Semalam saya baru tahu ternyata SPP anak sudah masuk jadwal pembayaran. Semula saya memperkirakan pembayaran SPP semester inijatuh pada bulan Februari 2014. Cuma tanggalnya saja yang saya belum tahu, kapan pastinya saya belum tahu.
Iseng-iseng saya tanya di group, dijawab oleh ketua forum komunikasi . . . . eh . . . ternyata jadwal pembayaran SPP semester depan adalah bulan Januari, bukan Februari seperti yang saya perkirakan sebelumnya.
Terus saya telepon istri di Klaten ( posisi saya dirantau orang ) untuk ngabari kalau jadwal pembayaran SPP semester depan ternyata bulan Januari ini. Istri saya menanggapinya dengan “tidak ramah” karena sejak kemarin dia sudah sering mengingatkan bahwa cadangan SPP anak semester depan “kurang aman”.
Berkali- kali pula dia menyarankan saya untuk melakukan negosiasi ulang atas kesepakatan penjualan burung kepada si Fulan yang sampai saat ini belum melakukan pelunasan. Tapi karena saya sudah kadung terikat kesepakatan dengan beliau bahwa “sepasang burung jalak bali yang itu” sudah beliau pesan, saya tidak berkutik. Karena sudah ada kesepakatan maka saya tidak memiliki hak lagi untuk menjualnya kecuali ada perubahan kesepakatan antara diriku dan dirinya.
Istri saya menyarankan agar dilakukan negosiasi ulang, dengan alasan kita saat ini pas butuh duit untuk melunasi spp.
Saya agak ragu, disebabkan karena masih ada rasa tidak enak dengan si Fulan pemesan burung ini. Hari senin kemarin saya sudah mengingatkan bahwa saya saat ini pas jadwalnya bayar SPP anak, Cuma sampai hari ini, hari Rabu ternyata masih belum ada balasan. Saya tahu memang beliau sibuk bisnis wira wiri Jawa – Kalimantan, ementara beliau belum memiliki anak kandang yang ngrumat burungnya.
Sejenak saya termenung. Dalam ketermenungan pagi itu, saya coba mengontak salah seorang calon pembeli yang dulu pernah menjalin kontak. Alhamdulillah sudah menjadi hal yang lazim jika tiap bulan selalu ada saja daftar orang-orang yang telah mengontak saya untuk memesan burung.
Ada beberapa nama; ada mas Joko Jogja, Pak Syahrum Medan, Made Bali, Titok dan beberapa nama lainya. Saya putuskan ngontak yang rumahnya terdekat dari Klaten yaitu mas Joko Jogja. Jam 06.26 saya kirim bbm “Mas Joko ngapunten, sekesar ngabari, sertifikat burungnya belum jadi. Mudah-mudahan pekan depan sudah jadi. Kalau suda jadi insya Allah secepatnya saya antar ke Jogja”.
Sambil terus bbm-an dengan mas Joko, jam 06.36 dengan perasaan yang berat saya terpaksa bbm ke pemesan burung tadi, untuk melakukan negosiasi ulang “Mas mohon maaf banget . . . jika burungnya ( terpaksa ) saya ganti dengan “adiknya” gimana mas ? Burung yang penjenengan pesan kemarin mau saya jual dulu. Saya saat ini sedang butuh duit untuk membayar SPP anak saya. Bisa ya mas ?
Sambil menunggu jawaban dari si pemesan burung saya meneruskan bbm-an dengan mas Joko. Bbm mas Joko masuk “Oke pak harga nettnya berapa pak ?” Kemudian saya jawab dengan menyebutkan nominal tertentu. Hargapun disepakati pada nominal yang saya sebutkan di awal. Memang selama ini saya menjual burung jalak bali dengan harga pas. Karena sebenarnya saya memang kurang menghayati dalam bisnis, saya lebih menghayati peran saya sebagai penangkar saja. Jadi memang agak kaku dalam mematok harga, gak bisa luwes sebagaimana orang bisnis beneran. Ada yang terpaksa saya ngalah kalau orang ngueyeeeelll buuuaangeett . . .
Di luar dugaan ternyata mas Joko langsung menawarkan untuk transfer pagi ini juga. Beliau berniat akan melunasi saat ini juga walaupun beliau baru bisa mengambil burungnya Februari besok, karena posisi beliau saat ini sedang dinas di Kalimantan. Pesan terakhir yang beliau kirimkan “Modal kita saling percaya ya pak!”. Akhirnya pagi ini pukul 07.05.05 transfer masuk.