atau motif lainnya yang membuat seseorang selingkuh. Namun dari beberapa alasan selingkuh yang sudah dicantumkan di atas hendaknya menjadi perhatian dan kewaspadaan bagi para istri dalam menjaga sang suami tercinta. Dengan memahami corak motif dan alasan perselingkuhan, para istri bisa melakukan tindakan untuk menutup munculnya peluang sebab atau motif tersebut.
Menutup Celah Munculnya Alasan Perselingkuhan
Perhatikan beberapa alasan selingkuh di atas. Secara umum semuanya bisa dicegah dan dihindari, sehingga tidak perlu terjadi tindak perselingkuhan. Misalnya pada alasan yang pertama, bahwa seorang suami melakukan selingkuh untuk mencari variasi baru dalam pengalaman seksual. Bukankah variasi dalam hubungan seksual bisa diciptakan dengan istri sehingga tidak memerlukan variasi secara tidak halal dan menyimpang dari kebaikan. Untuk itu para istri hendaknya pandai memahami selera suami dalam urusan seksual, sehingga berusaha semaksimal mungkin untuk memenuhi fantasi dan selera sang suami.
Para istri jangan sampai monoton dalam memberikan pelayanan ranjang kepada suami. Lakukan aneka variasi untuk menyenangkan suami, sepanjang variasi itu masih dalam batas yang dibenarkan aturan agama serta tidak sampai ke tingkat pelanggaran. Mungkin saja istri awalnya merasa tidak nyaman untuk melakukan hal yang baru dalam pelayanan seksual kepada suami. Namun hendaknya istri memahami bahwa itu adalah bagian dari cara memberikan kepuasan dan kesenangan yang optimal kepada suami. Lakukan hal-hal yang atraktif atau unik atau baru, yang membuat suami merasa selera dan fantasinya sudah tersalurkan hanya kepada sang istri tercinta.
Alasan kedua dari tindakan selingkuh adalah melakukan pembalasan atas ketidaksetiaan pasangan. Nah ini sudah jelas, bisa dicegah dengan jalan kesetiaan. Istri harus setia kepada suami, tidak melakukan penyelewengan dan perselingkuhan, walaupun peluang itu selalu ada dan terbuka untuknya. Sering saya sampaikan, selingkuh itu tidak mengenal jenis kelamin dan tidak mengenal usia maupun strata sosial. Artinya, jika seseorang mau selingkuh, peluang itu selalu ada dan terbuka, sekalipun usianya sudah tua. Dengan bersikap setia, istri telah menutup celah pada suami dalam alasan yang kedua. Jika istri setia, tidak mungkin suami berselingkuh dengan menggunakan alasan balas dendam. Jika suami tetap berselingkuh, pasti karena alasan yang lain.
Alasan ketiga dari perselingkuhan adalah menentang norma monogami; yaitu menunjukkan penolakan terhadap norma masyarakat yang dianggap membatasi kebebasannya. Mungkin ini banyak terjadi pada masyarakat Barat yang sangat bebas dan liberal kehidupannya. Alasan ini mungkin tampak terlalu dibuat-buat untuk konteks Indonesia. Orang selingkuh mungkin tidak terkait dengan penentangan terhadap “konsep monogami” atau “norma masyarakat” yang penuh batasan. Bisa jadi orang ingin sedikit eksentrik atau berbeda dari orang lain, namun perselingkuhan di Indonesia lebih banyak dilakukan dengan tersembunyi, bukan terang-terangan. Jadi untuk alasan ketiga ini sepertinya tidak terlalu Indonesia.
Alasan keempat adalah mencari kepuasaan emosional yang tidak tepenuhi dalam perkawinan. Nah ini alasan yang sifatnya klise tapi nyata. Saya sebut klise karena itu banyak dijadikan alasan perselingkuhan, namun nyata karena memang senyatanya itu bisa terjadi. Sebuah keluarga yang kurang memiliki kedekatan secara emosional, suami dan istri belum menemukan chemistry penyatuan jiwa di antara mereka, masing-masing sibuk dengan urusannya sendiri, kurang kepedulian, tidak memiliki waktu untuk berduaan, akhirnya merasa tidak mendapatkan kepuasan secara emosional dari pasangan. Situasi ini tentu saja bisa diantisipasi dan dicegah.
Hendaknya para istri mengusahakan suasana komunikasi dan interaksi yang nyaman dengan suami. Milikilah waktu yang berkualitas untuk menemani suami sehingga bisa lebih dekat secara kejiwaan. Penting untuk segera menemukan chemistry penyatuan jiwa antara suami dengan istri, sehingga mereka berdua benar-benar menjadi soulmate, belahan jiwa, garwo (sigaraning nyowo, bahasa Jawa), dimana keduanya telah menyatu menjadi satu kesatuan yang tak bisa lagi dipisahkan. Perasaan dan jiwa mereka menjadi sedemikian nyaman, itulah suasana sakinah mawaddah wa rahmah.
Bangun Persahabatan yang Kuat dengan Suami
Alasan kelima adalah memiliki hubungan persahabatan dengan seseorang diluar perkawinannya. Hal ini bisa terjadi pada semua orang, bahwa kita semua memiliki hubungan persahabatan dengan banyak orang sejak sebelum menikah. Namun akan menjadi masalah apabila persahabatan itu menjadi istimewa dan bercorak khusus, yang terus dibina hingga setelah menikah. Alasan kelima ini juga bisa dicegah, dengan jalan membina hubungan persahabatan yang lebih kuat dan lebih istimewa dengan pasangan. Sebagaimana telah saya sampaikan sebelumnya, istri harus menjadi sahabat istimewa bagi suami dalam suka dan duka.
Jika suami dan istri hanya “sibuk berumah tangga” dan “lupa bersahabat”, maka corak hubungan di antara mereka selalu terkait urusan praktis kerumahtanggaan. Untuk itu para istri harus pandai membangun suasana persahabatan yang kuat dengan suami. Dengan itu, suami merasa telah memiliki sahabat istimewa dalam hidupnya. Ia tidak merasa perlu tempat curhat atau pelarian kepada orang ketiga, karena sudah memiliki tempat curhat yang nyaman. Alasan kelima ini bisa dicegah dan dihindari apabila istri mampu menjadi sahabat yang menyenangkan bagi suami.
Alasan keenam, suami atau istri mendorong hubungan gelap tersebut. Hal ini mungkin saja terjadi di Indonesia, namun saya kira jumlah kejadiannya tidak banyak. Betapapun ada suami yang selingkuh, ia tidak ingin istrinya ikut melakukan selingkuh. Kalaupun ada istri terlanjur melakukan selingkuh, ia tidak ingin suaminya melakukan selingkuh. Ini situasi yang lebih banyak terjadi di Indonesia. Mungkin alasan keenam ini juga lebih banyak terjadi di dunia Barat yang bebas dan bahkan liberal dalam interaksi. Alasan keenam ini bisa dihindari dengan jalan kesetiaan sang istri kepada suami, sehingga tidak akan mendorong suami melakukan perselingkuhan.
Alasan ketujuh, untuk membuktikan bahwa dirinya masih muda dan menarik. Kadang terjadi konflik suami dan istri, masing-masing saling menjelekkan dan menghina pasangan. Ketika seorang suami atau istri merasa dihina dari segi pribadinya, seperti dianggap tidak menarik, dituduh terlalu tua, diejek terlalu gendut dan seterusnya, membuat seseorang tertantang untuk melakukan pembuktian bahwa dirinya tidak seperti yang dituduhkan. Perselingkuhan adalah sarana untuk membuktikan bahwa dirinya tidak seperti yang dituduhkan pasangan terhadap dirinya. Tentu saja alasan ini mengada-ada, namun bisa terjadi dalam dunia nyata.
Alasan ini bisa dihindari dan dicegah dengan jalan penghormatan dan pemuliaan terhadap suami. Hendaknya para istri tidak menjelek-jelekkan suami atau menghinanya, baik dalam konteks usia, penampilan, ataupun kondisi ekonomi. Para istri jangan membuat suami tersinggung dan marah akibat pelecehan yang ia lakukan. Hendaknya istri padai menghormati dan memuliakan suami, sehingga suami merasa nyaman bersama sang istri. Suami tidak perlu membuktikan kepada sang istri bahwa dirinya masih muda dan masih menarik.
Alasan kedelapan, selingkuh semata-mata hanya untuk memperoleh kesenangan. Mungkin suami sangat sibuk, termakan oleh kesibukan. Waktunya habis untuk pekerjaan, sampai harus lembur di kantor dan sering melakukan perjalanan ke luar kota dalam waktu yang lama. Di saat sering terpisah dari istri, mungkin ada suami yang semata-mata ingin mencari kesenangan sesaat. Ia tidak sedang membangun suatu hubungan dengan perempuan secara khusus, namun benar-benar ingin menyalurkan hasrat semata-mata, tanpa keterikatan dan hubungan hati.
Hal ini bisa dicegah dan dihindari apabila sang istri membiasakan diri membersamai kegiatan suami. Tidak membiarkan suami berlama-lama tanpa dirinya. Menyempatkan waktu untuk banyak menemani agenda kegiatan suami, selama memungkinkan dari segi aturan dan protokoler kegiatan suami. Sisi yang lain, hendaknya sang istri pandai menyenangkan suami, sehingga hasrat kesenangannya selalu tersalurkan secara benar dan sah hanya kepada sang istri.
Demikianlah peran istri untuk menghindarkan suami dari perbuatan selingkuh. Hal penting yang harus selalu diingat adalah, apapun alasannya, selingkuh adalah tindakan terlarang, haram, berdosa, dan kesalahan yang sangat fatal. Suami dan istri tidak boleh membenarkan diri melakukan perselingkuhan dengan sejumlah alasan yang dibuat-buat. Apapun alasannya, selingkuh tetap dosa dan tercela. Apapun alasannya, selingkuh berpotensi besar menghancurkan keluarga.
Bahan Bacaan
Kartika Sari, Forgiveness pada Istri sebagai Upaya untuk Mengembalikan Keutuhan Rumah Tangga Akibat Perselingkuhan Suami, dalam : Jurnal Psikologi Undip Vol. 11, No.1, April 2012
http://health.liputan6.com/read/2028251/jumlah-perceraian-pasutri-di-indonesia-333-ribu-per-tahun
http://www.aktual.co/nusantara/154958memprihatinkan-70-persen-istri-gugat-cerai-suami
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H